Chapter 03

463 50 2
                                    

****


Rindu dengan kedua orangtua. Itulah alasan mengapa saat ini Shani duduk manis disofa ruang tamu rumahnya lengkap dengan koper besar disamping kakinya.

Yulita memicingkan matanya menatap sang putri curiga.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Yulita melirik koper besar milik putrinya.

Shani yang semula sibuk mengunyah kue kering yang selalu Mamanya sediakan diatas meja pun menatap sang Mama aneh.

"Emang nggak boleh Shani main kerumah orang tua Shani sendiri?" tanyanya enteng dan kembali memasukan sepotong kue kering kedalam mulutnya.

"Kamu nggak lagi berantem sama Rian, kan?" tanya Yulitq penuh curiga.

Shani memutar bola matanya malas. "Ma,"

"Dari Mama buka pintu buat aku masuk. Mama udah tanya itu enam kali loh Ma. Dan jawabannya tetep sama kalau aku nggak berantem sama Ri-an." ujar Shani sedikit kesal dan penuh penekanan.

Semenjak kakinya menginjak kedalam rumah, bukan sapaan dan pelukan hangat yang ia dapat dari Mamanya. Melainkan tatapan curiga dan selalu diberi pertanyaan mengenai hubungannya dengan Rian.

Ya sebenarnya Mamanya itu tidak salah. Justru yang salah itu dirinya yang datang kerumah orangtuanya larut malam lengkap dengan sebuah koper besar. Itu yang membuat dirinya terlihat seperti orang yang tengah kabur dari rumah karena bertengkar dengan sang suami.

"Trus Riannya mana kalau kamu nggak berantem sama dia? Harusnya dia nganterin kamu kesini donk."

"Rian itu nggak ada dirumah dari tadi siang Ma, makanya aku kesini buat nginep. Trus besok aku udah mulai pemotretan jadi aku bawa barang-barang aku sekalian." jelas Shani membuat Yulita manggut-manggut.

"Trus Riannya kemana?"

Shani mengangkat bahunya acuh. "Nggak tau. Emang aku emaknya apa? Emaknya aja belum tentu tau, apalagi aku."

Yulita menoyor kepala putrinya. "Kamu itu kan istrinya. Masa kamu nggak tau suami kamu pergi kemana?"

Kepala Shani menggeleng. "Ya aku emang nggak tau Mama. Yakali setiap dia pergi selalu aku tanyain, berasa aku petugas sensus donk Ma yang banyak tanya."

Yulita menghela nafasnya jengah. "Yaudah terserah kamu. Yang penting kamu jangan lupa kabarin Rian kalau kamu ada disini. Mama nggak mau Mantu Mama yang ganteng itu pusing karena nyariin anak bandel kayak kamu." ujar Yulita mulai lelah menghadapi putrinya yang selalu menjawab perkatannya.

Shani memutar bolamatanya malas dan mencibir perkataan Mamanya. "Ck! Ganteng apaan, gantengan juga pantat panci Mang Udin!" gumam Shani kesal dan kembali melahap kue kering yang tersisa sepertiga toples.

****

Rian menaiki tangga rumahnya dengan terburu- buru begitu melihat kedalam rumahnya yang gelap dilantai dua. Jam dipergelangan tangannya menunjukkan pukul 11 malam, namun dirinya barusaja sampai rumah karena terlalu larut dalam obrolan yang ia ciptakan bersama teman lamanya disebuah restoran yang tak jauh dari komplek rumahnya.

Padahal tujuan utama Rian menyambangi restoran tersebut adalah untuk membelikan makan malam untuk Shani. Tapi karena restoran tersebut milik teman lamanya, jadi ia memutuskan untuk mengobrol sejenak.

Punggung tangan Rian mengetuk beberapa kali pintu berwarna coklat yang merupakan pintu kamar Shani.

"Shani," panggil Rian dengan suara datarnya.

Heart Attack || Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang