Pretty

693 74 14
                                    

Salju mulai menghiasi surai milik Junho, membuat Yohan yang melihatnya terkekeh pelan. Kuasanya bergerak untuk menutupi Junho dari salju yang turun, sedangkan bibirnya membentuk cengiran.

“Aku tidak mau salju-salju ini memenuhi rambutmu dan membuatmu kedinginan.”

“Tangan hyung sama sekali tidak berguna,” Junho meraih tangan Yohan yang ada di atas kepalanya untuk ia genggam. “Intensitas salju yang turun itu tidak sedikit, hyung. Kalau kau hanya melindungi kepalaku dengan tanganmu, aku akan tetap terkena salju.”

Yohan terkekeh renyah. Kuasanya yang digenggam oleh Junho itu bergerak untuk memijat punggung tangan yang lebih muda, sampai pada akhirnya ia bubuhkan kecupan singkat diatasnya.

Semburat merah tipis terlihat kontras dari pipi Junho sebab suhu malam yang sepertinya mulai menelusup ke dalam tubuhnya tanpa izin, membuat tangan yang sehabis dikecup oleh Yohan itu ia tarik dan gunakan untuk menangkup pipinya sendiri.

“Dingin sekali.”

Yohan merangkul Junho yang tampak menggigil, pula menggerakan lengan kirinya untuk merapatkan tubuh kurus milik Junho ke tubuhnya. Junho menoleh, membuat Yohan dengan segala jiwa jahilnya mulai memajukan wajahnya untuk menggesekkan hidung bangir miliknya dengan milik sang kekasih.

Junho meremat jaket tebal yang dipakai Yohan, pula mulai tenggelamkan wajahnya pada dada bidang yang lebih tua. Kedua tangannya ia kalungkan pada leher Yohan, bermaksud cari kehangatan dalam dekapan ketika ia mulai eratkan rengkuhan.

“Kau hangat, hyung.”

Si Kim hanya memberi tanggapan berupa dehaman, dalam diam mulai bentuk senyuman tipis di bibirnya sebab perangai sang kekasih yang terlampau menggemaskan. Tak berani layangkan protes kala yang lebih muda nyamankan diri dalam rengkuhan hangat itu.

“Kau merasa nyaman dengan suhu tubuhku? Begitu?”

Junho mengangguk, semakin merapatkan tubuhnya pada yang lebih tua. Yohan bersumpah, Junho yang manja adalah suatu hal yang selalu ia rindukan.

Yohan yang merasa kulit lembut Junho menyentuh permukaan kulit lehernya lantas mengusap puncak kepala Junho perlahan. Nafas hangat Junho yang menerpa kulit Yohan membuat yang lebih tua itu tersenyum simpul.

“Kau kedinginan, Junho.” Yohan mengusap bahu milik yang lebih muda, meminta Junho agar melepas pelukan. “Ayo masuk ke dalam rumah. Kita hangatkan diri dan minum cokelat panas.”

Junho mendongak, “Hyung yang buatkan?”

Sebuah kecupan mendarat di pipi Junho sebagai jawaban singkat, membuat si Cha itu mencebikkan bibirnya kesal. Lagipula apa susahnya untuk menjawab antara opsi ya atau tidak dibanding curi kesempatan dengan kecupan? Kim Yohan itu memang menyebalkan.

“Iya, hyung yang buatkan untukmu.”

Mata yang lebih muda berbinar penuh harap, seakan tak sabar untuk cicipi minuman yang Yohan maksud. Yohan yang melihatnya lantas mengecup kedua mata milik Junho cepat.

“Ya sudah. Kalau begitu, lepas pelukan ini dulu. Aku perlu ke dalam dan mempersiapkan semuanya. Sedangkan kau perlu menghangatkan dirimu, Junho.”

Sepersekon kemudian pelukan terlepas, meninggalkan Junho yang masih setia mengenggam tangan Yohan tanpa ada hasrat untuk melepas. Yohan merogoh saku jaketnya untuk mengambil gawai miliknya, untuk menengok perihal jam sebab khawatir jika ini sudah terlalu malam.

“Hyung, aku masih ingin menikmati malam pergantian tahun ini.”

Kedua netranya selesai tatap gawai, mulai alihkan atensi pada Junho yang tengah menengadah ke atas menatap langit malam. Junho dan salju adalah suatu kesatuan yang indah, memanjakan mata, dan sangat Yohan syukuri eksistensinya.

“Karena ada diriku?”

Junho mendengus, “Kau ini percaya diri sekali.” Lalu kembali menengadahkan kepalanya untuk nikmati pemandangan langit malam.

“Junho.”

Junho yang baru saja menengadahkan kepala untuk menikmati turunnya salju pada durja, pula nikmati eksistensi langit malam yang entah kenapa terlihat beribu kali lipat indahnya itu menoleh, diikuti dengan senyum yang terbit di bibirnya. “Ya, hyung?”

Yohan berjalan mendekat, mengusap pipi milik sang kekasih yang terasa dingin itu. Junho hanya mematung dan tak mengeluarkan suara. Tak layangkan protes akan afeksi kepada yang lebih tua dan memilih hanya diam nikmati sentuhan.

“Kau terlihat indah sekali.”

Pujian yang terlontar secara tiba-tiba itu membuat Junho mematung, karena jantungnya tak siap. Pipi dalamnya ia gigit, berusaha menahan diri agar tak memekik walau rasanya lutut telah melemas.

Yohan tersenyum lebar, hampir menenggelamkan kedua mata sipitnya. Kuasanya bergerak untuk menangkup kedua pipi Junho, daratkan sebuah kecupan panjang di penutup hari pada dahi. “Kau benar-benar indah, Junho. Seluruhmu begitu indah.”

the end.

Writer’s note:

Pusing ngga sih kalian kalau punya pacar kaya Yohan yang super duper cheesy gitu, argh. Aku sih udah pusing terus kleyengan. Heu tapi senang juga karena punya pacar yang romantis kaya Yohan. Tapi emang, sih, Junho tuh indah banget. Huhuhu adikku.

Omong-omong, maaf aku publish ulang soalnya revisi sedikit. Hehehe. Maaf, ya?

Dan sekaligus, kalau kalian mau request kaya School life!AU, College life!AU atau sampai mau Local!AU pun aku terima. Bisa dm aku atau kasih komentar disini.

Praiseworthy | yojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang