WILL'S POV
Karena sudah waktunya makan siang, kami mampir lebih dulu ke sebuah restoran yang berjarak hanya lima belas menit dari bukit tadi. Selagi menunggu pesanan kami, di seberang meja, Matt sedang berkutat dengan laptopnya. Kulihat ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
"Aku ingin keluar sebentar," ucapku yang lantas mengundang perhatiannya.
"Ke mana?" Matt menatapku heran.
"Aku ingin menghirup udara segar di luar. Sebentar saja."
"Baiklah. Asal kau jangan pergi terlalu jauh." Matt tertawa mencibirku seperti anak kecil.
"Haha, lucu sekali." Aku meledek seiring beranjak dari kursiku.
Aku berjalan keluar dari restoran itu mencari angin segar. Kulihat suasana di sekitar halaman parkir begitu asri dikelilingi pepohonan. Tak ada bangunan tinggi menjulang seperti yang biasa kulihat di kota. Jalanan pun terlihat lengang dari kendaraan yang berlalu-lalang. Tak ada suara klakson atau mesin mobil yang memekakkan telinga. Sungguh menenangkan.
Aku menghampiri mobil kami, dan berdiri di belakang mobil itu. Kusandarkan punggungku di pintu bagasi, lalu kutarik ponselku dari dalam saku celana. Aku hendak menghubungi Zach. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padanya. Entah mengapa firasatku merasa resah sedari tadi.
"Will?"
Kudengar suara Zach di ujung ponsel.
"Z—Zach, kau di rumah?"
"Ya, aku sedang menunggu temanku. Ada apa?"
"Oh, kau jadi pergi bersama temanmu itu?"
"Dia sedang di perjalanan menjemputku." Zach bersuara dengan riang.
"Dia menjemputmu? Kuyakin dia pria yang manis."
"Aku akan menceritakannya padamu nanti."
Senyumku sedikit mencuat. "Ya, kau harus menceritakannya padaku."
"Omong-omong, kenapa kau meneleponku? Di mana Matt?"
Aku menggigit bibir dalamku. Kupikir akan konyol kalau menceritakan keresahanku itu. Hanya saja, kuyakin Zach pasti akan mendengarkannya. Dia tak pernah mengabaikanku.
"Will? Kau di sana?"
Suara Zach menyadarkan lamunanku. "Y—Ya, aku mendengarmu."
"Ada apa? Suaramu terdengar gelisah. Sesuatu terjadi pada kalian?"
"Tidak ... hanya saja ...," ucapku tertahan lantaran enggan menceritakan kerisauanku pada Zach.
"Will, kau membuat khawatir. Katakan ada apa?"
Mendengar Zach mengkhawatirkanku, aku pun angkat bicara. "Mungkin ini terdengar konyol, tapi aku merasa ada seseorang sedang mengikuti kami."
"Apa? Siapa?"
"Aku tak tahu. Aku merasakan keanehan itu saat berada di makam orang tua Matt. Seperti ada seseorang yang sedang mengintai kami saat itu."
"Apa Matt tahu itu?"
"Aku tak mengatakan padanya."
"Kau harus mengatakannya dan segera hubungi polisi."
"Kurasa itu tidak perlu. Mungkin saja ini hanya prasangkaku saja." Aku tak ingin bertindak gegabah atas apa yang tak bisa kubuktikan. Aku takut hal itu malah membuatku terlihat seperti orang bodoh.
"Di mana Matt? Kau tak bersamanya?"
"Dia ada di dalam restoran. Aku sedang menikmati udara segar di parkiran. Udara di sini terasa sejuk dan bersih."
"Kau dengar itu?" mendadak suara Zach terdengar antusias.
"Apa?"
"Bunyi bel. Kuyakin itu dia."
"Sungguh? Kalau begitu, aku akan menghubungimu lagi nanti. Selamat bersenang-senang," pungkasku langsung mengakhiri panggilan itu.
Kuhembuskan napas dari mulut meredam kegelisahan yang kurasakan. Kupikir firasatku terlalu berlebihan. Siapa yang mengintai kami? Apakah sosok itu berwujud manusia yang bersembunyi di kejauhan atau mahkluk tak kasat mata yang mengikuti kami. Ya Tuhan, aku bergidik membayangkannya.
"Kau di sini?"
Aku terlonjak kaget mendengar seseorang bersuara di dekatku. Kulihat Matt datang menghampiriku.
"Matt, kau mengagetiku!" Aku memekik dengan jantung berdebar ketakutan.
"Maaf, aku tak bermaksud begitu." Matt menertawakanku.
"Itu tidak lucu," sungutku sinis.
"Kau sudah selesai mencari angin segar?"
"Kau sendiri sudah selesai dengan pekerjaanmu?" aku berbalik bertanya dengannya. Sungguh aku bosan melihat Matt mengabaikanku karena pekerjaannya.
"Aku hanya membalas surel tadi. Ayo, makanan kita sudah dihidangkan." Matt mengulur tangan kanannya dengan senyuman manis. Dia jari manisnya terpasang sebuah cincin berwarna perak mengkilap, sama seperti yang terpasang di jari manisku tangan kananku.
Aku meraih tangannya, menautkan genggamanku ke dalam genggamannya, lalu kami berjalan bersama ke dalam restoran itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Betrayal
Short StoryTAMAT. [Short Story] Will mengira hidupnya bak sebuah novel romansa dengan akhir yang membahagiakan. Namun, ternyata sosok antagonis itu memainkan peran di belakangnya. ᴘᴜʙʟɪꜱʜᴇᴅ: ᴏᴄᴛ 31/20