Tapi ternyata kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi dalam hidupmu.Tiga minggu kemudian, Rose mengajakku ke toko berlian di Noon Square itu - lagi, after office hour. Setelah banyaknya kegalauan yang datang saat dia tak jadi membeli satu barangpun pada saat terakhir kami
kemari."Yakin kau akan membeli cincin itu?" Rose mengangguk yakin.
"Memangnya masih ada discount? Harga khusus? Kalau tak ada kan, kau pasti rugi."
"Masih, masih." Rose menganggukkan kepalanya berulang kali - excited. Lucu sekali, seperti anak kecil yang akan dibelikan mainan oleh orang tuanya.
"Further reduction, makanya aku pikir ini pasti tanda kalau aku harus membeli cincin ini."
Aku memandangnya takjub. "Hei, itu hanya pembenaranmu saja, excuse mu saja. Dasar."
Rose hanya tertawa-tawa melihat reaksiku.
🍁
Ketika kami memasuki toko tersebut hanya ada 2 orang yang sepertinya adalah pasangan yang sedang memilih cincin. Sepertinya cincin pernikahan karena bentuknya bulat penuh, polos dan dengan berlian kecil ditengahnya.
Aku jadi teringat Mr. PB (singkatan dari Paris Brosnan). Laki-laki yang kutemui, ditempat ini juga tiga minggu yang lalu. Ku sebut dia sebagai Mr. PB karena menurutku mereka memiliki senyuman yang sama dan pastinya karena aku tak tahu siapa namanya. Tahu kan Paris Brosnan memiliki senyuman yang bisa membuat hatimu berbunga-bunga? Ya pastinya semua orang tak sependapat denganku, tetapi menurutku Paris Brosnan adalah versi western nya yang sama-sama memiliki senyuman maut. Yang mungkin saat ini dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya.
Sementara itu Rose sudah sibuk memantaskan beberapa cincin yang ia suka di jari kelingkingnya.
Karena aku merasa berlian bukan spesialisasiku, aku jadi cepat bosan. Bertanya-tanya dalam hati kapan Rose selesai memilih. Tanpa minat serius aku melihat-lihat beberapa cincin yang ada di meja etalase depanku.
"Saya mau menjual cincin ini. Tiga minggu yang lalu saya beli disini." Suara seorang laki-laki.
Wah, dia ingin menjual cincin. Ku rasa dia butuh uang. Aku menyembunyikan senyumku. Cincin berlian dengan ukuran yang cukup besar, aku sempat melirik bentuk cincin yang akan dijual itu. Huh, rasanya aku pernah melihatnya.. dimana ya?
Astaga! Tak mungkin!
Spontan aku langsung mendongak melihat pemilik cincin, ternyata benar - Mr. PB! Kenapa ya? Apa dia tak jadi menikah? Atau cincinnya kebesaran?
"Hai..."
Dia menyapaku. Dia.. masih ingat aku?
"Kau yang waktu itu memberiku saran untuk memilih cincin ini kan?" Katanya lagi, sebelum cincin tersebut diambil oleh penjaga toko untuk di cek keasliannya.
Gawat. Cincin itu dijual lagi bukan karena pacarnya tak menyukai bentuknya, kan? Memang aku yang menyarankan untuk membelinya. Apa aku pura-pura lupa saja?
"Lupa ya?"
Aku menganggukkan kepala. Hei, aku kan ingat?
"Ah, aku ingat."
"Well," sambungnya, "lucu juga ya kita bisa bertemu disini lagi."
Aku hanya tersenyum. Kelihatannya dia tak sebahagia waktu pertama kali aku melihatnya tiga minggu yang lalu.
"Kenapa, dijual lagi?"
Astaga, Jennie! Aku langsung mendekap mulutku sendiri. Terkejut karena aku tak bisa menahan diri untuk tak bertanya padanya. Melihat tatapan Mr. PB yang tiba-tiba berubah dingin, aku menyesal telah bertanya padanya. Aku tak heran jika dia tak mau menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Funny Feeling
Romance"Aku cuma ingin jatuh cinta, find my soulmate. Harusnya nggak serumit ini." Jennie