nine

210 20 7
                                    

ZACH'S POV

Di saat aku sedang sibuk mengurus beberapa laporan yang baru saja dikirimkan melalui surel oleh atasanku, aku mendapat kabar dari kepolisian bahwa seseorang melihat Will melompat dari sebuah jembatan. Aku pun terpaksa menunda pekerjaanku dan meninggalkan kantor.

Aku segera mendatangi tempat kejadian yang disebutkan. Setibanya di sana, begitu turun dari mobil, dua orang anggota polisi lantas menghampiriku.

"Selamat siang. Apa kau kerabat dari korban?" tanya salah seorang dari polisi itu dengan intonasi yang menginterogasi.

"Y—Ya, aku Zach. Kerabat terdekat Will," ucapku menahan gugup. Aku memiliki sedikit paranoid jika berhadapan dengan polisi.

"Seseorang melihat kerabatmu melompat dari jembatan ini. Dan kami menemukan informasi yang tertuju padamu dari pesan terakhir yang dikirimnya. Dia menjatuhkan ponselnya sebelum melompat."

Aku menerima ponsel Will dengan layarnya yang retak. Mengingat polisi itu menyinggung sebuah pesan, aku segera menarik ponselku dari dalam saku jaketku. Kulihat ada satu pesan tak terbaca dari Will. Kubuka pesan itu dan ternyata Will mengirim pesan yang mengucapkan maaf dan selamat tinggal untukku.

Aku nyaris tak bisa berkata apa-apa. Sungguh aku tak habis pikir Will akan mengakhiri hidupnya agar bisa bertemu dengan Matt kembali. Begitu besar cintanya pada pria itu hingga ia mengorbankan nyawanya. Kulihat sekumpulan tim penyelamat berjibaku di sungai mencari tubuh Will yang mungkin saja belum terlalu jauh terseret arus.

Dan ketika itu juga aku melihat seorang pria yang kuketahui sebagai saksi yang melaporkan kejadian itu sedang berbicara dengan seorang polisi. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat ini. Tubuhku seperti mati rasa.

Dua hari berlalu, dan tim penyelamat tak memberi kabar baik mengenai keberadaan Will. Semua orang berpikir Will sudah benar-benar tiada. Tak mungkin dirinya selamat di dalam air dalam waktu berhari-hari. Dan aku pun sadar, Will memang sudah tiada di dunia ini. Kini saatnya melepas kepergiannya.

Aku mendatangi sebuah rumah sakit tempat Will pernah dirawat sebelumnya. Aku menemui seorang dokter yang sudah seringkali kujumpai tiap kali berkunjung ke rumah sakit ini.

"Bagaimana kabarnya?" tanyaku pada dokter yang merawat pujaan hatiku sejak kecelakaan itu.

"Dia masih belum sadarkan diri. Aku akan terus memantau kondisinya," kata dokter itu.

Setelahnya aku segera menjenguk pujaan hatiku itu di ruangannya. Aku berjalan mendekati ranjangnya dan tersenyum melihat dirinya walaupun ia masih terbaring tak sadarkan diri. Jemariku membelai lembut kepalanya yang terbalut perban.

Nyaris sepuluh tahun aku tersiksa melihat pujaan hatiku hidup bahagia menjalani kehidupan asmaranya, tetapi bukan diriku yang mendampinginya. Aku begitu mencintainya sejak awal aku melihatnya. Dia adalah pria yang seharusnya menjadi milikku. Namun, Will menghancurkan harapanku untuk bisa bersamanya. Dialah satu-satunya orang yang menjadi sahabatku sekaligus penghalang rasa cintaku.

Aku benci karena sedari dulu aku tak pernah mendapatkan kesempatan yang sama sepertinya. Aku muak karena tak pernah mendapatkan apa pun dari semua yang pernah kulakukan untuknya. Aku tak lebih dari bayang-bayang dirinya, si cengeng itu. Dan apa yang terjadi dari kecelakaan itu adalah kesempatan terbaik untukku membalikkan kisah hidup kami yang seharusnya berakhir sempurna untukku.

Senyumku mencuat. Dan aku berbisik dengan sepenuh hati di telinga pujaan hatiku. "Bangunlah ... karena sekarang kau adalah milikku ... Matt."

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang