Bab 4

68 13 5
                                    

Nenek Sari merupakan seorang pemulung yang hidup sederhana di sebuah gubuk di bawah kolong jembatan. Semenjak kehadiran Tara, hidup nenek sari jadi lebih berwarna. Nenek Sari merawat Tara dengan penuh kasih sayang, meskipun ia tidak pernah mengetahui siapa sebenarnya Tara dan dari mana asalnya.

Hari-hari berlalu, dan Tara mulai terbiasa dengan kehidupan barunya bersama Nenek Sari. Pada suatu pagi, ketika Nenek Sari sedang menyirami bunga matahari di kebun kecilnya, ia mendengar suara Tara untuk pertama kalinya. Dengan suara pelan nan lembut, Tara memanggil Nenek Sari, membuat hati nenek tersebut berbunga-bunga. Itu adalah momen istimewa yang menandakan awal dari sebuah hubungan yang semakin erat diantara mereka.

"Nenek ... nenek sedang apa?"
Tanya Tara dengan wajahnya yang lugu.

"Waah, akhirnya kamu mulai bicara sama nenek" Nenek Sari tersenyum manis mendengar suara Tara untuk pertama kalinya.

"Kenapa bunga harus disiram nek?"

"Hmm ... bunga ini merupakan hadiah dari almarhum suami nenek yang meninggal satu tahun yang lalu, nenek mau merawatnya dengan menyiraminya setiap hari."

"Nenek suka bunga?"

"Nenek suka semua bunga, terlebih lagi bunga matahari. Bukan kerena bunganya yang spesial, tapi bunga ini diberikan oleh orang yang spesial dalam hidup nenek yaitu almarhum suami nenek. Dahulu, suami nenek pernah berkata, bahwa bunga matahari melambangkan kehangatan dan cinta, selama kita memberikannya kepada orang yang kita percayai dan kita anggap penting, maka selamanya kita akan merasakan kehangatan dan cintanya walaupun suatu saat jarak memisahkan."
Sambil tersenyum manis nenek Sari menjelaskan makna dari bunga matahari kepada Tara yang lugu.

"Jadi begitu ya nek"

Tiiiiin ...!
Mobil berhenti mendadak, Tara yang kala itu melamun mengingat masa lalunya pun merasa kaget.

"Ada apa Hendri?"
Tanya Tara sembari memegang jok mobil di depannya.

"Maaf pak Tara, tadi ada orang yang memotong jalan sembarangan."

"Ya sudah, lain kali lebih hati-hati."

"Baik pak."

Tara berhenti di sebuah restoran mewah dengan langkah penuh percaya diri. Restoran itu cukup tenang mengingat jam makan siang sudah berlalu. Tara melangkah ke dalam dan matanya mencari-cari seseorang. Setelah beberapa saat, ia melihat mitra kerjanya, Budi, duduk di salah satu meja di sudut restoran.

Budi, seorang pengusaha sukses yang dikenal dengan selera tingginya, menyambut Tara dengan senyum lebar. Mereka berjabat tangan dengan hangat sebelum duduk dan memesan minuman.

"Saya senang sekali bisa bertemu lagi dengan Anda, pak Tara," kata Budi, membuka percakapan.

"Saya juga, Ada beberapa hal penting yang ingin saya bahas terkait kerja sama kita," jawab Tara sambil mengeluarkan beberapa berkas dan contoh desain dari tas kerjanya.

Pertemuan itu berjalan cukup panjang. Tara memaparkan visinya dengan rinci, menjelaskan setiap detail desain interior berkelas yang ia tawarkan. Setiap slide yang ditampilkan di layar laptopnya menunjukkan keahliannya dalam memadukan estetika dan fungsionalitas. Budi terlihat terkesan dan beberapa kali mengangguk tanda setuju.

"Ini adalah sebuah karya yang luar biasa, Tara. Budget yang Anda ajukan memang fantastis, tetapi saya bisa melihat bahwa setiap sen yang dikeluarkan akan sepadan dengan hasilnya," kata Budi sambil tersenyum puas.

Tara, yang sudah dikenal sebagai pelaku seni fenomenal di kalangan pengusaha ternama, merasa lega mendengar pujian tersebut. Namanya sudah diakui tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Reputasinya sebagai desainer interior yang berbakat telah membawa banyak proyek besar dalam kariernya.

Waktu terus berlalu, dan tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.30. Tara menyelesaikan presentasinya dengan sempurna dan mereka pun sepakat untuk melanjutkan kerja sama tersebut. Mereka berdua kemudian beranjak dari restoran dan langsung meluncur menuju tempat pertandingan turnamen yang diikuti oleh Tara.

Sementara itu, Renita, asisten Tara yang baru segera menyusul setelah mendengar bahwa presentasi Tara telah selesai. Renita memastikan segala persiapan untuk turnamen sudah siap dan bergegas menuju lokasi untuk memberikan dukungan moral bagi Tara. Pertandingan itu sangat penting bagi Tara, dan Renita tidak mengerti mengapa bosnya tersebut mengikuti ajang turnamen seperti itu.

"Pak hendri ... kita langsung saja ke pertandingan, pertandingannya dimulai sebentar lagi." Ucap Tara sembari melihat jam tangannya

"Siap pak."

"Pak Tara ... apa persentasi anda sudah selesai? Saya langsung saja berinisiatif menyusul kemari setelah acara pameran selesai."
Ujar renita yang terburu-buru saat setelah menuruni taksi.

"Sudah aku bilang berhenti memanggilku seperti itu, bersikaplah biasa saja. Ya semuanya sudah selesai"

"Maaf saya sering lupa, kalau begitu jadwal anda hari ini tinggal satu, apa anda ingin segera pergi ke pertandingan UFC turnamen tersebut?" Tanya Renita yang mencoba memastikan.

"Kita pergi ke sana sekarang, aku rasa kita bisa sampai ke sana tepat waktu."

"Kalau boleh tau, untuk apa anda ikut pertandingan seperti itu?" Tanya Renita lagi.

"Itu semua tidak ada hubungannya dengan mu"
Balas Tara dengan menatap sinis.

"Tara sudah sering ikut pertandingan seperti ini Ren" Ujar Ratna yang mencoba menjelaskan.

Ratna bertugas sebagai asisten Tara dalam hal persiapan barang serta kebutuhan Tara. Ratna merupakan orang yang penyabar, itu sebabnya Ratna cukup lama bekerja dengan Tara. Sedangkan asisten Tara yang bertugas menyusun dan mencatat jadwal Tara, rata-rata mengundurkan diri karena tidak tahan dengan sikap Tara yang cenderung kasar.

"Anda bisa bela diri? Setahuku untuk ikut kejuaraan seperti itu, para fighter punya kemampuan bela diri yang cukup mumpuni, anda menguasai jenis bela diri apa? Silat, karate, muaithai, kungfu atau tekwondo?
Tanya Renita yang mulai mencoba mencairkan suasana.

"Jenis bela diri ...." Mendengar pertanyaan Renita membuat Tara kembali melamun dan mengingat-ingat sesuatu.

"Haloo ... kenapa anda melamun? Ujar Renita yang mulai bawel.

"Bukan apa-apa, sebaiknya kita segera bergegas."

Tara, merupakan seorang petarung dengan gaya bertarung yang tak lazim. Entah jenis bela diri apa yang ia kuasai, semua itu masihlah menjadi misteri. Hendri kemudian mengemudi dengan kecepatan penuh menuju arena di mana kejuaraan UFC berlangsung. Setibanya di sana, Tara segera bersiap untuk bertarung. Namun, ia memutuskan untuk tetap mengenakan jasnya, berbeda dengan petarung lain yang biasanya bertarung dengan pakaian khusus pertandingan.

Setelah mendengar arahan dari wasit, bel pertandingan berbunyi.

Teeeeeenggg ...!

Sementara lawannya memasang kuda-kuda untuk bersiap menyerang, Tara hanya berdiri tenang tanpa bergerak sedikitpun, dan ketika lawannya mulai menyerang, tiba-tiba...

Gleeetaaak ...!

Dalam sekejap, lawannya langsung tersungkur dengan satu pukulan. Penonton terdiam menyaksikan kejadian tersebut. Gerakan pukulan Tara begitu cepat, tepat mengenai dada dan kerongkongan lawannya dengan dua jari. Tara dinyatakan menang KO pada malam itu. Dengan ekspresi dingin, ia tampak tidak merayakan kemenangannya, meskipun sorak sorai penonton menggema di arena.

"Tadi itu pertandingan yang luar biasa mister Tara, ini kartu namaku, aku berharap kita bisa bertemu lagi di lain waktu"
ujar CEO pertandingan tersebut.

Tara hanya diam tanpa memperdulikan ucapan CEO tersebut. Setelah pergi meninggalkan arena, Tara langsung merobek kartu nama yang di berikan CEO tadi dan membuangnya ke tempat sampah.

"Tara tadi benar-benar hebaaat, satu pukulan saja sudah membuat lawan K.O. Bela diri jenis apa itu? aku belum pernah melihat gerakan bela diri seperti itu." Ujar Renita penasaran.

"Tidak ada gunanya aku memberi tahumu."

"Dasar, selalu saja bersikap menyebalkan"
dalam hati Renita hanya bisa menggerutu melihat sikap Tara yang sangat menyebalkan

*****

Next bagian 5

Janji Bunga MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang