Fate 15 » Ionian Hetairoi

229 36 44
                                    

• Ӎ-ӱ ┼ Ӻ-ӑ-ԏ-є •

       'Kosongkan tempat ini,' katanya. 'Privasi,' katanya. Enkidu tak mengatakan apapun perihal perintah semena-mena sang pangeran. Tapi apa boleh buat, Gilgamesh sudah memberanikan diri mengatur momen ini. Sekarang, seluruh waktu serta perhatian sang gadis berhasil dimiliki pria emas itu.

       Gilgamesh sedikit membungkuk di hadapan Saber, meraih jemari lentiknya dan mencium punggung tangan sang gadis yang mulus. Sangat berbeda dari tangan-tangan pemegang pedang lain yang terasa kasar juga tebal. "Kau cantik sekali," aku sang pangeran. Puas melihat rencana pertamanya diwujudkan sang gadis. Ia nampak cocok mengenakan warna kebanggan Gilgamesh, merah―melambangkan keberanian serta kekuatan.

       "Te-terima kasih," jawab Saber, entah harus berkata apa lagi.

       Tanpa basa-basi, Gilgamesh menuntunnya balik ke kanopi di seberang kolam. Sang pangeran mempersilahkan sang gadis duduk di resbang, sedangkan dia sendiri mengambil tempat di bangku lain.

       Gilgamesh mulai menuangkan iskaranu ke dua wadah emas. Cairan ungu kemerahannya tampak menggoda di sepasang zamrud sang gadis. "Aku senang kau menurut kali ini," sang pangeran memulai. "Kupikir harus turun tangan mencari dan menjemputmu."

       Saber berdeham, mengakhiri ucapan Gilgamesh. Kelopaknya menutup seraya menjawab, "Aku ini orang yang sensibel. Jadi tak perlu khawatir."

       Mendengarnya, Gilgamesh menyenderkan tubuh sambil memainkan gelas kuning di tangan. Ia tersenyum miring menatap cairan anggur yang merombak dalam wadah. Sesekali ia meneguknya, sedikit demi sedikit.

       Sang gadis pun mengernyit heran. Kelakuan si pria emas saat ini terbilang cukup tenang dan ... kalem. 'Canggung sekali,' batin Saber. Namun, biarkan saja air mengalir mengikuti arusnya. Nikmati apa yang telah disuguhkan. Jamuan asing nan unik, minuman khas yang sama sekali enggan disentuhnya, dan pemandangan yang luar biasa indah.

       "Bagaimana latihanmu?" tanya sang pangeran tiba-tiba.

       Saber kalap dan meremas-remas kain jubah. "Berjalan seperti biasa. Aku latihan berpedang sendiri di daratan seberang, tidak perlu khawatir," jelasnya runtut. Ia memang pembohong amatir.

       Gilgamesh diam. Saber pun turut diam. Ia tak melihat bila buku-buku jari sang pangeran memutih akibat menggenggam wadah emas terlalu kuat. "Kau," panggilnya, memicing dan mencondongkan badan ke arah Saber, "Memang pembohong yang buruk."

       Sang gadis sontak menghentikan lengannya yang hendak meraih sebuah zaitun. "Maaf?" tanyanya kurang paham.

       Gilgamesh tertawa sinis. "Kukira bakal memaafkanmu jika saja kau berkata jujur tadi. Latihan sendiri? Yang benar saja!" Gilgamesh tidak mungkin membiarkan sang gadis sendiri setelah insiden kereta pemasok beberapa hari lalu. Terlebih lagi, Uruk merupakan kota besar. Orang-orang datang dan pergi. Oleh sebab itu, menyuruh seseorang demi mengawasi Saber adalah hal yang tepat baginya. Semua kegiatan sang gadis sepanjang siang pastinya sampai ke telinga tanpa hambatan. Awalnya, ia marah, tetapi ini bukanlah salah sang gadis. Lelaki Barat itulah yang menjadi pusat amarah Gilgamesh. Andai tidak ada jalinan aliansi, ia sudah menghabisi para Fianna karena menginjakkan kaki di Uruk. Namun, kebohongan Saber jauh lebih menyakitinya.

       "Gil―" Saber bangkit berniat meluruskan.

       "Jangan!" bentak Gilgamesh murka. Entah mengapa, ia merasa terkhianati. Ia merasa jadi orang paling menyedihkan di seantero benua. "Jangan panggil namaku jika sedari awal kau memang tidak mengerti."

       Saber tertegun di tempat. Perlukah dia sampai marah segitunya? Apa yang salah sebenarnya? Lagipula, Saber tak mengingat apa yang terjadi selama ia tergeletak semaput di pinggir Eufrat.

My FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang