08. Kecelakaan

598 51 9
                                    

"Benar kan, wajar patah hati ketika kau memilih untuk mencintai seseorang. Mungkin ini hanya karena untuk pertama kalinya, jadi kau belum bisa mengatur bagaimana hatimu ke depannya...

... Tapi ingat Jen, ketika cinta pertama seseorang gagal... selalu akan ada cinta kedua dan selanjutnya. Walau your first sight memiliki tempat tersendiri di hatimu, percayalah akan ada yang memahami itu Jen." Mark tersenyum sambil menepuk pelan pundak Jeno.

Jeno yang sedaritadi menundukkan kepala, kini terangkat dan menatap Mark penuh dengan tanda tanya. "Aku masih tidak paham, hyung..."

"Tenang saja, semua akan kau pahami dengan seiringnya waktu. Perlu kau ingat, mencintai itu tak selamanya sesuai dengan ekspektasimu. Jadi kau harus siap menerima konsekuensinya ketika berani menaruh harapan pada orang lain."

"Apa aku akan baik-baik saja? Padahal ini pertama kalinya aku memberikan hatiku pada seorang wanita, tapi malah berakhir dengan patah hati sebelum memulai. Karena sainganku... Daddyku sendiri," sahut Jeno dengan ekspresi sedihnya.

Mark sedikit terkejut. Mendapati fakta bahwa pemuda di hadapannya ini harus menanggung kisah cinta pertama yang memiliki saingan Ayahnya sendiri, adalah hal yang jauh dari perkiraan Mark. Ia mengira kalau Jeno patah hati karena kalah saing oleh temannya.

"Jinjja? Woah, maksudmu chef Jaehyun? Dia adalah sainganmu? Kalian bertengkar hanya karena memperebutkan satu wanita?" Mark bertanya dengan intonasi yang cukup tinnggi.

Mark hanya tak habis pikir bagaimana bisa seorang Ayah dan Anak bersaing untuk mendapatkan satu hati wanita? Terasa aneh menurut Mark. Seperti tidak ada wanita lain saja di dunia ini. Apakah wanita itu yang memang sengaja mengadu domba Ayah dan anak itu? Tapi, tidak... Mark tak boleh berasumsi secepat itu.

Jeno mengangguk mantap. "Dan baru saja... aku melihat saudara kembarku sendiri, Jisung tengah mencium wanita yang kami sukai."

"MWO? Astaga, ini gila! Kalian benar-benar keluarga aneh. Aku tidak tahu harus berkata apa, Jen." Mark tercengang mendapati fakta lainnya ini.

Mendesah pasrah, Jeno kembali menundukkan kepalanya. "Salahku juga, kenapa harus menaruh hati pada wanita yang lebih tua. Dia itu guruku sendiri, walau usia kami hanya terpaut tiga tahun. Seharusnya aku mengalah demi Daddy. Tapi, aku malah egois."

Kali ini Mark bingung harus memberi saran seperti apa. Dirinya sendiri pun kalau ada di posisi Jeno, juga akan kebingungan. Ingin marah tapi tak ada hak apa pun. Terlebih, saingannya bertambah yang awalnya hanya Ayahnya saja namun kini dengan saudara kembarnya juga.

"Begini saja Jen. Kau pikirkan lagi bagaimana perasaanmu terhadap gurumu itu. Itu benar-benar cinta atau hanya sekadar kau haus akan kasih sayang seorang Ibu? Bisa aku pastikan, wanita itu bersikap baik dan lembut padamu kan?" Mark kembali duduk di sofa yang tak jauh dari Jeno.

Jeno mengangguk. "Kau benar, hyung. Anna memang sangat baik padaku. Dan sikapnya juga begitu lembut. Aku mengenalnya sejak lama, saat aku menjadi muridnya di suatu instansi bimbingan belajar. Sampai akhirnya kami bertemu di sekolah."

"Nah, coba kau pahami lagi bagaimana perasaanmu pada gurumu itu. Mungkin saja itu hanya rasa kagummu padanya? Bisa saja 'kan?" sahut Mark.

Jeno terdiam, semua kata-kata Mark begitu membuatnya harus berpikir ulang. Benar juga... apa perasaannya selama ini adalah cinta? Atau hanya sekadar rasa suka dan kagum terhadap Anna?

"Sudah Jen... kau itu masih muda. Kalau pun kau memiliki rasa terhadapnya, ada baiknya kau pantau dulu bagaimana reaksinya terhadapmu. Dan mungkin, ini waktunya Ayahmu mendapat teman hidup untuk masa tuanya?" lanjut Mark mencoba memberi pengertian pada Jeno.

Daddy-able | Jung Jaehyun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang