Waktu menunjukkan pukul 23.45 pm. Terhitung sudah hampir 4 jam ku nikmati waktu senggang dengan berakhir di sebuah hotel yang salah satu lantai teratasnya di alih fungsikan menjadi club malam. Menikmati hingar bingar dunia malam yang saat ini menurutku adalah kenikmatan yang hakiki. Aku tak begitu tahu jelas nama hotel ini. Yang ku tahu ini ada di sekitaran bundaran Adipura, Unaaha.
"Ra, mau coba gak?. Enak loh." Salah satu teman sekampusku yang kini sedang berjoget ria diatas panggung menawari segelas penuh bir yang belum pernah ku cicipi sebelumnya. Aku memang penasaran dengan rasanya. Tapi, saat aku benar-benar berada di puncak kebimbangan untuk mengambilnya, seolah jiwa dan ragaku saling berontak dan tak lagi bisa diajak kompromi. Dan secara tiba-tiba bayangan teduh wajah ibu membuatku tak lagi ingin menambah taraf kenakalanku. Aku begitu menyayanginya, melebihi diriku sendiri. Ketika berada di bawah kebimbangan yang tak berujung, lelaki dengan pakaian urakan datang menghampiri dan merangkul bahuku. Dari jarak dekat, aku sudah dapat mencium aroma vodka yang baru saja di teguknya. Entah sudah berapa botol vodka yang sudah ia teguk malam ini.
Ia sudah kehilangan setengah alam bawah sadarnya dan tanpa sadar akan mencium bibir ranumku. Namun segera ku jauhkan tubuhku darinya. Aku memang nakal, tapi aku masih punya batasan dan tau aturan.
Kupikir untuk mahasiswa semester awal sepertiku ini merupakan hal yang biasa. Bahkan semua orang pasti akan mengeluhkannya. Aku tak cukup terbiasa dengan tugas-tugas yang jumlahnya tak lagi bisa kuhitung yang nyaris membuat isi kepalaku terbakar. Tugas-tugas kuliah nampak jadi sebuah beban berat yang ku pikul secara bersamaan. Dan dosen seolah menjelma bagai makhluk astral yang patut untuk ku hindari.
"Ra, ibu nih." Ucap salah satu teman sebayaku sambil menyerahkan ponsel bermerk blackberry yang sangat booming saat itu. Ia merupakan satu-satunya temanku yang cukup waras di antara yang lain. Ya walaupun kategori warasku jelas berbeda dengan kalian. Ponselku menampilkan nama ibu di sana. Aku tak begitu peduli, namun tak urung menjawab panggilan yang tak pernah berhenti dari ponselku. Kurasa kini ibu sedang dalam mode khawatir mengetahui putri cantiknya tak kunjung pulang. Bukannya aku terlalu PD dan mengatakan bahwa aku cantik. Tapi, secara harfiah semua perempuan kan emang cantik. Emang ada perempuan yang ganteng?. Lagipula aku masih cukup tahu bahwa cantik itu relatif.
Aku beranjak dari tempat duduk sambil menyingkirkan tangan lelaki yang hambir mencumbuku tadi. Satu tanggapanku tentangnya. Menjijikkan. Jika tanggapanku tentangnya saja menjijikan, lalu apa tanggapan orang lain tentangku?. Jalang kah? atau wanita urakan?. Option kedua lebih cocok untuk menggambarkan tentangku.
Mengangkat telpon di dalam club bukanlah ide yang bagus. Karena ibu jelas akan mencecarku habis-habisan jika ia tahu anaknya memasuki tempat terlarang itu. Jadi kuputuskan untuk ke tempat yang jauh dari jangkauan musik yang tengah di mainkan sang dj disalah satu sudut club tersebut. Meskipun tak bisa ku pungkiri bahwa suaranya masih terdengar cukup nyaring dari sini.
Aku segera menggeser ikon hijau sambil menempelkannya di telinga kananku. Sedang tangan kiriku masih saja sibuk menutup telinga kiri agar mendengar dengan jelas apa yang akan ibu katakan.
"Ara, dimana sih nak??. Ini udah hampir tengah malam dan kamu belum pulang. Kamu buat ibu khawatir tau gak?. Pulang sekarang Ara!." Ucap ibu setelah selesai mengucapkan salam. Bisa ku tangkap nada kecemasan dari kata-katanya. Meskipun aku bukan anak perempuan satu-satunya, tapi ibu tetap memperlakukanku seperti anak gadis pada umumnya. Dengan penjagaan yang ketat dan larangan ini itu.
"Aduh ibu, biasanya juga Ara pulang jam 02.00 Am. gak papa tuh. Ara lagi ada di rumah Reskya bu. Tugas lagi banyak banget bu dan mesti di kumpulin besok, sedangkan laptopku kan masih di servis. Kalau pinjam punya mbak Nadia juga pasti lagi di pake buat bikin RPP." Aku menjelaskan pada ibu secara perlahan. Takut-takut ibu tersinggung atau tak percaya dan akhirnya ia akan memaksaku untuk pulang.
"Oh lagi di rumah Reskya to. Kok kaya ada suara musik gitu?. Kamu gak lagi bohongin ibu kan Ra??." Ibu terdengar tak begitu yakin dengan alibiku. Apakah alasanku kurang meyakinkan?. Bahkan aku sudah memikirkan hal ini sebelum pergi ke club ini. Untuk Reskya, ibu memang mengenalnya karena aku pernah beberapa kali mengajaknya ke rumah dengan alasan mengerjakan tugas. Padahal sih cuma ngutak-ngatik HP gak tahu apa yang di bahas. Setiap ia datang ke rumah aku sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Menumpuk buku-buku tebal yang tak ku ketahui isinya apa di meja ruang tamu dan berakting seolah-olah sedang mendiskusikan sesuatu. Ya padahal semua itu hanya kebohongan. Aku tahu semua itu salah. Tapi, kata belajar sepertinya tak cocok untuk bersanding denganku yang masuk dalam kategori anak berandalan.
"Gak lah bu. Orang Eky lagi karokean. Stres dia ngadepin tugas kampus yang gak ada habisnya." Ucapku sambil terkekeh seolah apa yang ku katakan memang benar-benar terjadi.
"Oh yaudah kalau gitu. Jangan tidur malem-malem ra, kalau mau nginep gak papa lah nginep malam ini. Tapi besok harus pulang ya!." Ibu kembali berujar dengan nada penuh kelembutan menyiratkan kasih sayang yang besar padaku. Hatiku mencelos di buatnya. Namun semua itu segera ku tepis dari benakku.
"Siap bu. Ya udah aku mau lanjut kerja tugas ya. Malam ibu." Ucapku memutuskan sambungan telepon. Kemudian setelahnya mengucapkan salam. Aku menghela nafas dalam. Entah sudah berapa banyak kebohongan-kebohongan yang ku ciptakan.
* * * * *
To be continue........
Di angkat dari kisah nyata.✔
Ini merupakan satu-satunya ceritaku yang asli dari kehidupan seseorang.
Tapi, latar tempat dan waktu gak semuanya sama ya. Cuma di kasi sedikit perubahan supaya feel-nya ngena. Tapi alur sama kaya kisah real kehidupannya.Wonggeduku, 03 Januari 2020
Salam manis penulis😘
@rgitacahyani_01
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA
Non-FictionAurora Florencia. Si biang kerok, pembuat onar. Semuanya nampak baik-baik saja. Tapi ketika hidayah datang menerpa, semua perubahan nampak percuma karena alasan utamanya telah hilang. Bersyukurlah pada Allah yang masih membuatnya bisa berpijak dibum...