III

430 51 6
                                    

"Memikirkan sesuatu, Beta?"

Haechan menoleh, mendapati Lord Alpha yang telah mengikuti jejaknya untuk duduk menggantungkan kaki di tepian tebing.

Lautan yang terbentang di depannya memantulkan cahaya senja dengan sempurna, kuning keemasan dengan matahari yang telah menggantung rendah di ufuk barat.

"Aku baru saja berniat akan berkunjung sebelum api unggun malam nanti," kata Haechan. "Tapi Hyung sudah kepalang merindukanku?"

Tawa kecil yang terdengar membuat Haechan melebarkan senyumnya, menatapnya dengan penuh puja selagi laki-laki itu sepenuhnya menikmati pemandangan di depannya.

"Ya, aku sangat merindukan adik manis ini," gumamnya tanpa menatap Haechan. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak mengobrol santai denganmu seperti ini."

Haechan tanpa sadar merendahkan kepalanya, menyembunyikan senyumnya yang masih dan kian melebar mendengar kalimat itu.

"Hyung bisa menemuiku kapanpun, dimanapun," katanya. "Kenapa harus menundanya sekian lama jika ingin? Ahh, Hyung sedang berbohong, aku tahu."

Lututnya dijatuhi telapak tangan laki-laki itu yang lentik dan kurus, "bagaimana aku menemuimu kalau Mark terus menempel padamu sepanjang waktu mendiskusikan strategi pertempuran? Apa yang bisa kulakukan untuk itu, hmm?"

Haechan mengalihkan pandangan saat mengenali bagaimana orang itu menyebutkan nama Alpha-nya dengan jutaan kepahitan yang tersimpan di dalamnya.

Tanpa harus memikirkannya dua kali, tahulah dia alasan sebenarnya Lord Alpha menghampirinya dengan susah payah kali ini bahkan ketika kondisi tubuhnya tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

"Apa?" tanyanya. "Kenapa menatapku seperti itu?"

"Taeyong Hyung.."

Yang baru saja disebutkan namanya akhirnya menoleh dan memandang yang lebih muda. "Astaga," kesalnya. "Aku tidak suka saat kau mulai menyebut namaku begitu, itu terdengar sangat menghakimiku."

Haechan mengabaikan candaan itu, jelas mengerti bahwa menghunus pedang atau menajamkan kukunya sekalipun dia tidak akan sanggup membuat sang Lord Alpha merasa terhakimi olehnya.

Itu hanya lelucon lama diantara keduanya. Pujian yang pertama kali diterimanya dari Alpha terdahulu saat dia dengan berhasil meraih kemenangan pertama di bawah nama Recruiter dua belas.

"Mark melakukannya lagi?" tanyanya pelan. Haechan tanpa sengaja memperhatikan jari-jari tangan Taeyong yang bergerak berirama.

"Melakukan apa?"

Haechan mengehela nafas panjang, "apa saja yang selalu dia lakukan pada Hyung, dia pasti melakukannya lagi. Itulah kenapa Hyung ada disini sekarang, benar?"

"Tidak, itu tidak benar." Taeyong menggeleng, laki-laki berambut putih keunguan itu tersenyum lembut pada Haechan yang menatapnya prihatin.

"Aku akan baik-baik saja jika dia meluapkan emosinya padaku," katanya tenang. "Kau tahu Haechan, kami tinggal satu atap tapi kenapa rasanya dia ada jauh sekali dariku? Kami bahkan tidak bertegur sapa selama berbulan-bulan, mengerikan bukan?"

Haechan menutup mulutnya rapat-rapat, merasa iba sekaligus putus asa dengan hubungan dua kakak beradik ini. Kehabisan akal bagaimana harus membuka hati si adik, dan tidak tahu harus menguatkan dengan cara apalagi agar si sulung merasa lebih baik.

"Aku akan berusaha membuatnya--"

"Tidak," sergah Taeyong seketika. "Jangan lakukan apapun lagi untuk membantu hubunganku dengannya, biar saja seperti ini. Bukan salahmu, dan jangan membuatnya salah paham karena kau selalu membelaku. Ekor masalahnya akan jadi sangat panjang, Haechan."

Alea Jacta EstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang