Chapter 09

5 1 0
                                    

Chapter 0.9

Aku dan Rudi ke Jakarta tepatnya di RSUP Cipto Mangunkusumo. Ini kunjungan kami yang ketiga kalinya bulan ini. Tidak seperti pertama kali dimana Aku mendapat beberapa tamparan dari Ibu nya Clara, kini dia menyambut baik kami dan menerima buah-buahan ini dengan senyuman. Aku berharap ini meringkankan beban emosinya.

Kondisinya masih sama, Clara dalam keadaan koma yang abnormal. Para dokter pun tidak tahu kapan dia akan siuman karena menurut mereka tubuh Clara tidak merespon stimulus-stimulus yang di berikan, namun detak jantung dan otaknya masih hidup.

Aku pernah meminta dokter yang menangani Clara untuk menemui tubuhnya agar dapat ku bacakan, siapa tahu dia akan bangun.

Tapi jangankan melakukan itu untuk bertemu dengannya saja kami di batasi oleh dinding kaca. Ruangannya dari jauh dapat kulihat banyak sekali kabel-kabel yang menempel pada kasur tempat tidurnya.

Rudi memohon pada ku untuk tidak melakukan hal yang gila, seperti menerobos masuk dengan paksa. Karena bukan hanya Clara yang di rawat disitu, bagaimana bila ada korban jiwa di dalam kerusuhan yang bodoh yang selalu ku rencanakan.

"Bu, maaf kami tidak dapat membantu banyak." Ucap ku saat waktu jenguk sudah habis.

"Tidak apa-apak nak Setiawan kan sudah datang, nanti Ibu sampaikan ke Clara."

"baik bu, kami pamit dulu."

" Eh, nak Setiawan tunggu.. engg." Ucapan Ibu Clara membuat ku berbalik badan.

"Ya, ada yang ter tinggal bu?" tanyaku sambil menghampiri.

"Aduh, tidak jadi deh, maaf." Kata Ibu Clara ragu-ragu.

"Eh, gak papa bu, kami siap mendengar kok kalo ada unek-unek, Ibu anggap aja keluarga sendiri hehe." Rudi menimpali.

"Sebenernya gini nak, Ibu dengar obrolan suster tentang bunga Haya, atau bunga kehidupan siapa tahu-."

"Ibu ingin kami mencarikan bunga itu?" Sela ku.

"Iya tadinya nak, tapi mungkin ini hanyalah rumor tidak berdasar. Ibu palingan juga nanti minta pada Suami ibu saja, soalnya katanya adanya diaerah timur sana."

"Tidak apa-apa bu kami usahakan." Kata ku sekali lagi.

"Gak, usah repot-repot daerah timur itu tempat peperangan nak, Ayah nya Clara saja sangat sibuk di militer sampai tidak dapat pulang untuk menjenguk." Dengan sedih Ibu Clara menjelaskan.

"Tapi-" Aku belum selesai bicara Rudi menyikutku dengan tatapan serius.

"Baik bu, kami mencarinya sekitar sini aja kok, mungkin aja dapet." Rudi menimpali.

"Iya, syukurlah, baik-baik aja ya nak."

Setelah kami benar-benar berpamitan, Aku bertanya kenapa sih Rudi.

"Kenapa sih Rud, kalo kita bisa dapet bunga itu kan Clara bisa saja siuman."

"Iya, tapi gak perlu membuat khawatir Ibu Clara, ingat dia sudah kehilangan satu anak di tambah Clara yang sekarang koma, dia tuh udah nganggep kita kayak anaknya sendiri wan." Rudi menghela nafas. "Kalo sampe lu bilang mau cari itu bunga, dia pasti khawatir sama keselamatan kita kan?"

Aku paham yan di katakan Rudi hanya ku jawab dalam diam.

Bunga Haya atau bunga kehidupan itu memiliki mitos sebagai penyembuh segala penyakit, namun hal itu juga yang membuat dia menjadi langka dan hanya tumbuh di daerah timur pulau. Aku mengerti karena derah timur adalah daerah kekuasaan Malog, mereka mempunyai markas di Surabaya.

Sedangkan sebelum ke timur kami harus melalui daerah tengah tempat kekuasaan bangsa Jiidu, para penguasa hutan yang menggangap kami manusia adalah hama, dan tentu saja sebagai hama pasti di bunuh langsung tanpa alasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang