8

42.9K 3.7K 187
                                    

Retno kagum melihat sosok istri putranya. Bangun di pagi buta, sebelum orang-orang terjaga dan membereskan rumahnya hingga menjemurkan pakaian yang tidak sempat dilakukan karena repot bolak balik ke rumah sakit.

Tidak mungkin ia membiarkan, Marsya yang baru pertama kali mengunjunginya, sendiri meski ada putranya di rumah.

"Biar Ibu saja, nduk."

"Sudah selesai ini, Bu." Marsya menoleh sekilas sebelum kembali pada bilasan beberapa piring lagi.

Memang tidak banyak piring kotor, tapi mengingat ini pertama kalinya wanita yang sudah diperistri Dewa, ke rumahnya. Ia merasa tidak enak.

Setelah selesai, Marsya menyeduh teh dan membawa ke ruang tamu. Ia tahu, ibu mertuanya pasti menunggunya di sana.

Kekaguman Retno bertambah, kala Marsya membawa nampan berisi tiga cangkir seduhan teh.

"Nida, nggak apa ditinggalin, Bu?"

Lihatlah wanita itu, sama sekali tidak sungkan atau memposisikan dirinya dengan tingkah seorang pengantin yang malu-malu ketika dihadapkan dengan mertua.

Ia masih ingat kedatangan Ayu tiga bulan yang lalu. Meski ramah, Ayu masih malu-malu dan terlihat manja pada putranya.

"Ada bude Naili," sahut Retno.

Wanita paruh baya itu melihat, anak dan menantu yang duduk bersisian dan teduh untuk dipandang matanya.

Tidak ada aksi lempar senyum, pegang tangan atau gelayutan manja seperti pasangan pengantin alay lainnya.

Mereka tampak normal, dan keduanya penuh wibawa. Retno juga bahagia, melihat bukti hubungan keduanya berjalan baik, di batang leher Marsya.

Anaknya, bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.

Termasuk menikahi gadis, yang seharusnya menjadi kakak iparnya.

"Aku ke sini, jenguk Ibu dan Nida. Sekalian bawa kabar gembira." Dewa menatap wajah senja wanita yang sudah melahirkannya.

"Marsya sedang hamil, Bu."

Retno membeliak, kemudian menengadahkan tangannya mengucap syukur yang tak terhingga atas karunia ini.

"Berapa bulan, nduk?"

"Dua, Bu."

Dalam hati, Retno merasa bersalah, karena terlambat mengetahui kabar gembira ini.

Tadi subuh, saat ia pulang dari rumah sakit, ia menemukan menantunya itu sedang memasak, mencuci piring hingga menjemurkan pakaiannya.

"Kenapa baru ngasih tahu sekarang?"

Marsya tersenyum, senyum yang sering Dewa lihat kemarin di rumah sakit dan ketika berhadapan dengan ibunya.

"Kamu juga nduk, sudah tahu hamil kenapa malah melakukan kerjaan rumah? Usianya masih sangat rentan, nduk."

Kerut-kerut dalam menghiasi kening Dewa, ketika mendengar ucapan panjang ibunya.

"Marsya nggak ngangkatin yang berat-berat, Bu." Marsya bukan ingin membela diri, melainkan membuat ibu mertuanya tidak khawatir.

Kini, Dewa menoleh sepenuhnya pada Marsya. "Kamu ngapain tadi?"

Marsya ikut melihat suaminya. Jelas sekali raut penasaran dan khawatir di wajah Dewa.

"Cuma masak."

Dewa baru saja akan menarik nafas, namun ucapan ibunya menahan ia melakukan itu.

"Sama cuci piring, cuci kain lap sampai menjemur pakaian." Retno terkekeh. "Sepertinya, Ibu akan punya teman ngobrol, melihat istrimu telaten mengurus rumah."

 SAMA AKU AJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang