Satu-satunya kelemahan yang saya miliki adalah saya tidak bisa bawa motor. Satunya lagi kurang mapan, satunya lagi suka ngeluh, satunya lagi gampang emosi, dan masih banyak satu-satunya lagi yang tidak bisa disebut satu-satu dalam tulisan ini. Kalau dipikir-pikir, saya cuma modal tampan.
Tentu, di zaman realitas sekarang ini, kaum perempuan masa kini banyak yang mulai mengandalkan logika daripada perasaan. Mereka tidak bisa ditipu lagi cuma dengan rayuan gombal dan janji-janji manis tentang masa depan. Mereka butuh bukti bukan cuma sekadar wacana. Sekarang wajah tampan saja tidak cukup untuk menggaet hati perempuan. Percuma punya suami tampan tapi akhirnya kelaparan. Mungkin mereka belajar dari pengalaman perempuan-perempuan terdahulu, dan kini mulai berhati-hati dalam mencari suami, karena yang sudah-sudah juga kalau cuma mengandalkan perasaan saja hidupnya lebih berpotensi masuk ke dalam zona serba susah.
Saya berani mengatakan perempuan sekarang bahkan lebih superior daripada lelaki di berbagai bidang tertentu. Itu menimbulkan polemik. Lelaki yang lemah mental bakal minder duluan untuk mendekati seorang perempuan yang pendidikannya lebih tinggi daripada mereka. Contohnya saya, biarpun memiliki wajah rupawan, saya tidak ada nyali mencari istri sarjana.
Seperti Anda sekalian tahu pendidikan saya cuma sampai STM. Di zaman itu kuliah adalah sesuatu yang mewah. Jangankan berpikir untuk melanjutkan kuliah, ijazah STM saja waktu itu harus ditahan dulu karena masih ada tunggakan. Hampir tidak mungkin bila seorang perempuan sarjana memilih suami yang pendidikannya lebih rendah daripada dirinya kalau enggak kepepet-kepepet amat.
Meskipun ada keajaiban, misalnya, seorang perempuan sarjana mencintai saya mati-matian yang seorang lulusan STM lalu mengajak untuk menikah, apakah mungkin kami mendapat restu orangtua dari pihak perempuan? Atau ada keajaiban lagi, ternyata calon mertua memberi restu walau semata demi menuruti keinginan anaknya, apakah setelah itu kami dapat menikah? Jawabannya, tidak bisa. Karena lelaki itu adalah saya.
Seorang lelaki minder macam saya punya perasaan yang lebih sensitif. Mereka terlalu banyak mikir setiap mau mengambil tindakan, yang sering kali berakhir tanpa berbuat apa-apa. Mereka takut gagal, padahal diamnya sendiri sudah menjadi kegagalan. Banyak kekhawatiran di dalam dirinya sehingga membuat mereka takut melangkah, padahal belum melakukan apa-apa.
Misal, dengan contoh yang tadi, ketika seorang perempuan sarjana ingin menikah dengan saya, bahkan orangtuanya sudah memberi restu, saya tetap tidak dapat menikah bersama perempuan itu. Sebab, sebelum itu terjadi, pikiran saya sudah terlalu jauh. Saya takut perempuan itu menjadi susah hidupnya gara-gara saya, padahal orangtuanya sudah susah payah menyekolahkannya sampai sarjana. Nantinya saya bakal menjadi suami yang tidak berguna. Yang paling saya khawatirkan perempuan sarjana itu malah repot membonceng saya ke mana-mana karena saya tidak bisa bawa motor.
![](https://img.wattpad.com/cover/172510193-288-k402308.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Keluhan
NonfiksiTulisan ini berisi keluhan-keluhan saya terhadap segala macam hal. Jangan harap menemukan kisah inspirasi apalagi kalimat motivasi. Di sini saya hanya ingin memuntahkan isi kepala saya sebagai manusia pengeluh. Oke. Love you. Cute cover by @Chrystal...