Aku terbangun dari tidur panjang. Rohku yang tercerai berai sudah menyatu dan kembali ke tubuh abadiku. Setelah lama tidak memiliki roh, tubuhku terasa lemah, tapi dalam kondisi yang baik. Aku hanya perlu bermeditasi selama beberapa waktu.
Dimanakah ini? Aku memandang sekelilingku, aku tahu aku ada di Qing Qiu. Tapi kenapa?
Tiba-tiba aku mendengar ada beberapa langkah kaki. Dua yang lain berhenti di luar gua, tapi yang satu berjalan kedalam gua dengan langkah pelan dan ragu. Aku menoleh dan melihat Si Yin menatapku dengan mata senang dan tidak percaya.
Akupun, kaget melihatnya dan hanya bisa membalas menatapnya dengan terpana. Aku tidak tahu berapa lama yang kuperlukan untuk mengumpulkan kembali rohku dan terbangun, tapi penampilan Si Yin telah berbeda dari penampilannya yang dulu. Dia sudah tidak lagi memakai sihir penyamarannya sebagai seorang pria. Sekarang ini, dia adalah seorang wanita. Wanita yang cantik.
Dulu, wajah Si Yin terlihat lugu dan polos, seringkali aku melihatnya dengan raut wajah yang nakal dan manja. Tapi sekarang, kesan polosnya telah hilang dan digantikan dengan elegan dan anggun seorang wanita dewasa. Gerak gerik tubuhnya membuat mata pria tidak bisa melepaskan pandangannya, tangannya bergerak menutupi mulutnya dengan lemah gemulai, rambutnya yang terurai, bergerak mengikuti gerak tubuhnya yang feminim. Benarkah ini adalah Siyinku? Tujuh belasku? Tanpa sadar aku menelan ludahku, mulutku terasa kering.
"Tujuh belas?"
Si Yin terkejut mendengarku memanggilnya dan mulai menangis. Dia masih tidak berani untuk maju menghampiriku. Sepertinya dia merasa ragu apakah aku masih mengenalinya. Tidak mungkin bagiku untuk tidak mengenali Si Yinku, apapun wujudnya.
"Tujuh belas, kemarilah. Biarkan guru melihat wajahmu dengan jelas. Sudah lama Guru tidak melihatmu, Guru ingin tahu bagaimana perkembanganmu."
Si Yin segera berlari menghampiriku dan melompat kedalam pelukanku. Aku membuka kedua tanganku untuk menyambutnya dan semuanya terasa benar.
"Guru.. Guru.." Dia menangis terisak-isak dalam pelukanku. Aku memeluknya sambil membelai rambutnya. Sama seperti yang biasa kulakukan ketika aku berusaha menenangkannya pada saat dia sedang menangis. Aroma bunga persik adalah aroma yang selalu melekat di tubuh Si Yin dan aroma itu sekarang memenuhi udara di dalam gua. Aroma yang sudah sangat kukenali dan aroma yang sangat kurindukan.
"Kamu memang adalah murid kesayanganku, tujuh belasku."
Memeluk Si Yin adalah hal yang biasa kulakukan sebelumnya, tapi sekarang, hal ini terasa intim dan menyenangkan. Gua ini sebenarnya terasa dingin dan lembab, mungkin karena sebenarnya tempat ini untuk menyimpan tubuhku. Tapi kehadiran Si Yin membuat gua ini terasa hangat dan menyenangkan. Seakan musim semi hadir setelah sebelumnya musim dingin. Air mataku tanpa terasa menetes dan aku memperat pelukanku.
"Guru, akhirnya kamu kembali."
"Akhirnya aku kembali."
Akhirnya aku bisa kembali dan menepati janjiku pada Si Yin. Aku memintanya menungguku dan aku berusaha terus menerus untuk kembali. Bertahun-tahun aku mengumpulkan rohku sedikit demi sedikit dan berharap tubuhku belum hancur. Untunglah tubuhku masih ada dan dalam kondisi yang baik.
"Tujuh belas, biarkan aku melihatmu dengan lebih jelas."
Dengan pasrah, Si Yin melepaskan pelukannya dan membiarkanku melihatnya dengan lebih seksama. Matanya yang merah dan sedikit membengkak karena menangis tidak mengurangi kecantikannya, dengan pakaian putihnya dan selendang tipis berwarna kehijauannya, yang merupakan warna kesukaannya, dia mengusap air mata dari wajahnya sambil memandangku dengan mata coklatnya yang menawan. Dalam wujudnya yang seperti ini, susah untukku melepaskan diri dan mengalihkan pandangan darinya. Rubah selalu terkenal dengan ilmu menggodanya, tapi Si Yin bahkan tidak perlu menggunakan sihirnya untuk menawan hatiku.
"Kamu juga terlihat cantik dengan penampilan seperti ini. Bahkan terlihat lebih cantik."
Tujuh belas tertawa mendengarkan pujianku. Hanya dia satu-satunya Dewi yang bisa menangis dan tertawa bersamaan tapi masih terlihat anggun. Suara tawanya membuat hatiku terasa hangat. Hal yang dulu biasa kudengar, sekarang terasa seperti harta berharga.
Tujuh belas menatapku dengan serius. Memandang rambutku, keningku, dan setiap sudut diwajahku selama beberapa lama. Tatapannya membuat jantungku berdetak kencang.
"Guru, kamu tidak berubah sama sekali."
Aku tertawa mendengarnya. Dulu, dia pernah mengatakan kalau aku adalah seorang pria cantik. Dengan dia bilang tidak berubah, berarti aku masih tetap sama cantiknya seperti yang dulu.
Aku menarik tangannya yang berada di genggamanku dan memeluknya kembali sambil tersenyum.
"Tujuh belas.."
Aku mendengar suara orang berdeham dari arah pintu gua dan melihat Zhe Yan bersama dengan seorang pemuda yang bisa kukenali sebagai kakak keempat Si Yin, Bai Zhen. Tatapan mata Zhe Yan terlihat jahil, seperti biasanya, tapi juga terlihat ada perasaan senang dan lega.
"Apakah kami mengganggu?"
Mendengarkan ucapan Zhe Yan membuat Si Yin melepaskan pelukannya dan duduk menunduk malu. Aku sedikit menyesali kedatangan Zhe Yan dan Bai Zhen, aku masih ingin melepas kerinduanku terhadap Si Yin. Tapi aku tetap tersenyum menyapa Zhe Yan, bagaimanapun, dia adalah saudara angkatku dan temanku sejak kami masih kecil.
"Zhe Yan" sapaku,
"Mo Yuan, akhirnya kau kembali." Zhe Yan menghampiriku sambil tertawa dan menepuk pundakku.
"Sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Berapa lama aku tertidur?"
Bai Zhen, kakak keempat Si Yin, menjawab,
"Dewa Tinggi Mo Yuan," sudah menjadi peraturan kalau dia harus memberikan salam ketika bertemu denganku, karena perbedaan status kami.
"Anda sudah tidur selama 70.000 tahun lamanya." Bai Zhen menatap Si Yin,
"Waktu yang tidak pendek, tetapi juga tidak panjang."
Aku mengikuti tatapan Bai Zhen dan berusaha mencari tahu maksud dari perkataannya.
"Si Yin telah menjagamu selama 70.000 tahun ini dan tidak pernah keluar dari Qing Qiu untukmu." Bai Zhen melanjutkan perkataannya.
Aku menatap Si Yin, memikirkan bagaimana selama 70.000 tahun ini dia telah menjaga tubuhku.
"Didalam sini terasa dingin dan lembab, lebih baik kita pindah ke tempat lain."
Zhe Yan mengingatkan, melihatku tidak bisa melepaskan padanganku dari Si Yin.
=======================
Matahari terasa hangat menerpa wajahku, aku memejamkan mata membiarkan mataku terbiasa dan menikmati hangatnya udara di luar. Bau rumput, air dan tanah memenuhi penciumanku.
"Kau pasti mengalami waktu yang sulit selama 70.000 tahun in." Zhe Yan membuka pembicaraan.
Aku membuka mataku dan menatapnya,
"Rohku tercerai berai menjadi beberapa pecahan, butuh waktu yang lama bagiku untuk mengumpulkannya."
Zhe Yan hanya mengangguk mendengarnya dan membiarkanku kembali menikmati udara luar yang sudah lama tidak kudapatkan.
Kami berjalan menuju gua rubah milik Si Yin dengan perlahan. Si Yin berjalan disebelahku dengan memegang lenganku dan terus menatapku. Aku tersenyum melihatnya.
"Qian Qian, dia tidak akan menghilang lagi. Kamu tidak perlu menjaganya sekeras itu." Bai Zhen menggodanya dari belakang.
"Tidak, aku tidak boleh melepaskan guru dari pandanganku. Aku takut ini semua hanyalah mimpi."
Aku mengelus kepala Si Yin dengan tanganku yang bebas,
"Aku tidak akan pergi kemana-mana lagi, Si Yin."
Aku bisa merasakan tatapan Zhe Yan dan Bai Zhen dibelakangku. Sepertinya ada hal yang mengganggu pikiran mereka, tapi mereka menyembunyikannya dariku.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Forgotten One: Fanfiction of Ten Miles Peach Blossoms
FanfictieSelesai.... END....!!! Akhirnya, maaf ya sudah nunggu lama. Semoga semua suka endingnya. Niatnya sih ada bonus chapter, tp untuk sementara pokoknya sudah selesai dl kok. Cerita ini Fan Fiction dari film Ten Miles of Peach Blossom. Diceritakan dari s...