Keluhan Saya Terhadap Waktu

61 9 8
                                    

Hari-hari pun berlalu semenjak saya ditolak si gadis kuncir. Saya sempat putus asa dan mengalami sindrom "malas mau ngapain saja" bahkan mau ngeluh pun sama sekali tidak bergairah. Kini saya benar-benar mempertanyakan apa iya tampang saya rupawan. Kalau tampan harusnya ada satu atau dua perempuan yang senyum-senyum atau minimal curi-curi pandang kalau ketemu sama saya di jalan. Tetapi ini kok enggak. Setiap hari saya perhatikan perempuan-perempuan yang berpapasan dengan saya reaksi mereka biasa-biasa saja. Kayak kurang respon. Kebanyakan reaksi mereka memalingkan muka atau sibuk menatap layar ponselnya. Seolah keberadaan saya ini tidak ada maknanya di hidup mereka. Ya, mungkin memang benar itu kenyataannya, bukan "seolah" lagi. Boro-boro disenyumin, hanya sekadar untuk melihat wajah saya saja mereka enggan. Cuma kasir Indomaret yang memberikan senyumannya, itu pun kebetulan cowok yang sedang jaga, waktu saya beli Tolak Angin di sana.

Mungkin saya lagi stres. Kondisi batin melemah sepertinya berpengaruh juga pada imun tubuh yang membuat kinerjanya menjadi terganggu. Saya jadi gampang terserang penyakit. Makan gorengan dikit sariawan. Minum air dingin langsung radang tenggorokan. Kena angin malam sebentar seketika masuk angin. Apalagi kalau disedot kupu-kupu malam kali ya, mungkin saya langsung semaput di tempat.

Orang yang berpikir positif mengatakan umur hanyalah angka. Jangan biarkan usia menghalangimu untuk bahagia. Terobos segala hambatan. Lakukan semua apa yang kamu sukai karena hidup cuma sekali. Saya ingin mempercayai ungkapan itu dengan segenap ketulusan hati yang masih tersisa, itu pun jikalau ada, namun nyatanya ketika umur semakin senja, semakin banyak pantangan juga untuk melakukan apa yang saya sukai. Ambil contoh yang paling dekat. Saya suka makan es krim. Sayangnya, waktu kecil es krim adalah makanan mewah bagi saya. Hanya setiap lebaran saya bisa beli es krim dari uang ketupat hasil berkeliling ke rumah-rumah tetangga. Lebaran adalah saat yang tepat bagi anak-anak kecil zaman dulu untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Bahkan, saya dan teman-teman semasa kecil waktu itu sampai mendatangi rumah-rumah yang secara teritori sudah beda kelurahan. Kalau memungkinkan lebaran diperpanjang dua bulan, kami yakin bisa sampai ke Istana Saudi untuk minta uang ketupat kepada Raja Arab sekalian naik haji.

Sekarang saya sudah bekerja. Tidak perlu lagi menunggu lebaran buat beli es krim. Tapi kenyataannya pahit. Saya tidak serta merta bisa makan es krim. Segaris dengan bertambahnya umur, tubuh pun semakin rentan penyakit. Saya baru paham saat seminggu penuh mencoba makan es krim. Gigi jadi terasa linu, tidak lama kemudian saya langsung batuk-batuk. Siapa pun tidak bahagia bila terserang sakit gigi dan batuk secara bersamaan. Padahal itu akibat saya melakukan apa yang saya sukai.

Kini saya sepenuhnya sadar yang kejam adalah waktu. Mau sedang senang ataupun sedih, dia tidak akan menunggu. Coba kali-kali waktu memperlambat lajunya ketika kita merasa bahagia, dan mempercepatnya saat dirundung kesedihan agar segera berlalu. Tapi tidak. Waktu tidak punya perasaan. Dia konsisten menjalankan tugasnya. Rasanya baru kemarin saya bugil sambil hujan-hujanan, sekarang saya malah harus menjaga badan biar enggak kena masuk angin. Rasanya baru kemarin saya main ninja-ninjaan pakai sarung, kini orang-orang di sekeliling saya seperti berlomba-lomba nyuruh saya supaya cepat-cepat kawin. Anda sekalian jangan sampai tertipu oleh sebuah lagu. Bukan takdir yang kejam, melainkan waktu.

Kotak KeluhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang