Chapter 4: I'm Happy If He's Happy Too

1.7K 38 7
                                    

Yuka’s POV

To: C213946

From: S109284

Malam ini kutunggu kau di distrik 67 dekat taman bermain. Jangan lupakan tugas barumu.

            Sebuah pesan dari si level S telah masuk ke dalam ponselku. Nanti malam pukul 10 akan terbongkar siapa level S yang selalu menghantuiku.

            Jujur saja, semenjak kemarin malam, aku sedikit kurang bersemangat menjalani tugasku sebagai malaikat. Terdengar bodoh dan aneh. Tapi kurasa kalian tahu penyebabnya.

”Sudah bawa kartu pengenalmu?” tanya sebuah suara di belakangku.

”Eh, kak. Udah kok,” jawabku sambil mengambil jasku di gantungan baju.

Suara langkah kaki terdengar mendekatiku dan tiba-tiba sebuah tangan besar mendarat di atas kepalaku, ”jangan dipikirin terus. Kamu bisa ngelakuin apa yang seharusnya kamu lakuin. Kamu harus tau apa yang seharusnya kamu lakuin,” lanjutnya. Aku hanya memandangnya yang lalu pergi sambil mengepakkan sayap-sayapnya.

”Hm?” aku baru sadar bahwa kartu pengenalku berada di genggaman tanganku dengan secarik kertas bertuliskan ’jangan ceroboh. Kartu ini kutemukan di meja makan.’ Haah, thanks, kak hahahaha.

.

.

”Lagi-lagi dia telat,” ucapku mengambil sebuah jam bulat dari saku jasku.

”Siapa bilang aku telat. Kau saja yang datang terlalu cepat,” ucap seseorang di belakangku. Aku menoleh ke belakang dan kudapati seorang laki-laki berambut coklat gelap dengan mata birunya yang tajam.

”Kau –”

”Ya. Aku Gerald. Aku yang akan menjadi pengawasmu untuk beberapa waktu ke depan. Aku mohon bantuanmu. Jangan merepotkanku,” potongnya ketus. Yayaya, terserah apa maunya.

”Beberapa waktu?”

”Tentu saja. Aku tidak akan menjadi partner tetapmu. Mana mau aku bersama malaikat bodoh sepertimu,” lanjutnya sambil membuka dokumen dan mencoretinya dengan pulpen bertinta hitam.

”Jangan bilang aku bodoh.”

”Toh memang fakta. Malaikat yang tidak bisa menjemput seseorang manusia bodoh saja sudah ma –” PLAK.

”Jangan menghina Niall atau kau akan tau akibatnya,” tamparku tepat di pipi kirinya. Dokumen-dokumen yang entahlah aku tidak memikirkannya terjatuh berserakan di atas tanah. Dia hanya menatapku. Jujur saja, aku taku melakukan hal ini.

”Lumayan. Cepatlah kita mulai. Aku ingin cepat kembali,” lanjutnya lalu mengambil dokumen-dokumen yang berserakan, ”cepatlah,” kepakan sayapnya membawanya pergi. Kuikuti dirinya dari belakang.

”Ng,” ucapku ketika aku melihat ke sebuah jalanan sepi dengan seseorang yang sepetinya kukenal berjalan sendiri di tengah malam yang dingin ini.

”Ada a – hey! Kembali kau!” teriak Gerald berusaha menghentikanku ketika aku akan turun. Itu Niall. Apa yang dia lakukan di tengah malam sedingin ini?

”Apa yang mau kau lakukan, bodoh?!” tangan Gerald berhasil meraih tanganku sehingga kami berdua tersungkur ke semak-semak.

”Mau apa kau mendekatinya?!”

”Bukan urusanmu! Aku punya urusanku sendiri! Jangan kau campuri urusanku!” teriakku sambil berusaha berdiri dan berniat berjalan ke arah Niall. Tapi aku merasa tubuhku menjadi sangat lemas dan hanya bisa terduduk.

