BAB 14

5.2K 254 0
                                    

Ali menutup pintu kamarnya dan ia kini menatap Ela disana, wanita itu sedang duduk di sofa. Beberapa menit yang lalu ia panik, ia tidak mendapati Ela di kamarnya, dan ia mencari keberadaan Ela ke berbagai tempat. Tidak butuh waktu lama, ia mendapati Ela ternyata wanita itu di restoran lantai dasar.

Membuatnya tidak percaya, wanita itu bersama Hasan sepupunya. Padahal ia sudah memperingatkan kepada wanita itu, bahwa jangan pernah mendekati Hasan. Nyatanya beberapa jam ia tinggalkan wanita itu malah bersama Hasan. Ingin sekali ia meninju Hasan, yang telah berani mendekati Ela.

Ali melangkah mendekati Ela, dan melipat tangannya di dada. Ia butuh penjelasan wanita itu.

"Kenapa kamu ada di restoran? Bukankah saya menyuruh kamu menunggu saya disini?" Tanya Ali.

Ela mengerutkan dahi, Ali sudah seperti pacar posesif. Kata-kata itu menunjukkan bahwa ia berkuasa atas dirinya. Oh, Tuhan padahal laki-laki itu bukan siapa-siapa nya, dan laki-laki itu baru beberapa hari ia kenal. Kenapa ia sudah seperti pacar egois yang tidak memperbolehkan ia keluar.

"Ini sudah jam makan malam, dan saya ingin makan" ucap Ela.

"Kenapa tidak menunggu saya?" Tanyanya lagi.

"Saya sudah terlalu lama menunggu kamu, saya pikir kamu tidak akan datang, dan saya putuskan untuk pergi sendiri".

"Nyatanya saya datang, dan tidak mendapati kamu di kamar. Kamu malah bersama Hasan disana" .

Ela lalu berdiri, menegakkan tubuhnya. Ia tidak terima Ali berkata seperti itu, ia sudah seperti wanita yang sedang kepergok selingkuh.

"Saya tadi pergi sendiri, Hasan lah yang menghampiri saya. Saya juga tidak tahu bahwa dia sudah duduk dihadapan saya" Ela menyulut emosi.

"Apa yang dia bicarakan, kepada kamu?".

"Tidak ada, saya tidak sempat mengobrol banyak dengan dia".

"Hasan pasti akan mendekati kamu dan bertanya-tanya tentang kamu".

"Saya tidak merasa dia mendekati saya. Dia bertanya kepada saya, saya berasal dari mana, saya menjawab dari Indonesia. Itu saja yang ia tanyakan. Setelah itu kamu datang".

"Yakin itu saja yang ia tanyakan, tidak lebih" tanya Ali lagi. Ia sepertinya sudah bisa membaca gerak-gerik Ela. Ia tahu bahwa Ela masih belum menceritakan semuanya.

"Ya hanya itu saja".

"Yakin hanya itu?" Tanya Ali.

"Jika tidak percaya, kamu bisa bertanya langsung kepada Hasan".

Ela sepertinya sudah tersulut emosi. Ia baru tahu bahwa Ali mempunyai sifat seperti itu.

Ali menarik nafas, ia memegang dagu Ela, di tatapnya iris mata itu. "Dengarkan saya, saya tidak suka Hasan mendekati kamu. Apalagi melihat kalian berdua seperti tadi".

"Kenapa kamu tidak suka Hasan mendekati saya? Apa yang salah dari Hasan".

"Terlihat jelas Hasan ingin merebut kamu dari saya".

"Kamu berkata seperti itu, seakan kamu kekasih saya. Ingatlah kita hanya dipertemukan di sini. Kamu tidak berhak mengatur-ngatur saya".

"Kamu sudah memutuskan, masuk ke dalam hidup saya sejak pertama kali kita bertemu. Bagi saya kamu sudah bagian dari saya".

"Bagian dari kamu? Apa maksud kamu" Ela semakin tidak mengerti.

Ali mengatur nafasnya, sepertinya ia kacau hari ini. Ali mengelus wajah Ela.

"Maaf" ucap Ali, ia lalu mengecup kening wanita itu. Dikecupnya dengan segenap hati dan perasaanya. Ali sadar ia sudah membuat wanita itu takut kepadanya. Untung saja ia masih bisa mengontrol emosinya, jika tidak ia sudah pastikan wanita itu menangis di ranjang.

"Maafkan saya, saya mungkin terlalu emosi atas kejadian tadi" ucap Ali, dan lalu menjauhkan kepalanya.

Sementara Ela nelangsa dalam hati. Ia memeluk tubuh Ali, mencurukkan wajahnya di dada bidang itu.

"Iya tidak apa-apa" ucap Ela.

Ali mengelus punggung ramping Ela, "Kamu belum makan" tanya Ali.

"Belum".

"Kamu ingin makan apa, hemm" ucap Ali, ia mengecup puncak kepala itu .

"Saya sudah tidak lapar lagi. Rasa lapar saya sudah hilang begitu saja".

Ali melonggarkan pelukkanya, dan ia menatap wajah cantik itu. "Tidak lapar lagi? Mana ada yang seperti itu?".

"Ini Karena aksi marah kamu yang tidak jelas itu. Membuat lapar saya hilang seketika".

"Benarkah? Lapar dan marah jelas dua hal yang berbeda".

"Ya memang berbeda" sungut Ela.

Ali merogoh ponsel miliknya, "kamu mau makan apa, sebaiknya kita pesan dan biar mereka mengantarnya kesini".

"Apa saja" Ela melepaskan pelukkannya dan menjauhi Ali.

Ali menarik pinggang itu kembali, merapatkan ketubuhnya. Ela hanya diam, ketika Ali melakukan itu kepadanya. Ela juga tidak memberontak justru dipelukkan Ali membuatnya tenang.

"Ada apa lagi" tanya Ela.

"Bolehkah saya mencium kamu?" Tanya Ali.

"Tidak boleh" timpal Ela.

"Kenapa?" Alis Ali terangkat.

"Karena kamu sudah memarahi saya".

"Saya bukan memarahi kamu, saya hanya terlalu cemburu" Ali merapikan anak rambut Ela, diselipkannya di telinga itu.

"Apa yang mesti kamu cemburukan?".

"Hasan".

"Ya Tuhan, saya bahkan tidak mengenal Hasan. Saya juga bukan jenis wanita yang bisa luluh dengan laki-laki lain".

"Baguslah kalau begitu. Bisakah saya mencium kamu, agar membuat hati saya tenang kembali".

Ela tersenyum dan ia lalu mengalungkan tangannya dileher Ali. "Ya, lakukanlah".

"Terima kasih".

Ali lalu meraih tengkuk Ela, dan dikecupnya bibir itu dengan segenap hati dan perasaanya.

***********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang