Sang Surya memancarkan cahaya-nya beriringan dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut kota Orang Minang.
Seorang gadis keluar dari apotik seraya tangan manisnya memegang erat kantong plastik putih yang isinya obat yang baru dibelinya.
Sebuah senyum terpatri indah di wajah lembut gadis itu. Panasnya terik matahari yang menyengat kulit tak menjadi hambatan baginya untuk terus berjalan menuju rumahnya.
"Assalamualaikum" salamnya seraya membuka pintu yang bewarna putih itu.
Ia terdiam sejenak tidak mendapati seorang pun berada didalam, kemudian ia berjalan masuk kearah dapur mengambil segelas air putih dan meletakkannya di atas nampan beserta beberapa butir obat yang baru dibuka nya.
Gadis berwajah lembut itu berjalan menaiki anak tangga dan berhenti disebuah pintu kamar bewarna coklat. Tangan manisnya bergerak hendak memutar kenop pintu. Namun, berhenti ketika tak sengaja mendengar namanya disebut oleh orang Yang berada di dalam kamar.
"Muria akan kecewa, itu akan membuatnya ter--uhuk uhukk luka hukk" ujar seorang pria paruh baya bersuara serak beriringan dengan batuk kerasnya yang menghantam tenggorokannya.
Wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya menatap pilu melihat kondisi laki-laki itu seakan menyayat hatinya. "Dan dia akan membenci kita," tambahnya.
Di balik pintu, Muria menajamkan pendengarannya menanti lanjutan kata yang membuatnya sangat penasaran.
"Itu pasti dia akan membenci kita, tapi ini demi kesembuhan Uda(sapaan hormat untuk kakak laki-laki),"
Muvria terkesima. Hatinya bertanya-tanya, mengapa setiap pembicaraan mereka menyinggung dirinya? Lalu apa sangkut paut kesembuhan pamannya dengan dirinya?
Mengapa setiap kata yang keluar dari mulut mereka menimbulkan kecurigaan?
Ingin rasanya Muvria menerobos masuk ke dalam mempertanyakan langsung kepada mereka, tetapi ia sadar itu bukanlah cara yang bagus dan dirinya tidak akan gegabah yang akan merugikan dirinya. Dengan sabar Muvria menguping pembicaraan mereka dan berharap mereka tidak sadar akan keberadaannya."Cukuplah Adiak (adik perempuan)! Denai (saya) ala (sudah) pasrah samo (sama) nan (yang) kuaso (kuasa),"
"Uda dak biso bicaro baitu, (Abang tidak bisa bicara begitu," potongnya frustrasi.
"Pokonya apapun Adiak (Adik) lakukan demi kesembuhan Uda (Abang),"
"Sekalipun itu menyerahkan Muvria kepada Mami Xelin." timpal pria paruh baya itu.
"Iya" jawab wanita paruh baya itu penuh dengan keyakinan.
DEGG
Dunia Muvria seakan berhenti, jantung nya seakan tak berdetak lagi, keadaan disekitarnya terasa hampa, seluruh tubuhnya kaku ibarat rohnya di tarik paksa. Mata sayu gadis itu menatap kosong pintu kamar.
"Mami Xelin"
Satu nama itu meluncur dengan sudah paya dari bibir kaku gadis itu.
Siapa yang tidak kenal dengan nama itu?
Hampir seluruh orang lingkungan mereka mengenal lenternir dari kampung sebelah itu. Dia sangat senang membantu orang yang kesusahan, tetapi di balik usahanya membantu orang ketamakan tidak pernah lepas dari otaknya. Dia paling suka membantu mempunyai keluarga yang mempunyai anak gadis, selain lenternir dia juga merupakan germo ganas.Kalau tidak ingin nasib anak gadisnya hancur, tidak akan ada orang yang mau berurusan padanya jika tidak karena terpaksa.
Tanpa Muvria sadari nampan yang tadinya berada di tangannya kini telah mendarat sempurna mencium kasar lantai sehingga menimbulkan bunyi yang kuat beserta obat dan pecahan kaca yang berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Rebut Hak Kami
Fiksi IlmiahTiga gadis dipertemukan oleh takdir yang masing-masing mereka mempunyai garis kehidupan yang berbeda. ketidak ber-dayaan mereka dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak mempunyai nurani. kebebasan mereka terancam. Tercampak dari orang terkasih membu...