Leo
Aku menarik Jennie pergi ke tengah lapangan guna mempertanggung jawabkan perbuatannya. Meski dia masih menggertak, bermaksud untuk melepaskan diri, tapi ku pastikan kali ini Jennie tidak akan bisa lari lagi. Dia harus dihukum untuk kesalahan yang fatal ini.
Aku langsung menuju salah satu tribun, lalu berdiri disana dengan toa di tangan kiri dan tangan kanan yang memegang Jennie kuat.
"Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" protesnya tidak terima, sembari mencoba melepaskan tangannya. Aku hanya menanggapinya dengan senyum miring. Aku dapat merasakan tangannya beberapa kali memukul lenganku. Saking kesalnya dia, sampai berteriak padaku. Membuat mahasiswa yang melintas disekitar kami mulai memperhatikan.
Yeah, kurasa aku tak perlu repot-repot mengambil perhatian mereka sekarang. Jennie memang gadis yang pandai menarik perhatian orang lain. Melihat orang-orang kini, aku pun mulai mengangkat toa yang ku pegang.
"Perhatian semua! Kalian boleh merapat ke tengah lapangan."
Tidak perlu menunggu waktu lama, para mahasiswa tadi yang tadinya berkumpul membentuk grup sendiri, perlahan mereka mendekat. Dapat ku dengar mereka mulai berbicara dengan teman disamping, ingin tahu mengenai kehadiran aku dan Jennie ditengah lapangan.
"Kalian mungkin bertanya mengapa aku ada disini dan tiba-tiba bicara ditengah-tengah kalian." tepat pada saat itu, pandangan mereka langsung tertuju padaku diikuti dengan bungkamnya mereka. "Aku cuma ingin memberitahu, kalau..."
"Kalau kau pacaran dengan Jennie, benar?" potong salah seorang mahasiswa, yang kemudian membuat semua orang tertawa.
Kalau boleh jujur, aku sangat benci pada orang yang suka memotong ucapan orang lain seperti Carlos. Aku mengeraskan genggaman ku pada Jennie, sampai gadis itu mengaduh kesakitan dan membuat perhatian orang-orang makin tertuju pada kami.
"Memangnya ada yang mau pacaran dengan seorang plagiator seperti Jennie?" sekali lagi aku mendengar mereka mengucapkan 'apa?' setengah berbisik, kemudian mereka mulai bicara sendiri.
"Apa maksudmu, Leo?" well, itu Krystal salah satu senior yang belum lulus karena terus mendapat tawaran konser.
"Yeah, seperti yang kalian ketahui, masalah Felicya yang memplagiati karya milik Jennie, itu tidak benar. Yang terjadi malah sebaliknya. Kalau kalian tidak percaya, kalian bisa lihat rekaman CCTV-nya."
"Dia bohong!" protes Jennie.
"Hei, Jennie, jaga bicaramu! Dia ini masih seniormu." Joshua tiba-tiba muncul ditengah-tengah kami. Dia berdiri tepat disebelah Jennie sekarang. "Aku baru saja dari ruang CCTV dan meng-copy videonya, kalau kalian mau tahu aku akan kirimkan ke laman Lanfrach."
"Tidak! Kau tidak bisa melakukan itu, ayahku adalah salah satu orang penting di sekolah ini, kalian akan..."
"Kenapa? Kau takut? Atau kau mau mengancam kami?" protes Krystal menimpali.
"B.. bukan..."
"Oh, jadi selama ini kami salah menilai? Wah Jennie aku tak percaya kebohonganmu membuat orang lain celaka."
"Well, Jennie, kau memang cocok dianugrahi gelar 'Ratu Drama' hidupmu penuh sekali dengan drama yang memuakan."
"Aku tidak habis pikir, bagaimana perasaan Felicya kemarin? Pasti dia sakit hati."
Yeah, berbagai komentar muncul dari bibir orang-orang ini. Aku senang karena semuanya sudah berakhir, kini pandangan orang-orang terhadap Felicya perlahan akan berubah. Omong-omong soal Felicya, aku belum melihatnya dari tadi. Apartemennya juga sepi pagi tadi saat aku berangkat kuliah. Apa mungkin dia pergi ke tempat orang tuanya? Atau dia memilih bekerja di studio?
Aku harus menceritakan semua ini padanya saat pulang nanti. Dia pasti senang mendengar kabar ini.
-οΟο-
Setelah kelas berakhir, aku bergegas pulang untuk menemui Felicya. Well, gadis itu hari ini tidak menunjukkan batang hidungnya di Lanfrach, sepertinya dia sudah pasrah pada hidupnya, karena masalah plagiat itu. Tapi sekarang, kurasa dia akan senang mendengar bahwa semuanya telah berakhir dan dia bisa mewujudkan mimpinya tanpa ada halangan apapun.
Masalahnya adalah.... ketika aku sampai di apartemen dan menekan bel interkom apartemen Lisya, tidak ada respon apapun. Bahkan aku menekannya sampai beberapa kali. Kupikir dia memang tidak ada di rumah.
Aku mulai berasumsi kalau gadis itu pergi ke tempat temannya, Dennis. Aku yakin dia pasti ada disana untuk mengajar. Semoga keyakinanku benar.
Aku bergegas menuju Axelle Studio, tidak sabar untuk memberitahukan hal tadi pada Felicya. Aku bahkan bisa membayangkan wajah sumringahnya. Satu hal yang harus dia ketahui, dia harus kembali menjadi Felicya yang dulu. Dia harus berjuang menjadi dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.
Well, kenapa aku jadi tidak sabaran seperti ini?
Setelah sampai di Axelle Studio, aku langsung menelusuri tempat tersebut guna mencari sosok Felicya. Namun sayangnya, bukan Felicya yang ku dapati disana, melainkan kawannya, Dennis. Kami bertemu di koridor studio, datang berlawanan arah.
"Oh, Hai, Leo!" sapanya. "Mencari Felicya?"
"Hm-m." jawabku sambil mengangguk.
"Sayang sekali, Felicya tidak ada disini. Sejak dua hari yang lalu dia tidak mengajar disini, kupikir dia pasti pulang ke rumah orang tuanya."
"Dimana rumah orang tuanya?"
"Felicya tidak pernah memberitahuku soal itu."
Aku mulai bertanya-tanya, kenapa Felicya melarikan diri seperti ini? Apa se-frustrasi itu menghadapi hidup, tapi setahuku, Lisya bukan orang yang seperti itu. Dia bahkan berani ke Lanfrach ketika semua orang memberikan tatapan tajam padanya.
Aku mulai punya perasaan tak enak. Dia tidak mungkin pergi ke rumah orang tuanya, disaat hatinya gundah. Dia pernah bilang kalau dia hanya ingin sendiri ketika sedang sedih.
Aku mulai merasakan ada yang tidak beres, aku pun segera beranjak dari Axelle menuju apartemen kembali. Tetapi ditengah jalan ketika aku pulang, ada berita yang mengejutkanku. Sebuah layar besar diatas gedung paling tinggi tiba-tiba saja memuat foto Felicya. Sontak aku langsung terpaku menatap layar itu, ditambah ketidakpercayaanku akan berita yang baru saja dikabarkan.
Felicya menjadi korban penembakan random oleh orang yang tak dikenal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Akasia
FanficKisah tentang si penguat jiwa, dalam menghadapi kerasnya hidup. Tanpa banyak bicara, tanpa berusaha membuktikan kebenaran, tanpa rasa putus asa. Dia seperti akasia, terlihat kuat meski banyak rintangan yang dia hadapi. "Dia orang pertama yang menga...