Say You Won't Let Go

29 5 5
                                    

"Nyanyi, ya? Aku ambilin gitar." 


"Nggak usah, udah malam. Kamu harus tidur."

"Bentaran aja, janji habis ini tidur," aku akhirnya menggangguk mengiyakan. Tidak perduli tante Rahma akan murka kepada pacar anaknya, setelah aku berhasil keluar dua jam setelahnya. Empat jam yang lalu, wanita paruh baya itu mengomel dan menyuruhku untuk cepat datang ke rumah. Berkat sambal kemarin, aku harus rela mengorbankan keinginanku untuk melamar anaknya akhir tahun ini. Ancamannya yang seperti Goblin ke Malaikat Maut saat menyelamatkan sang Pengantin sangat menyeramkan daripada melihatnya langsung lewat drama.

I met you in the dark

You lit me up

You made me feel as though

I was enough

"Nah gitu dong, dari kemarin disuruh nyanyi malah buka Loutube."

"Kamu nyuruh pas aku baru pulang kerja, capek, Rin."

"Orang aku nyuruhnya lima menit bukan sejam."

Aku mengacak rambutnya gemas, "Gimana mau lima menit, akunya disuruh ganti lagu terus sama kamu."

"Itu karena suaramu jelek, kayak orang nahan boker. Telingaku rusak, denger suara yang jelek-jelek," jawabnya lugas.

Aku hanya tersenyum menyanyikan lagu kesukaannya lagi. Berpacaran sejak SMA tidak lantas membuatku paham tentang Arina Budiono. Cewek itu selalu punya taktik yang tidak bisa ditebak. Mungkin hari ini, dia menyuruhku menyanyi, esok, mungkin dia juga akan membuatku bernyanyi sampai menjadi seterkenal Justin Bieber, walau kenyatanya aku tidak bisa menandingi suara merdu milik suami Hailey Baldwin itu. Walau sebagian masyarakat kantor berkata suaraku mirip Fiersa Besari, tetap saja aku akan mundur perlahan membiarkan penyanyi muda yang suka mendaki gunung itu mengibarkan sayapnya di industri hiburan ini tanpa saingan sebutir beras sepertiku.

Seperti sekarang, setelah meyelesaikan lima lagu, setelah pamit ingin ke toilet dan kembali dengan membawa roti dan jus jeruk kesukaannya, "Buat nambah energy."

"Aku minum, trus kamu tidur, ya?"

"Kok gitu, sih? Belum ngantuk. Aku bawa buat aku sendiri, bukan kamu."

Aku menggelengkan kepala sambil menuntunnya ke ranjang, "Dimerem-meremin, nanti juga tidur. Aku besok masuk pagi. Bisa dibunuh mamamu kalau aku masih disini, habis buat anaknya sakit perut lagi. Digantung depan kandang Kiko nanti aku."

"Kan aku yang pingin sambel," jawabnya, "Tapi aku nggak mau tidur. Masih kangen, kemarin ketemunya bentar doang."

I pulled you closer to my chest

And you asked me to stay over

I said, I already told you

I think that you should get some rest

"Habis pulang kerja, aku kesini."

Senyumnya yang manis memudar, terganti oleh bibirnya yang cemberut lima senti. Arin yang begini, selalu bisa membuatku luluh. Gadis itu masih diam, dan aku sibuk mengetik pesan singkat permohonan maaf karena tidak bisa menepati janji. Sebelum akhirnya balasan singkat dari wanita paruh baya itu membuatku refleks mengambil komik doraemon di antara tumpukan buku di nakas.

"Katanya mau pulang, besok kerja. Kenapa masih disini?" pertanyaan ketus itu keluar begitu saja saat aku berhasil menemukan lipatan kertas, tanda batas baca.

Aku masih diam, sebelum akhirnya menutup komik kucing itu perlahan secara dramatis, "Padahal masih mau sejam lagi, ya udah, aku balik aja. Salamin bua . . ."

"Di, kok gitu sih," katanya sambil menahan tanganku, "Temenin."

"Tadi ngusir."

"Kan tadi, bacain komik aja, ya?" katanya memelas. Aku yang terpesona dengan kecantikannya memang tidak pernah absen untuk menolak.

I knew I needed you

But I never showed

But I wanna stay with you

Until we're grey and old

Tiga puluh menit sudah aku membaca dari halaman tengah sampai ke tengah lagi, wanita cantik di depanku ini masih belum juga terlelap. Terakhir aku disini untuk waktu yang lama adalah saat aku terima beasiswa di Jepang, yang mengharuskan kami untuk long distance relationship. Saat itu untuk yang pertama kalinya aku melihat Arin yang kuat dan rapuh bersamaan. Tawanya saat menghadiri acara keluarga malam itu berkat keberhasilanku mendapat beasiswa bagai nightmare bagiku. Terbukti satu bulan setelahnya, wanita muda itu masuk rumah sakit akibat maag akutnya yang kambuh. Sejak saat itu, aku berjanji tidak akan pergi lagi dari hidupnya.

When you looked over your shoulder

For a minute, I forget that I'm older

I wanna dance with you right now

And you look as beautiful as ever

And I swear that every day you'll get better

You make me feel this way somehow

"Kenapa lihat aku begitu?"

"Nggak kenapa-kenapa."

"Adi pasti mikir jorok ya? Jangan deket-deket," teriaknya sambil mendorongku menjauh.

"Siapa yang bilang? Enggak jorok. Pikiranmu aja kali," jawabku sambil mengetuk dahinya pelan.

"Aku nggak mikir jorok, kok. Cuma keinget aja."

"Inget apa? Aku nggak inget apa-apa."

Untuk pertama kalinya, desisan Arin keluar begitu lancar tanpa hambatan, "Berlagak lupa."

"Apa sih?"

"Tuh, kan. Cowok itu emang gitu, gampang lupain sesuatu yang dianggap penting buat cewek."

"Kalau mau debat, besok aja habis pulang ngantor. Ngantuk."

"Tahu, gelap. Pulang sana. Aku mau tidur," jawabnya sambil menarik selimut sampai atas kepala.

I'm so in love with you

And I hope you know

Darling, your love is more than worth it's weight in gold

Aku hanya diam dan menunduk dalam, menunggunya terlelap dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya sampai satu kecupan dipipi yang mendarat mulus, membuatku menoleh dan tersenyum lebar. Wanita cantik itu kembali berpura-pura tidur. Arin yang pemalu, yang membuatku betah berada di dekatnya.

"I love you, besok aku kesini lagi," bisikku setelah berhasil meninggalkan satu kecupan di kepala, "Aku bawain ice cream."

I'm gonna love you 'til

My lungs give out

I promise till death we part

Like in our vows.

-End-

Hanya Kata dari Rasa (One Shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang