six

115 16 0
                                    

ZACH'S POV

Will bilang Matt akan membawanya pindah ke California. Itu berarti aku akan menetap sendiri di kota ini. Ya, sejak Will menikah dengan Matt, dan pindah ke apartemennya, aku terbiasa menyendiri di dalam apartemen yang pernah menjadi tempat tinggal kami bersama. Dan aku berencana pindah ke apartemen yang lebih kecil. Agar biaya sewanya pun lebih murah tentunya.

Sejujurnya, aku merasa iri dengan Will karena ia memiliki seorang pria yang begitu mencintainya. Bahkan ketika kami di panti asuhan dulu, Will disukai oleh teman-teman kami. Bahkan para pengurus panti pun sangat menyayanginya. Dan suatu hari sepasang suami istri berniat untuk menjadikannya sebagai bagian keluarga mereka, akan tetapi Will menolak. Dia tak mau berpisah dariku karena baginya aku adalah saudaranya.

Itu benar. Aku dan Will begitu dekat sejak kami berada di panti asuhan. Aku menjaga Will dan melindunginya dari anak-anak berandalan ketika usia kami beranjak remaja. Will tak bisa membela dirinya sendiri karena sifatnya yang tak bisa bersikap keras terhadap orang lain. Dan beruntunglah dirinya bisa mendapatkan pria seperti Matt yang kini menjadi malaikat pelindungnya.

Andai saja diriku seberuntung dirinya. Setiap kali aku melihat kemesraan Will dan Matt, aku seringkali berkecil hati dan merasa betapa kesepiannya diriku tak pernah bertemu dengan seseorang yang benar-benar peduli padaku. Para pria yang mendekatiku hanya ingin bersenang-senang denganku. Pria-pria itu hanya menjadikanku boneka satu malam mereka. Tak ada yang dengan sungguh mencintaiku.

Dan aku terpaksa membohongi Will kalau aku memiliki janji temu dengan seseorang hari ini. Aku sengaja menghindari ajakan itu. Aku tak ingin merasa tersiksa melihat kemesraan mereka. Sepanjang akhir pekan ini aku hanya bermalas-malasan di apartemenku. Aku duduk berselimut di depan TV menonton film dari siang hingga sore dengan bermacam cemilan di meja.

Tak lama ponselku bergetar di atas meja. Kulihat sebuah nomor seperti bukan kontak pribadi menelponku. Dengan penasaran aku meraih ponselku dan menjawab panggilan itu.

"Halo?" aku bersuara di ujung telepon. Kemudian kudengar suara seorang wanita menanyakan identitasku. Wanita itu mengaku bagian dari administrasi sebuah rumah sakit.

Mataku membulat panik ketika pihak rumah sakit yang meneleponku mengabariku bahwa Will dan Matt mengalami kecelakaan. Tak banyak bertanya lagi, aku melompat dari sofa bersiap mengganti pakaianku. Secepat kilat aku meninggalkan apartemenku menuju rumah sakit.

Setibanya di sana, aku segera turun dari taksi. Aku tak peduli sang supir memanggilku untuk memberi uang kembalian. Jantungku berdegup merasakan kekhawatiran yang begitu pekat. Kuhampiri meja administrasi dan menanyakan identitas Will dan Matt. Tak lama seorang perawat mengantarku ke sebuah ruang ICU. Namun, aku tak diizinkan masuk. Aku hanya diperkenankan mengintip dari jendela kecil yang ada di pintu.

Aku sangat syok melihat Will ada di dalam ruangan itu terbaring dengan luka yang cukup parah. Sekumpulan petugas medis di dalam sana terlihat berusaha keras untuk menyelamatkan nyawanya. Lututku terasa lemas. Hingga aku pun terhenyak ke lantai. Seorang perawat di dekatku dengan sigap menahan tubuhku yang nyaris ambruk.

Aku tak bisa mengatakan apapun. Pikiranku mengawang entah ke mana ketika mencoba bangkit berdiri. Namun, aku ingat masih ada satu temanku lagi yang harus kutanyakan. Kuhadapkan wajahku pada perawat itu dan bertanya padanya.

"Di mana Matt?"

Perawat itu pun memberi jawaban yang membuat jantungku seakan ingin terlepas dari dadaku. Kemudian perhatianku kembali bergulir melihat Will di dalam ruang ICU yang juga sedang berjuang melepas dirinya dari cengkraman maut.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang