04

2.8K 291 7
                                    

Setelah kejadian itu, semua berlalu dengan cepat. Lisa tanpa sepatah kata mendekati Jennie dan Hanbin dengan lebih dulu menarik Jennie untuk bangkit. Lalu kedua gadis itu sama-sama berjalan dengan Hanbin di tengah-tengahnya.

Jennie pikir, Lisa mungkin akan membawa Hanbin juga dirinya ke ruang kesehatan. Namun, justru membawa dan menuntun menuju lobby sekolah.

Murid-murid yang masih beredar karena belum merupakan jam masuk itu memandangi mereka dengan tatapan yang jelas berbeda-beda.

Samar-samar Jennie dapat mendengar bisikan-bisikan dari beberapa orang yang di lewatinya. Tentang Hanbin, juga tentang Lisa ditambah Shawn.

Semua orang seolah mengetahui alasan atas yang menimpa Hanbin saat ini.

Jennie begitu penasaran, namun ia terus diam. Terlebih ketika Lisa semakin membawanya menuju gerbang di sekolah.

"Jennie pegang kakakmu sebentar. Aku mencari taksi." Jennie mengangguk, lantas ia menahan tubuh setengah sadar Hanbin, sementara Lisa entah pergi berjalan kemana. Sesekali Jennie juga meringis dan menanyakan perihal keadaan pemuda itu, yang hanya dijawab dehaman dari Hanbin.

Hingga selang beberapa menit, Lisa datang, bersamaan dengan taksi yang berhenti tepat di depannya. Lisa membuka pintu taksi, lalu membantu Jennie untuk memasukkan Hanbin ke dalam taksi.

Setelah memastikan Hanbin masuk dengan posisi yang nyaman, Lisa pun menyuruh Jennie untuk duduk di samping Hanbin. Sementara gadis berponi itu memilih duduk di sisi kemudi.

Jennie tak mendengar apa yang diucapkan Lisa pada sang supir. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Hanbin kini.

Entah sejak kapan ia begitu mengkhawatirkan saudara kembarnya. Setelah mungkin hampir beberapa tahun tak pernah bertemu bahkan berbicara pada saudara kembarnya yang mungkin bisa saja membuat keduanya hanya terjadi kecanggungan jikalau bertemu. Itu terjadi beberapa minggu lalu ketika Jennie pindah tepat di depan kamar Hanbin.

Namun, semenjak ia mengenal Lisa, maka kedua saudara kembar itupun mulai terpikat, mulai saling mengenal dan mulai berinteraksi layaknya seorang saudara kembar.

Hingga tak sadar, Jennie pun mulai menyayangi Hanbin, mulai takut jikalau terjadi sesuatu pada saudaranya.

Air mata jatuh melewati pipi Jennie, tak sadar ia terisak kecil melihat bagaimana wajah lebam Hanbin.

Lisa sesekali melirik, ia menghela napas yang kemudian sibuk memainkan ponsel. Jennie tak memperhatikan itu, ia terlalu fokus pada keadaan Hanbin kini.

Hingga, selang satu jam berlalu. Taksi yang mereka tumpangi berhenti, tepat di sebuah jalanan ramai pinggir kota. Jennie tidak terlalu memperhatikan, lagi-lagi atensinya masih terfokus pada Kim Hanbin.

Hingga saat ketiganya sampai pada sebuah lorong-lorong berisikan pintu-pintu di sisi kanan kirinya. Jennie tersadar kala Lisa membuka salah satu pintu, dan membantunya untuk Hanbin agar dapat merebahkan pemuda itu pada salah satu kasur tunggal.

Jennie menipiskan bibir, memandangi sejenak apartemen kecil tersebut.

Lisa setelah membantu Hanbin lekas berjalan kesisi kiri untuk mengambil sebuah baskom kecil berisi air. Semua itu dapat terlihat jelas dari pandangan Jennie, karena apartemen itu hanyalah sebuah ruangan kecil dengan kasur dan dapur yang menjadi satu. Sementara pintu lain yang memiliki kapasitas ruangan begitu kecil adalah kamar mandi dengan toilet yang menyatu.

Lisa memberikan sebuah handuk kecil dengan baskom, menaruhnya pada nakas di sisi ranjang, sementara Jennie duduk di samping tubuh lemah Hanbin.

"Jennie, bersihkan tubuh kakakmu. Aku akan keluar untuk membeli obat dan keperluan lain," ucap Lisa dan lekas mendapatkan anggukan dari Jennie.

R E A L I T Y || jenlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang