The dramatic one

6 0 0
                                    

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

02:57 AM

Aku bangun. Lalu aku lihat jam dinding dengan mata yang sangat berat karena tangisanku semalam.

'Sudah kuduga, ini pasti terjadi. Please, aku lagi nggak mau mikirin apa-apa. Mau tidur aja sampe besok. Dan nggak ngelakuin apa-apa.'

Aku kembali menarik selimutku dan memejamkan mataku. Berharap kantuk menghampiriku, memintaku tidur untuk waktu yang lama. Tapi kenyataannya membutuhkan waktu yang lama untuk ia menghampiriku.

06.37 AM

Tok.. Tok.. Tok..

Ketukan itu perlahan sangat mengusik tidurku. Siapa sebenarnya dalang dibalik itu?

"Ck. Apaan sih, ganggu aja!" kataku sembari mengubah posisi tidur dan menelungkupkan tubuhku kembali dengan selimut berwarna kelabu.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara itu semakin menaikkan volume ketukannya.

"ELLL!! BUKA PINTUNYA, UDAH SIANG GINI WOII. BURUAN." terdengar suara kak Bian berteriak

"EL.. SAYANG! BUKAIN YAA. INI ADA ARSEN JUGA NUNGGU KAMU LOH." teriak wanita paruh baya yang tak lain adalah ibuku

Mendengar teriakan dari ibu, seketika aku terduduk.

'Pukul berapa sekarang? Kenapa ibu ikut andil dalam kebisingan ini?' kataku dalam hati dan langsung melihat jam dinding

Aku bangkit dari tempat tidur untuk membuka pintu kamarku yang mendapat pukulan berkali-kali. Tapi, ketika aku ingin melangkahkan kaki seketika pandanganku menghitam. Tubuhku pun tak mampu menahan keseimbangan. Ditambah lagi kepalaku seperti diputar-putar layaknya bianglala. Tubuhku sempoyongan hingga aku terjatuh dilantai.

Brakkk..

Aku membuka mataku untuk memastikan aku masih sadar. Dan benar, pandanganku tak menghitam seperti tadi.

'Untunglah aku masih sadar.'

Setelah menunggu beberapa saat agar tak terjadi hal serupa, aku bangkit kembali dan membukakan pintu kamarku. Terlihat ada banyak manusia berwajah cemas dibalik pintu kamarku. Ada ibu, kak Bian, kak Rio, ayah, Arsen?(?)(?), bu Aul, pak Arifin.

"Ya?" kataku pada semua orang yang ada dibalik kamarku

"Yaampun, El!! Kamu kenapa? Kami disini semuanya khawatir dari tadi kamu nggak nanggepin kami, ditelponin juga nggak diangkat! Tadi ada suara jatuh juga, kamu nggak apa-apa, nakk?" tanya ibu berbelit-belit dengan wajah khawatir lalu segera memelukku.

Bukannya menjawab pertanyaan ibu tetapi justru air mataku pecah yang membuat mataku akan semakin sembab.

'Ibu- Benar. Benar seperti ini, bu. Aku mau tetap seperti ini. Aku tidak baik-baik saja. Aku ingin memutar waktu, aku ingin terus menjadi putri kecilmu yang lugu. Rasanya aku tak sanggup menanggung ini sendirian.'

Ingin rasanya aku mengungkapkan kalimat itu, namun aku tak bisa. Entah kenapa aku selalu tak bisa mengatakannya. Apa yang kurasakan hanya bisa aku pendam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang