Selamat Malam,
Selamat bertepuk sebelah tangan.
-
"Cara ngetweet gimana, Ja?"
"Ada lingkaran biru pojok kanan bawah, pencet itu."
"Ihh, Raja pinter. Kenapa gua nggak main twitter dari dulu ya, Ja?"
Aku menggelengkan kepala sambil menggeser layar ke bawah, status warga twitter yang katanya miskin, jelek, suka rebahan, dan jomblo yang kerap kali salah satu cuitannya muncul di akun-akun Instagram.
Salah satu media sosial yang semula digunakan untuk kampanye, media pembelajaran, berbagi pendapat yang kerap kali digunakan sebagai ajang protes terhadap pemerintah maupun masyarakat Indonesia sampai luar negeri bahkan tidak jarang peristiwa tersebut menjadi trending dunia. Yang kali ini lebih banyak digunakan sebagai ajang curhat dan mencari pasangan juga teman. Bahkan video-video atau berita terbaru muncul pertama kali di twitter kemudian di viralkan ke media lain, seperti Instagram/Facebook begitu juga sebaliknya.
"Lu buat twitter dari kapan, Ja? Kok nggak ngajak gue?" protesan yang keluar dari gadis disampingku yang sudah memulai mengetik sesuatu di ponselnya.
"2011, kenapa emangnya?"
"Lu bayangin aja, cara kerjanya gampang kayak BBM, tapi bedanya semua orang bisa lihat. Enaknya lagi, lu nggak perlu mikir foto apa yang bagus dan jelek buat dipajang, nggak kayak di IG," terangnya.
Aku hanya memperhatikannya dari samping, sebelum akhirnya membalas salah satu komentar mutualanku, "Emang kalau IG harus cakep?"
"Kalau jelek, followes lu dikit, Ja, likenya juga dikit. Meskipun duit juga bisa di dapat di IG dengan netizen yang bar-bar."
Aku memilih melanjutkan membaca status galau warga twitter setalah Kinan pamit keluar untuk mengangkat telpon. Kadang bila kontennya lucu, kalian harus menahan malu saat ditempat umum akibat guyonan mereka yang receh. Seperti seorang anak kecil yang viral tentang ingin menikahi seorang yang dia cintai. Bahkan percakapannyapun terngiang-ngiang, "Aku cinta sama kamu," kemudian, "Aku nggak cinta sama kamu." Anak kecil yang manis namun sudah berbicara layaknya orang dewasa. Sayang beribu sayang, anak kecil jaman sekarang sudah ternodai.
Satu jam kemudian Kinan datang dengan wajah berbeda dan senyum yang tidak semanis biasanya. Membuatku menarik napas panjang dan sama-sama terdiam. Bulan memang tidak pernah tahu bahwa ada sebuah bintang yang berhamburan di langit malam, salah satunya aku. Aku hanya ingin berkata bahwa dia tidak sendirian di angkasa sana.
"Kenapa?"
Kinan menoleh ke arahku untuk waktu yang lama, "Biasa."
Di tepian nestapa, hasrat terbungkam sunyi
Entah aku pengecut, entak kau tidak peka
Lagi-lagi kami sama-sama diam, memandang objek tak kasat mata di depan sana. Sebelum akhirnya aku menarik Kinan keluar sebentar dari zona tidak nyamannya. Membawanya ke halaman kompleks depan rumah. Kami masih bergandengan tangan sebelum akhirnya terlepas tidak rela dan bermain bola bersama anak-anak kompleks. Tawa lepas yang keluar, membuat lega sekaligus gundah.
Kami bertetangga, sejak kecil selalu bermain bersama. Memutari kompleks menggunakan sepeda adalah rutinitas setiap sore, walau sekarang sudah jarang karena gadis itu memilih untuk membawa semua laporan menumpuk dari kantor, waktu berdua selalu gagal walau sudah direncanakan. Kinan yang sudah menjadi pegawai kantoran yang super sibuk dan statusnya yang tidak sendiri, membuatku harus bersabar untuk bisa berbicara dengannya. Walau setiap malam sering berkirim pesan, tidak menjadi jaminan bahwa persahabatan ini hanya layaknya kakak dan adik.
Bila kau butuh telinga tuk mendengar
Bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung
Pasti kau temukanku di garis terdepan
Bertepuk dengan sebelah tangan
Kadang aku ingin menjadi lebih dari sekedar teman. Sahabat saja sepertinya kurang, untuk lelaki rakus sepertiku. Selalu berdoa bahwa kami berjodoh, dan status itu bisa aku singkirkan. Cerita setiap malam, video call, selalu menjadi sandaran, tempat pembuangan sampah, aku ingin lebih dari itu. Sebagai seorang pria yang berada di garis terdepan dengan senyum bangga. Lagi-lagi itu hanya mimpi. Nyatanya, aku orang ketiga yang dianggap penting di kehidupan seorang Kinan.
"Nih, minum," kataku sambil memberikan botol mineral. Kompleks sudah mulai ramai dengan anak-anak kecil bermain. Hanya tinggal menunggu senja untuk kami akhirnya pamit dan menunggu esok hari.
"Gua salah apa, ya, Ja? Seingat gua cuma lupa nggak ngabarin kalau udah sampai rumah. Tapi kalau itu kayaknya nggak mungkin, deh," Kinan mentap ke arahku dengan air sungai yang siap tumpah, "Tadi pagi kita masih chat-an."
"Barang kali si Rio itu ada tugas numpuk dari bosnya, positive, Kin. Negative terus nggak baik. Lu jalanin berdua, ngomong kalau ada salah, kalau lunya tanya gua, 'salah lu apa sama pacar lo', ya sorry aja, gua bukan Rio, lu salah orang kalau tanya begitu."
"Ya tapikan, seharusnya Rio nggak marah-marah sama gua. Biasanya dia sabar."
"Kinan, lihat gua," kami saling bertatapan satu sama lain sepuluh detik lamanya, "Lu udah jalan tiga tahun, udah tahu watak pasangan lo. Buang pikiran negative, kalian udah dewasa, seharusnya tahu cara penyelesaiannya gimana."
Kau membuatku yakin, malaikat tak selalu bersayap
Biar saja menanti tanpa batas, tanpa balas
"Nomornya nggak aktif," katanya saat kami sampai di rumah bercat putih dengan berbagai macam bunga di pekarangannya, "Nanti gua coba lagi."
"Nah, gitu dong," balasku sambil mengacak rambutnya yang halus itu.
Kami diam cukup lama, sebelum akhirnya Kinan memilih memasuki rumahnya dan melambaikan tangan membuatku harus berjalan lima belas langkah untuk sampai di rumah. Menunduk dalam sampai akhirnya fokusku teralihkan notifikasi Line.
Kinan Santika: 1 4 3
Akulah orang yang selalu ada untukmu
Meski hanya sebagai teman
Yakin kau temukanku di garis terdepan
Bertepuk dengan sebelah tangan
-End-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Kata dari Rasa (One Shot)
Historia CortaPerkenalkan aku DjuangRasa, senang bertemu dengan kalian. "Hanya Kata dari Rasa" adalah kumpulan One Shot.