08

2.5K 246 18
                                    

Sejak malam itu, dengan hati yang masih terbesit kebaikan. Jennie membawa tubuh Hanbin pulang ke rumah. Hanya sampai situ, ia memasuki kamar, mengurung diri selama dua hari, hingga membuat sang Ibu sangat khawatir, terlebih ketika sepanjang malam ia mendengar suara tangisan Jennie.

Nyonya Kim tak dapat melakukan apapun. Beberapa kali mencoba mengetuk pintu kamar Jennie, membujuk Jennie agar keluar atau pergi ke sekolah. Namun, selalu mendapatkan tolakan dari Jennie.

Bahkan Hanbin, yang juga sama bingung dan heran atas apa yang dilakukan saudarinya itu, akhirnya ikut andil turun tangan.

Pagi-pagi di hari ketiga setelah Jennie mengurung diri. Hanbin mencoba mengetuk pintu kamar Jennie, membujuk Jennie agar keluar dan berangkat ke sekolah bersama.

Namun, yang Hanbin dapat adalah sebuah tamparan telak ketika Jennie membuka pintu kamar itu, membuat Hanbin terkejut setengah mati sembari memegangi pipinya.

"Jen ... ada apa??" Hanbin kebingungan, kedua bola matanya mengerjap.

Sementara Jennie, dengan wajah sembab dan mata merahnya menatap tajam Hanbin.

"JANGAN PERNAH MENYEBUT NAMAKU BERENGSEK!!"

Hanbin bungkam. Ia terlalu terkejut akan suara pekikkan nyaring dari Jennie. Bahkan, ibunya yang sedang menyiapkan sarapan itu dapat mendengarnya, lekas berlari menaiki anak tangga untuk menyusul dan melihat Jennie.

"Jennie ada apa?" tanya sang ibu dengan langkah yang semakin mendekat.

Namun, bukannya menjawab. Jennie lebih dulu menjauh, membenarkan posisi tasnya, yang kemudian berjalan cepat melewati kedua orang itu, sembari memasang sebuah masker untuk menutup sebagian wajahnya.

Jennie memilih bersekolah. Setelah sekian jam memikirkan apa yang harus dilakukannya, setelah sekian detik membenahi diri dan hatinya. Menghadapi kenyataan yang semakin parah ketika ia tinggal di sini.

Pikirnya, Hanbin melupakan segalanya. Hanbin terlalu mabuk karena Shawn, yang berakhir benar-benar lupa akan malam itu. Jennie terlalu sakit, ditambah bagaimana pikirannya kembali tertuju pada Lisa. Seolah mungkin hanya Lisa yang bisa menjadi tempatnya bersandar. Maka hari ini, Jennie memutuskan untuk sekolah, berniat untuk bertemu dengan Lisa dengan tujuan dan niat bahwa Lisa akan menenangkannya dan mendengarkannya.

Namun, sesampai di sekolah Jennie justru merasa risih. Ketika tatapan orang-orang begitu tertuju padanya, seakan hari ini adalah hari untuk Jennie yang terus ditatapi dengan begitu lekat, tak luput dengan segala bisik-bisik. Jennie seharusnya merasa biasa saja, namun ia rasa mereka yang memandangnya seolah mencoba untuk menelanjanginya.













"Hoi Jennie."

Sontak Jennie berbalik, mendapati seorang pemuda pendek dengan kacamata besar. Pemuda yang juga sering kali menjadi bahan bullyan anak lain.

Tetapi, Jennie justru bingung ketika mengingat bahwa ia dan pemuda kecil itu tidak saling mengenal.

Pemuda itu mengalihkan wajah, menghindari tatapan Jennie sembari menggaruk tenguknya.

"Shawn menyuruhmu untuk datang ke loker."

Jennie mengernyit. "Untuk apa?"

Pemuda itu mengedikkan bahu, ia tampak mencoba menghindari tatapan Jennie.

"Kau juga Kim Hanbin," ucap si pemuda yang membuat Jennie segera menoleh, guna mendapati sosok Kim Hanbin yang berdiri di belakangnya.

Keduanya saling tatap. Hanbin dengan tatapan bingungnya, dan Jennie dengan tatapan tajam penuh bencinya.

R E A L I T Y || jenlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang