**
Pemuda berkulit pucat itu menatap salah seorang gadis di kelas. Matanya terus tertuju pada gadis itu. Memperhatikannya yang sedang menunggu seseorang. Tepatnya menunggu dirinya. Gadis itu terus mengedarkan pandangannya. Mencari seorang pemuda, teman sebangkunya. Ia tidak tahu bahwa pemuda yang ia cari memperhatikannya. Dengan polosnya gadis itu bertanya pada teman-temannya mengenai keberadaan pemuda berambut coklat itu.
Darnell menghembuskan nafasnya. Mempersiapkan mentalnya untuk memasuki ruang kelas. Pertengkaran hebat yang terjadi antara dirinya semalam dengan Lucy mampu menimbulkan keraguan untuk menemui kekasihnya itu. Bukan karena ia muak dengan peristiwa semalam. Hanya saja, dirinya belum siap untuk mendengarkan penjelasan dari Lucy. Emosinya masih memuncak hingga saat ini ketika peristiwa itu terus berputar di otaknya.
-TAP-
-TAP-
-TAP-
Lucy memandang Darnell senang. Senyumnya mengembang melihat pemuda yang ia tunggu berjalan memasuki kelas.
“ Xavier, aku duduk disini ya! “ Xavier menoleh ke arah Lucy di sampingnya. Lucy menatap lurus ke arah papan tulis. Menggigit bibirnya keras. Ia tahu Xavier tengah memperhatikannya. Xavier terkejut. Matanya menangkap bulir-bulir air mata yang keluar dari sudut mata gadis itu.
Darnell mematung. Menunggu jawaban dari sahabatnya.
“ Terima kasih Xavier “ Darnell menaruh tasnya di atas meja.
“ Darnell. Kalau kau duduk disana, aku duduk dimana? “
“ Monica sayang. Hari ini kau duduk dulu dengan Lucy. Mau kan? “ Monica memperhatikan bangku kosong yang bersebrangan dengan tempat duduknya. Perhatiannya beralih pada penghuni di sebelah bangku tersebut.
“ Astaga Lucy! Ada apa denganmu? “ Lucy menghapus air mata dengan kedua tangannya. Seluruh siswa di kelas tersebut sontak beralih pada Lucy. Menghentikan kegiatan mereka sejenak untuk melihat keadaan teman mereka. Kecuali pemuda berkulit putih pucat di sebrangnya.
“ Lucy, mengapa kau menangis? “ salah satu penghuni kelas tersebut menghampiri Lucy. Diikuti beberapa siswa di belakangnya. Lucy tertunduk. Tidak menjawab pertanyaan teman-temannya.
“ Aku baik-baik saja “ ucapnya bohong. Dengan sebuah senyum menyertainya. Mereka tahu. Temannya yang satu ini sedang berbohong. Mereka memaklumi. Memahami temannya yang tidak menginginkan seorang pun tahu mengenai isi hatinya.
**
“ Darnell, kau mau pesan apa? “ Juliette a terus memegangi lengan Darnell. Kepalanya ia dekatkan pada bahu pemuda itu. Tangannya terus mengayun-ayunkan lengan Darnell.
Darnell tak bergeming. Ia terus sibuk mencari daftar lagu di i-phonenya.
“ Darnell, apakah kau mau berkencan denganku malam ini? “ Darnell melirik gadis yang tak jauh dari tempatnya menikmati makanan. Menatap sinis gadis itu. Lucy memalingkan pandangannya. Berpura-pura tidak melihat tatapan membunuh Darnell dari kejauhan.
Juliette terus merayu Darnell dengan suara melengkingnya. Darnell melirik Lucy sebentar.
“ Baiklah Juliette. Aku menerima ajakan kencanmu “ ucap Darnell dengan lantang. Bahkan Lucy dan beberapa pengunjung kantin dapat mendengarnya dengan jelas.
“ Benarkah? Ah.. Terima kasih “ gadis itu memeluk Darnell erat. Wajahnya ia usapkan pada dada bidang Darnell. Darnell mengabaikannya. Jarinya terus sibuk mencari lagu untuk diputar. Tak luput headset yang tersambung pada i-phonenya ia pasangkan ke telinga.
Daging sapi itu menjadi korban amarah Lucy. Berkali-kali ia menusukkan sebuah garpu kearah daging yang berada di piringnya. Monica mengelus-elus pundak Lucy. Berharap gadis di sebelahnya tidak terpengaruh oleh tipu muslihat yang dibuat Darnell.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr Vampir, Help Me!
VampireWarning! 18+ Dalam hidupnya, seorang Lucynda Durant tak pernah percaya tentang sesosok makhluk penghisap darah yang dapat hidup abadi. Namun, semua itu berubah setelah seorang Darnell Karolek datang ke dalam hidupnya dan memperlihatkan tentang keber...