two

166 22 0
                                    

WILL'S POV

Saat lulus dari SMA, aku dan Matt sempat terpisah karena kami melanjutkan bangku kuliah di universitas yang berbeda. Matt diterima di sebuah universitas yang ada di California, sedangkan aku menetap di New York bersama Zach.

Dan satu hal yang tak pernah kulupakan tatkala Matt tak memberiku kabar selama satu bulan. Dia mengabaikan pesanku, tak menjawab panggilanku, dan bagaimanapun aku mencoba menghubunginya, ia tak menggubrisnya. Kala itu aku marah, sedih, dan bingung. Aku takut Matt akan menghilang dan meninggalkanku. Namun, Zach yang menghiburku dan menyemangati agar tak perlu mencemasinya.

Nyatanya itu benar. Beberapa hari kemudian Matt tiba-tiba saja berdiri di balik pintu asrama kami dengan setangkai mawar putih di tangan kanannya. Senyumnya merekah begitu melihatku membukakan pintu untuknya. Aku terkejut, aku sangat merindukannya, tetapi aku juga kesal melihatnya. Aku tak mengerti apa yang ia lakukan padaku kala itu.

Matt mengakui dirinya sengaja tak mengabariku karena ia akan mengunjungiku diam-diam, dan memberiku kejutan. Matt berencana membawaku pergi berlibur musim panas. Kala itu aku pun mengajak Zach untuk ikut bersama kami. Itu adalah kenangan manis yang pernah kami lalui bersama.

"Jadi, bagaimana barusan?" Matt bertanya dengan kedua tangannya memegang kemudi seiring menatap jalan di depan.

Aku menoleh dan sedikit tersenyum. "Kami bercerita. Zach bilang dia sedih karena aku akan ikut bersamamu ke California."

"Ya, aku tak bisa menolak pekerjaan itu." Matt adalah seorang pemorgram yang handal. Sebulan sebelum kami menikah, ia mendapat tawaran bekerja di salah satu pusat teknologi dunia yang tak mungkin ditolaknya. Aku pun senang mengetahui dirinya dipercaya untuk bekerja di sana. "Dan aku tak bisa meninggalkanmu di sini seperti dulu." Dengan manis Matt melempar senyum padaku.

"Sejujurnya, aku khawatir membiarkannya tinggal sendiri di kota ini. Kau pasti mengerti maksudku." Firasatku seakan keberatan untuk berpisah jauh dari Zach. Untuk kali pertamanya aku akan meninggalkannya seorang diri. Dan bukan untuk waktu yang sebentar.

"Ya, aku tahu kau pasti akan merindukannya."

"Dia bukan hanya sahabat untukku, Zach adalah saudaraku."

"Zach memiliki banyak teman di luar sana. Dia bisa menjaga dirinya." Matt berucap seakan meredamkan kekhawatiranku. Melihat senyumnya membuat hatiku lebih tenang.

"Omong-omong, aku sudah mengajak Zach untuk pergi bersama kita besok, tapi dia menolak." Aku memberitahu Matt ketika wajahnya kembali memaling ke depan.

"Kenapa?"

"Zach bilang ada seseorang yang akan dia temui besok."

"Sungguh? Siapa?" sekilas Matt menghadapkan wajahnya lagi padaku.

"Aku juga tak tahu. Dia merahasiakannya dariku," jawabku masih dengan penasaran yang sama ketika di cafe tadi.

"Apa dia akan pergi berkencan?"

"Aku juga berpikir begitu," ucapku sedikit terkekeh. "Kalau itu benar, kuharap Zach akan menemukan seseorang yang benar-benar peduli padanya."

"Ya, dia pasti akan mendapatkannya. Sama seperti kau mendapatkanku." Matt melirikku dengan senyum yang menggoda. Satu tangannya melepas dari kemudi dan meraih tanganku.

Kurasakan kecupan hangat di punggung tanganku dari sentuhan bibirnya yang menyapu kulitku. Aku tak bisa menahan senyumku melihat perlakuan manis pria yang kini menjadi pasangan hidupku. Kuberikan seluruh cintaku padanya. Hatiku adalah miliknya.

Belahan jiwaku ... aku mencintainya.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang