Aku tiba di rumah lebih awal sebelum aku dapat mendengar suara gerutu ayah atas kepergianku secara tiba-tiba. Dengan semampunya aku menghabiskan beberapa kue yang disajikan dari atas piring dan mulai menuruni tangga ketika selesai menghabiskannya. Aku menuju ruang keluarga, yang kudapati di sana adalah ayahku yang sedang terduduk di atas sofa dan meneguk sebuah cangkir berisi kopi hangat. Nona Emil juga di sana, ia tampak berdiri di dekat rak berisi porselen dan matanya memandang ke arahku sambil berkata, "Tuan, Nona Vendela telah selesai menghabiskan kue nya."
Ayahku menoleh ke arahku dan ia segera mempersilakanku untuk duduk di sofa dan berhadapan dengannya. Aku bisa melihat wajah Nona Emil tampak ketakutan. Urat di lehernya menonjol dan matanya terbuka dengan lebar. Sesekali ia menghembuskan napas yang tak karuan hingga terdengar ke sekitar ruang keluarga yang sunyi senyap.
Dan ketika ayah berkata, "Tutup pintunya, Emil!" Nona Emil segera menutup pintu dan pergi meninggalkan aku dan ayahku di ruang keluarga, kini Nona Emil membuat suasana ruang keluarga menjadi semakin bisu.
Aku hanya terdiam sambil menantikan ayahku mulai bicara. Sesekali diriku mengatur irama napas, karena beberapa detik lalu aku baru saja menerobos masuk ke dalam rumah lewat jendela kamarku. Naik melalui tangga portabel dan meletakkannya kembali di dekat tanaman bugenvil, kemudian menghabiskan kue yang diberikan Nona Emil. Tidak mudah menelan makanan dengan cepat, ditambah aku harus berlari ekstra menuruni anak tangga hingga sampai ke ruang keluarga. Kalau dikatakan bahwa kue itu sudah lumat karena kutelan, sebenarnya tidak semuanya aku telan, karena aku pun terdiam untuk menelan beberapa kue yang masih ada di mulutku.
"Vendela, ada yang Ayah ingin sampaikan kepadamu," kata Ayah dingin seraya meletakkan cangkir kopinya kembali di atas meja.
Tetapi mulutku tidak bisa terbuka untuk menjawabnya karena aku harus mendorong kue-kue yang kumakan hingga seutuhnya masuk ke dalam perutku. Jadi sebagai jawaban atas pertanyaan ayah, aku hanya menaikkan kedua alisku.
"Ada apa denganmu? Badanmu berkeringat," kata Ayah curiga.
Aku menggerakkan kedua tanganku, sebagai tanda bahwa tidak ada yang terjadi padaku karena aku baik-baik saja. Dan tanpa perlu menahan kue-kue yang berada di mulutku, aku segera menelannya dan sambil berkata, "Tidak apa-apa."
"Kau sakit?" tanya Ayah. Sekarang wajahnya mendadak khawatir kepadaku.
Hanya senyum yang dapat kutampakkan di hadapan Ayah sambil berkata, "Aku sungguh baik-baik saja. Hanya sedikit latihan peregangan kaki ketika Nona Emil masuk ke dalam kamarku. Jadi ayah tak perlu khawatir." Aku berusaha meyakinkan Ayah, walaupun kelihatannya aku tak pandai dalam berbohong.
Tetapi Ayah seolah tak memedulikan alasanku. Matanya kemudian memandang berkeliling sambil menghela napas kuat-kuat. "Baru saja para tamu yang menawarkanmu untuk berkuliah ke luar negeri memberikan ini pada ayah." ia mengeluarkan sebuah perkamen dari kerah bajunya. Aku mendapati bahwa ada sebuah lekukan indah di bagian kepala kertas yang ditulis dengan menggunakan tinta hitam. "Sepertinya khusus untukmu." kata Ayah sambil memberikan perkamennya kepadaku.
Aku memerhatikannya dengan seksama sebelum menelan bulat-bulat informasi yang berada di dalamnya. Dan tepat ketika pandanganku mengarah ke pojok kanan bawah perkamen, aku mendapati ada sebuah tanda tangan dari orang yang kukenal, yang telah mengirimiku surat beberapa minggu lalu, siapa lagi jika bukan seseorang bernama Kyle Odom. Tetapi ketika aku menyerah untuk membacanya, aku berusaha meyakinkan diriku bahwa, apakah ada lagi kejutan yang hendak ia janjikan kepadaku? Karena bukan tidak mungkin jika aku tak akan menolak apabila ia memberikan kejutan besar-besaran kepadaku yang kedua kalinya. Dan dengan memerhatikan setiap katanya secara seksama, aku mulai membacanya dalam hati.
Untuk Vendela,
Mengingat sudah hampir dua minggu sejak surat perdana yang telah kuberikan kepadamu, sampai saat ini belum ada konfirmasi mengenai keputusan yang hendak kau pilih. Aku akan sangat keberatan jika kau menolak, tetapi jika memang keputusannya harus demikian, aku tak memaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vendela
Tienerfictie[BUKU PERTAMA DARI SERI VENDELA] [ON GOING] "Aku menjadi anak tercerdas di dunia." Bagaimanakah kesan pertama kalian terhadap gelarku ini? Mungkin sebagian dari kalian ada yang bertepuk tangan mengucapkan "Hebat!", atau bahkan kalian mengira aku ora...