”Diam dan dengarkan aku,” ucapnya sedikit kesal dan marah. Sial. Jadi ini salah satu kemampuan khusus level S, ”jawab aku. Mau apa kau pergi ke arahnya? Apa gunanya mendekati orang yang sebentar lagi akan mati?” kata-katanya menusuk mengenai hatiku. Perih. Rasa perihnya kembali terasa, ”kau ingin mendekatinya? Itu percuma! Kau malah akan –”

”DIAM! Itu bukan urusanmu! Apa salahnya mendekati orang yang sebentar lagi akan aku antar? Dengan tanganku sendiri! Orang yang sangat aku cintai! Aku hanya ingin membuatnya merasa lebih bahagia! Apa itu salah?!”

”Tapi kau malah akan membuat dirimu sendiri lebih sakit,”

”Lalu mengapa? Tugas malaikat pencabut nyawa bukan hanya untuk mengantar nyawa manusia. Malaikat pencabut nyawa adalah makhluk terakhir yang manusia lihat sebelum kematiannya! Apa aku salah jika aku ingin membahagiakannya?!” teriakku penuh emosi. Kumohon, Yuka. Jangan menangis lagi.

”Kumohon, biarkan aku pergi ke arahnya...” lanjutku sambil menunduk menatap tanah coklat. Tiba-tiba aku merasa tubuhku bisa bergerak lagi. Aku mengangkat kepalaku dan kulihat Gerlad berdiri membelakangiku.

”Pergilah,” ucapnya singkat. Aku hanya terdiam, ”kubilang pergilah sebelum aku mengubah pikiranku,” lanjutnya menghadap ke arahku. Hanya hanya tersenyum sambil mengangguk lalu berlari ke arah Niall dan perlahan menghilangkan sayapku.

”Niall!”

”Uwooo, Yuka. Apa yang kau lakukan tengah malam begini? Ada apa dengan bajumu?” serunya kaget ketika aku menepuk pundaknya dari belakang tiba-tiba.

”Hehehe, aku sedang jalan-jalan saja. Itu tadi em aku tidur sambil berjalan dan tanpa sadar aku menggunakan baju ini,” jawabku berbohong sambil menanggung malu.

”Hahahaha, kebiasaanmu lucu juga ya,” tawanya kecil. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya tertawa.

”Oh iya, apa yang sedang kau lakukan tengah malam begini? Tidak sebaiknya kau istirahat saja?”

”Istirahat? Aku sehat, kok! Aku hanya bosan di rumah. Kakakku masih pergi dan belum pulang sampai esok hari. Hey, mau temani aku berkeliling?” pintanya girang.

”Tentu saja. Ayo!” jawabku senang. Hah, syukurlah dia terlihat senang.

            Kami berdua berjalan menuju sebuah taman kecil di dekat pantai. Tawanya yang khas menyertai setiap langkah kami menuju taman yang berjarak cukup jauh dari posisi kami bertemu. Namun, semuanya terasa sangat singkat jika aku berjalan bersamanya.

”Kau kedinginan?” tanyanya ketika kurasa dia mulai menyadari bahwa tubuhku terus gemetaran terkena angin laut yang bertiup cukup kencang.

”Ng-nggak kok. Jas ini cukup menghangatkanku,” jawabku meyakinkannya agar tidak memberikan jaket yang dia gunakan.

”Hm, baiklah kalau kau merasa begitu. Bilang saja jika kau kedinginan,” senyumnya hangat, ” hey, aku membawa camera. Kurasa kita bisa berfoto bersama,” lanjutnya. Seketika aku merasa jantungku berdetak lebih cepat lagi. Berfoto bersama? Ini gila. Aku hanya mengangguk dengan wajah yang memerah. Niall mendekatkan dirinya kepadaku dan mulai menjulurkan cameranya ke arah depan. Beberapa foto terambil dengan cepatnya.

”Oh iya Yuka, aku...” ucapannya terhenti ketika kami berdua bertatapan. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Tapi aku merasa wajahku mulai semakin memerah tak berarturan. Jantungku berdetak lima kali lebih kencang lagi dan badanku gemetaran bukan karena kedinginan. Kulihat Niall mulai menutup matanya dan aku melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan. Dan akhirnya semuanya terjadi.

.

.

Voice of The SkyWhere stories live. Discover now