“Tidak mau, ah.”
Respon penolakan diutarakan oleh Junho yang baru saja bangun dari tidur siangnya. Sedaritadi ia hanya bergelut dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya, seakan enggan untuk beranjak dari kasurnya. Namun sialnya, sebuah panggilan masuk menghancurkan semua rencana yang telah ia siapkan.
Suara kekehan renyah terdengar di ujung sana, membuat pemuda yang tengah beristirahat itu merengut kesal. Netra kelamnya itu ia pejamkan sejenak, berusaha menghilangkan kantuk yang masih enggan pergi darinya.
“Ayolah, Junho! Temani aku ke pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan bulananku, ya? Kumohon.”
Mendengar Yohan yang merengek itu membuat Junho tanpa sadar mengulum senyum, merasa gemas akan perangai sang kekasih. “Tidak, hyung. Aku sedang sibuk.”
Terdengar helaan nafas di seberang sana, membuat Junho menerbitkan sebuah cengiran di bibirnya. Kekasihnya itu sangat mudah dikerjai. Yohan disana mungkin tengah bersedih sebab tak dapat menemuinya; yang sebenarnya tak sibuk sama sekali dan hanya berbohong akan alasan.
“Sibuk dengan siapa? Ada acara keluarga, ya? Atau acara dengan temanmu? Aku bisa mengantarkanmu, kok!”
Pertanyaan yang dilontarkan Yohan itu membuat Junho tertawa dalam hati, tak dapat disembunyikan olehnya raut bahagia sebab telah berhasil mengerjai sang kekasih. Namun sepertinya, ia masih ingin mendengar respon menggemaskan seorang Kim Yohan yang masih bersikukuh untuk mengajaknya pergi itu.
“Aku ada jadwal dengan Eunsang. Jadwal belajar bersama yang mungkin akan sampai malam hari.”
“Hanya berdua?”
Junho tersenyum lebar, “Iya, hyung. Kami akan menghabiskan waktu berdua untuk menyelesaikan kumpulan soal yang tidak aku mengerti.”
Tak ada respon lagi dari ujung sana. Hanya suara semilir angin yang mulai menginterupsi rungu milik Junho. Ah, Yohannya tengah terbakar api cemburu sepertinya.
Junho mengganti fitur panggilan suara dengan panggilan video, lalu mengarahkan kamera yang ada di ponselnya itu kearah langit-langit kamar. Netranya mulai tangkap pemandangan ruang keluarga rumah Yohan, yang sepertinya sengaja dilakukan sang kekasih agar tak tampilkan wajahnya.
“Hyung,” Hanya sebuah dehaman yang keluar dari ujung sana, membuat Junho yang mendengar itu terkekeh. “aduh, jangan marah padaku, dong! Aku kan hanya bercanda.”
“Hm.”
Junho menghela napas, “Hyung! Aku serius. Maafkan aku, ya?”
Yohan tidak menjawab. Ia mulai mengarahkan kamera pada televisi yang mulai ia hidupkan, tak berniat mengalihkannya pada wajahnya sendiri. Sedangkan Junho mulai menghela napas panjang, memilih untuk mengganti pemandangan lewat kamera belakang itu dengan kamera depannya.
Ia menutup wajahnya sebagian dengan selimut, hanya menampilkan kedua matanya yang terlihat menggemaskan di mata Yohan. Surai milik Junho dan poni miliknya yang berantakan membuat Yohan ingin segera pergi ke tempat itu dan merapihkannya.
“Jangan bercanda seperti itu lagi, Chacha.”
Junho mengangguk mafhum. Yohan yang marah dan cemburu terkadang memang menyebalkan. Namun sialnya, ia tak bisa protes akan hal itu.
“Jadi, kau di rumah?” Yohan kembali buka suara, pun mulai menampilkan wajahnya untuk memenuhi layar gawai sang kekasih. Junho mengangguk pelan, mata sipitnya itu terbenam seakan menunjukkan pada sang kekasih bahwa ia tengah tersenyum.
“Omong-omong, kau terlihat menggemaskan walau aku hanya melihat sepertiga bagian wajahmu, Junho.”
Junho yang merasa malu itu langsung mengganti fitur panggilan video dengan panggilan suara. Hal itu pun lantas memancing tawa dari yang lebih tua. Jika Yohan bisa berteleportasi ke rumah Junho, mungkin ia sudah mengacak surai milik sang kekasih sebab gemas.
Junho berdecak, “Ck, hyung! Jangan menggodaku.”
“Siapa yang menggodamu, sayang?”
Suara bariton Yohan lantas membuat Junho menegak ludahnya kasar. Tak pernah menyangka jika ini adalah kesekian kalinya ia merasa darahnya berdesir hanya karena suara itu menyapa rungunya.
“Ya, pokoknya, aku tidak suka. Jangan lakukan itu lagi.” Junho mencebikkan bibirnya kesal, selimut yang berada di atas tubuhnya itu mulai ia gigit sebagai pelampiasan emosinya. “Sudahlah, aku ingin tidur lagi saja. Sana pergi sendiri!”
Belum sempat Junho menutup panggilan itu, Yohan berteriak nyaris merusak indra pendengarannya.
“Dah, Junho! Sepuluh menit lagi aku sampai rumahmu. Aku mencintaimu.”
Panggilan dimatikan. Meninggalkan Junho yang mengumpat kesal sebab merasa jadwal istirahatnya malah terganggu.
“Yohan hyung menyebalkan!”
the end.
Writer’s note:
Hehehe. Gemas betul aku sama Junho.
Btw guys, aku mau nangis lihat ini. 😩
KAMU SEDANG MEMBACA
Praiseworthy | yojun
FanfictionEksistensi Cha Junho di mayapada itu seperti objek yang seorang Kim Yohan tak pernah bosan untuk kagumi pula puja. Entah itu tentang perangai atau durja, pula keahlian 'tuk lelehkan hati yang sebelumnya sekeras baja. Junho itu mengagumkan, dan Yoha...