Dewa, ingin sekali menyuruh Marsya mengambil cuti selama kehamilan. Meski baru berusia dua bulan, anaknya tumbuh dengan baik di rahim wanita itu. Terbukti, perut Marsya sudah terlihat meski tertutup kemeja kerjanya.
Namun, karena keadaan wanita yang tengah mengandung anaknya tersebut sangat baik, untuk seorang wanita yang tengah hamil muda, Dewa tidak punya alasan atas keinginannya itu.
Tidak pernah sekalipun ia melihat istrinya muntah, atau setidaknya mual.
Agaknya, ia memang memperistrikan seorang wanita tangguh dengan segala kesempurnaannya.
"Tunggu!"
Dewa mencegat Melinda---sekretaris---istrinya. Matanya melirik kantung plastik di tangan wanita itu.
"Itu...pesanan Marsya?"
"Iya, Pak."
Dewa seperti merasa angin segar sedang melambai di jantungnya.
"Boleh berikan pada saya?"
Tentu Melinda ragu. Ini pesanan atasannya, dan sekarang suami atasannya meminta pesanan itu.
"Akan saya antarkan, kamu boleh ikut saya."
Melinda menyerahkan kantung plastik tersebut dengan wajah ragu.
Kemudian mengikuti suami atasannya masuk ke ruangan Marsya.
Dewa berdeham, begitu kepala Marsya mendongak menatapnya ketika ia masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
Tanpa basa-basi, ia meletakkan plastik tersebut di meja sofa dan duduk di sofa panjang.
"Ada perlu apa?" mata Marsya memindai laki yang baru saja masuk, dan duduk di sofa ruangannya dengan sebuah bungkusan plastik.
"Mau makan sekarang?"
Marsya menutup laptopnya, dan berjalan ke arah sofa.
Dewa membuka bungkusan plastik, dan terkejut melihat isinya.
Rujak?
Pagi-pagi begini?
"Kamu ngidam?"
Marsya menggeleng, tanpa bertanya pun, ia sudah tahu gerangan campuran buah-buahan itu.
Bukan ngidam? Jam delapan, masih pagi, kan, untuk menu sepiring rujak yang sudah di masukkan dalam mangkuk oleh si pemesan?
"Mulutku lagi nggak enak. Makanya, mau kucoba dengan makanan ini," aku Marsya, membuat Dewa mengerjap.
Anggapannya salah.
"Mau?" Marsya menyodorkan sendok tepat di bibir Dewa.
Dewa memundurkan kepalanya.
"Bentar, aku ambil sendok lain."
"Tidak usah. Kamu saja yang makan!"
Oh.
Marsya kembali duduk, dan menyuap sesendok rujak.
Tapi... Rasanya, tidak enak. Padahal, biasanya enak.
Apa, mbok Rini salah bumbu?
Melihat Marsya mengaduk rujak dalam mangkuk, Dewa merasa bingung. Namun, hanya sesaat, bingung itu berubah menjadi kekagetan.
Rujak sepuluh menit yang lalu di bawanya, berakhir dalam tong sampah belakang pintu ruangan Marsya, berikut mangkuk dan sendoknya.
"Kenapa di buang?"
"Nggak enak."
Marsya kembali ke sofa, duduk dengan tenang dan menatap wajah Dewa. "Ada perlu apa, keruanganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMA AKU AJA
Science Fiction🌹 🌹 🌹 🌹 Oya. Cerita ini aku private! So, yang mau baca, bisa follow terlebih dahulu 😄 Muachhhh...