Bab 6

47 9 0
                                    

"Dia benar-benar orang yang aneh."  Ujar Renita yang hanya bisa menggerutu dari dalam hati.

"Tara, nanti saat pertemuan dengan pemilik perusahaan tour and travel, sebaiknya kami menunggu di mana?" Tanya Ratna singkat.

"Sembari menungguku mempresentasikan kerja sama, sebaiknya kalian menunggu di restoran terdekat. Ajak sekalian pak Hendri."

"Baik pak, saya ikut saja." Sahut Hendri.

Setibanya di kantor tour and travel, Tara meminta kedua asistenya tersebut untuk menunggunya di salah satu restoran terdekat.

Di restoran tersebut, Ratna, Renita, dan Pak Hendri kemudian duduk di meja makan yang telah mereka pesan sebelumnya. Mereka mengobrol santai menunggu Tara menyelesaikan urusannya. Pak Hendri sesekali mencuri pandang ke sebrang jalan, memastikan bahwa Tara baik-baik saja dan tidak memerlukan bantuannya.

Setelah mendapat meja, Renita menanyakan sesuatu kepada Ratna.

"Rat, kamu kok bisa sesantai itu ngomong dengan bos nyebelin itu? Kamu sudah berapa lama sih ikut kerja sama dia?" Tanya Renita sembari menyangga dagu.

"Kurang lebih sudah dua tahun, kalo pak Hendri kayanya lebih lama ikut Tara kerja." Balas Ratna sembari menyeruput minumannya.

"Iya dek Renita, kalo bapak kurang lebih sudah mau tiga tahun ikut pak Tara." Sahut pak Hendri

"Oh gitu, udah lumayan lama juga yah. Tapi, menurut kalian ... Tara itu orangnya agak aneh gak sih?"
Ujar Renita yang merasa heran dengan sikap bosnya tersebut.

Pak Hendri dan Ratna hanya saling menatap sesaat setelah Renita mengajukan pertanyaan tersebut.

"Aneh yang seperti apa yah?"
Tanya Ratna yang pura-pura tidak mengerti maksud Renita.

"Ya aneh lah, masa pemulung diajak masuk ke dalem mobil, mana bau lagi. Terus aku disuruh ngucapin terima kasih ke orang yang ga dikenal, aneh kan...?"

"Tara mungkin cuma ingin bersikap baik, tapi mungkin caranya saja yang tidak biasa." Ujar Ratna.

"Ya tapi tetep aja aneh, coba fikir ... aku tadi disuruh ngucapin terima kasih ke orang yang ga aku kenal hanya karena orang itu berbuat baik ke seorang gelandangan."

"Iya juga sih." Sembari memegangi dagu Ratna memikirkannya.

"Hussh ... ga baik ngomongin orang, pamali. Apa lagi pak Tara itu bos kita sendiri." Ujar Hendri yang mencoba menasehati.

"Memangnya selama pak Hendri ikut kerja sama Tara, gak ada hal yang menurut pak Hendri aneh?"
Tanya Renita lagi.

"Sebenernya ada ... waktu itu sudah tengah malam, saya kebetulan belum tidur. Terus saya liat pak Tara sedang melamun sendirian di halaman rumah, lalu saya tanya. pak Tara lagi apa? terus dia bilang gak apa-apa, lalu dia minta bantuan saya."
Ujar Hendri yang mencoba menceritakan pengalamannya.

"Tara minta bantuan apa pak?" sahut Ratna dengan raut wajah serius.

"Waktu itu, Pak Tara meminta saya untuk mengantarkannya ke salah satu minimarket 24 jam. Sesampainya di sana, Pak Tara membeli banyak sekali makanan. Kemudian saya diajak ke suatu tempat di kawasan lingkungan kumuh, di mana saya melihat ada banyak anak-anak terlantar yang sepertinya tidak memiliki tempat tinggal. Lalu, saya diminta untuk membagikan makanan-makanan tersebut kepada mereka satu per satu," ucap Hendri lagi.

"Bos Tara benar-benar orang yang baik yah. Tapi apa itu yang menurut pak Hendri aneh?" Tanya Ratna yang kian penasaran

"Bukan itu... yang aneh justru setelah saya disuruh membagikan makanan, saya juga diminta memberi satu bibit bunga matahari kepada tiap anak jalanan. Saya sebenarnya sangat penasaran, tapi saya tidak berani menanyakan alasan Pak Tara memberikan bibit bunga matahari kepada mereka," ucap Hendri sembari merenung memikirkan saat itu.

"Tuh apa aku bilang, dia itu emang agak aneh"
Ucap Renita sembari menepuk meja.

Saat mereka asyik menikmati makan siang sembari membicarakan bos mereka. Dari kejauhan, Pak Hendri, melihat Tara yang sedang berjabat tangan dengan pemilik perusahaan tour and travel, pertanda bahwa urusan kerja sama yang mereka bicarakan telah selesai dan mencapai kesepakatan. Dengan senyum lebar, Pak Hendri kemudian menepuk punggung Ratna untuk memberi tahunya.

"Eh, ada apa, Pak Hendri?" tanya Ratna terkejut.

"Pak Tara sepertinya sudah selesai dengan pekerjaannya, sebaiknya kita segera kesana." Ajak pak Hendri.

"Oh, ayo pak."
Timpal Renita.

Tara yang keluar dari perusahaan dengan langkah mantap, kemudian disambut Renita dan Ratna yang saling berpandangan senang dengan semangat baru Tara. Mereka bergegas mengikuti Tara, bersiap untuk menghadapi tantangan baru dan petualangan bisnis yang lebih menarik.

"Pak Hendri, kita langsung saja pergi ke restoran yang sudah saya beritahu sebelumnya."

"Baik pak Tara."
Ujar Hendri dengan sigap

"Renita, meskipun jadwal hari ini tidak terlalu padat, aku tidak mau menerima telepon dari siapapun. aku mau beristirahat."

"Ohh, iya Tara, siap."
Balas Renita yang tak kalah sigap.

Mereka kemudian berlalu pergi menuju ke sebuah restoran yang dimaksud. Dalam perjalanan menuju restoran, lagi-lagi mereka harus terjebak macet seperti biasa, namun saat berada di tengah-tengah perjalanan, ada sesuatu hal yang kembali menarik perhatian Tara.

Tara melihat seorang anak perempuan dan ayahnya yang sedang membawa gerobak sampah berdiri di depan kaca toko kue. Anak itu tampak sangat menginginkan kue tersebut,  akan tetapi dari gerak-gerik sang ayah, sepertinya sang ayah sedang tidak memiliki uang untuk membelikan anaknya kue.

"Pak Hendri, kita berhenti dulu di depan toko kue itu."
Tunjuk Tara dari kursi belakang

"Oh, baik pak Tara"

"Rat, sekarang apalagi sih? Tara mau apalagi?" Bisik Renita yang mulai kesal.

"Sudah, kamu jangan protes terus. Tara memang selalu seperti ini."
Ujar Renita yang sudah terbiasa dengan sikap bosnya tersebut.

"Tapi kita kan punya janji dengan pemilik restoran bintang lima. Jangan bilang dia mau membatalkan pertemuan hanya karena hal yang tidak penting seperti ini."
Ucap Renita lagi yang semakin tidak habis fikir dengan sikap Tara yang seakan menyepelekan urusan pekerjaannya, hanya untuk menolong orang lain.

******

Next bagian 7

Janji Bunga MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang