05

2.8K 302 6
                                    

"Kau benar ingin sekolah?"

"Bagaimana jika kau sakit lagi? Robekan bekas operasi itu belum tertutup sempurna."

"Kenapa tidak di rumah saja, sambil menunggu jahitan itu diangkat dan tubuhmu benar-benar bugar?"



Rentetan kalimat berupa pertanyaan juga ocehan dari Jennie sejak melihat Hanbin datang ke meja makan dengan pakaian rapi dan tas ransel yang melekat di punggung pemuda itu.

Ia tak habis pikir pada pemuda yang sedang menikmati roti selainya dengan wajah tak acuh pada ucapan Jennie. Seolah, pemuda itu tak perduli pada kondisi pemuda itu yang belum benar-benar pulih.

Sementara Nyonya Kim, yang sedari tadi diam dan sesekali tersenyum menatap interaksi kedua anaknya, juga menuangkan segelas susu untuk Hanbin.

"Cerewet sekali. Ujian kelulusan 'kan sudah dekat. Cukup sudah waktu dua minggu tak hadir," ucap Hanbin sembari mengambil segelas susu untuk diminumnya.

Jennie bungkam mendengar itu. Ia kembali melanjutkan memakan serealnya. Diam-diam ia kembali melirik pada Hanbin, mengamati bagaimana perubahan dari tatapan yang dipancarkan Hanbin.

Jennie jelas tahu, bahwa Hanbin berbohong. Nyatanya, pemuda itu ingin bersekolah hari ini adalah karena Lisa, karena kekasih pemuda itu tak lagi menjenguk Hanbin setelah Hanbin sadar beberapa hari dari pasca operasinya.

Jennie tak ingin menjadi orang yang mengetahui segalanya. Tetapi, dari yang ia amati, perlahan hubungan Hanbin dan Lisa merenggang. Entah mengapa, Jennie tak tahu alasan Lisa. Namun, mungkin ia bisa mencoba bertanya pada Lisa. Mengingat beberapa hari ini, ia sering bersama Lisa jika di sekolah.

Selang beberapa menit, Hanbin menyelesaikan sarapannya, begitu pun Jennie. Keduanya lantas berpamitan dengan Nyonya Kim. Yang kemudian keluar dari rumah, dan berjalan menuju halte. Menunggu bus untuk segera menuju sekolah.

Sesampai pada sebuah bus yang berhenti tepat di hadapan keduanya. Bus terakhir untuk jam yang tepat mencapai sekolahnya dengan tepat waktu. Tetapi sayang, bus itu terlalu penuh dan sesak. Keduanya bahkan tak dapat tempat duduk dan memilih berdiri.

Jennie hanya dapat menghela napas, sembari mencoba menahan pijakannya dan berpegangan pada pegangan di atasnya.

Ia diam, memandangi jalanan. Namun, entah suatu keberuntungan atau apa. Jennie mendapati sosok Lisa. Duduk sendirian di pojok ujung bus, tertidur dengan headset yang menyumpal di kedua telinga gadis itu.

Melihatnya saja, rasanya membuat jantung Lisa berdegup, entah mengapa. Perasaan yang begitu asing datang pada dirinya hanya karena melihat Lisa. Tidak, bukan hanya hari ini, tetapi semenjak kejadian Lisa melempar nampan pada Shawn adalah awal mulanya.

Jennie menipiskan bibir. Ia menoleh perlahan pada Hanbin di sebelahnya yang sedang memainkan ponsel.

Jika dipikir lagi, jikalau ia berjalan menghampiri Lisa, maka berkemungkinan atau lebih tepatnya Hanbin menyadari keberadaan Lisa dan segera mendekati Lisa. Dan justru, membuat kedua pasang kekasih itu melepas kerinduan.

Jennie tidak tahu apa yang dipikirkan nya, tetapi, ia justru merasa tak ingin jika apa yang dipikirkannya terjadi. Maka lebih baik, ia diam di tempatnya sembari memandangi Lisa. Tentu saja dengan diam-diam, karena ia tak ingin Hanbin menyadari itu.

Bahkan, hingga sampai bus itu berhenti di depan halte gerbang sekolahnya. Jennie dapat melihat bagaimana Lisa bersiap membenahi diri untuk turun. Sementara dirinya juga Hanbin, sudah lebih dulu turun. Tetapi, seperkian kedua Kim bersaudara itu berjalan, Jennie tak juga mendapati Lisa yang menghampiri keduanya, bahkan gadis itu seolah hilang setelah ia turun dari bus.

R E A L I T Y || jenlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang