"Ayah,, kenapa aku dipanggil Jingga?"
Aku seperti mendengar percakapan seorang anak dengan ayahnya, tetapi aku hanya bisa terpejam.
"Jingga itu akronim dari nama panjangmu,, Jelita Anggita Agyasta, selain itu jingga memberi kesan hangat seperti kamu yang selalu menghangatkan hidup ayah. Jingga juga menjadi simbol petualangan, optimis dan dengan sifat hangat mu kamu bisa memperoleh banyak teman,"
Itu suara ayahku... Dengan siapa ayah berbincang, kenapa nada suaranya begitu menyayangi anak itu,, lalu kenapa anak itu menyebut dirinya Jingga, itukan namanku,,
Entah ini mimpi atau nyata,, tapi aku merasa ada seseorang yang mencium keningku,, tapi lagi-lagi aku tak dapat melihat orang itu,,rasanya ngantuk sekali, mataku sampai enggan untuk ku buka,,,mungkinkah ayah??"Ayah,," seruku ketika kusadari aku seorang diri ditempat asing ini. Aku tak mendengar percakapan anak dengan seorang ayah yang suaranya mirip dengan ayahku.
"Ayah" panggilku lagi sedikit berteriak. Namun tak juga ku dengar ayah menjawabku.
"Jelita"
Sayup-sayup ku dengar seseorang memanggil ku, bukan ayah, bukan. Ayah tak pernah memanggilki Jelita,, bukan suara ayah juga,,
"Jelita" suara itu semakin dekat kurasakan
"Jelita" kali ini tubuhku seperti diguncangkan.
"Jelita" suara itu lagi, tapi kali ini samar-samar aku mulai melihat wajahnya. Tunggu... Kenapa dia nampak khawatir,, ah mungkin hanya perasaanku atau mungkin mataku sudah rabun karena pandanganku kabur.
"Jelita" kali ini sedikit naik beberapa oktaf dan aku benar-benar telah membuka mataku lebar-lebar.
Memori otakku berputar seperti kaset bajakan yang dijual dipinggir jalan,,"Ayah,," ucapku seketika dan bulir bening itu telah menganak sungai dipipiku.
"A Ayah" kataku tergugu, baru saja ku sadari ayahku telah berpulang,, dan rasa sesak itu muncul lagi,,
Seseorang yang sedari tadi memangilku mungkin adalah suamiku yang sedari tadi menenangkanku, mengahapus air mataku,,"Dengar Jelita,, aku tau kita belum pernah berbincang sebelum bahkan setelah kita menikah," kata suamiku menjeda kalimatnya, lalu menghela nafas sambil memperhatikan ekspresiku menunggu kelanjutan kalimatnya.
"Tapi sekarang ayahmu sudah tenang ditempatnya berada saat ini, tentu ayahmu tidak akan suka melihatmu terpuruk seperti ini. Aku tau kehilangan orang yang kita cintai itu begitu berat, tapi semua yang hidup pasti akan kembali pada-Nya jelita, aku yakin kamu tau iti," lalu Dia menggenggam tanganku, sungguh aku seperti tersihir menatap matanya, lembut penuh perhatian,, hatiku sedikit menghangat dan terasa sedikit lega,,
"Anggap aku seperti temanmu Jelita, aku berjanji akan selalu ada untukmu,, tapu berjanjilah juga untuk bangkit, ikhlaskan ayahmu, beliau pasti akan bahagia melihat mu bahagia," pungkasnya lalu mengusapkan jari-jarinya menghapus bulir-bulir bening yang menganak sungai dipipiku.
Aku masih tergugu, sungguh aku begitu paham jika ayah pasti tidak suka melihatku menangis, jika beliau ada disini pasti aku sudah habis dimarahinya. Aku sudah berusaha ikhlas menerima kepergian ayah, tapi hatiku begitu sesak ketika hari-hari yang kulalui bersama ayah berkelebat diotakku berputar seperti kaset rusak.
"Panggil aku Satria, anggap aku temanmu Jelita," suara suami ku terdengar lagi, lalu merengkuhku kedalam pelukannya. Ada rasa nyaman yang ku rasa, meskipun sesak dihatiku masih terasa menyiksa, tapi aku mulai bisa menerima kepergian ayah.
"Apa kamu sudah siap untuk mengantar ayah ke peristirahatan terakhirnya?," tanyanya lembut, ada nada ragu dalam suaranya, mungkin takut kalau-kalau aku masih belum kuat. Tapi aku sudah bertekat untuk menguatkan hatiku, walau bagaimanapun ini demi ayah,, aku sudah berjanji pada ayah untuk bahagia,, mungkin belum bahagia tapi mungkin dengan ikhlas bisa membuat ayah bahagia disana. Dengan menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, aku mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Jingga
RomansaMenikah dengan orang yang dicintai adalah impian yang dimiliki setiap gadis seusia Jingga. Tapi apalah daya ketika impian itu justru harus terkubur karena sang ayah, ayah yang sangat disayangi dan dihormatinya, karena memang ayahlah orang tua satu-s...