Three.

49 10 4
                                    

• Eyes Have a Language of their own •

Pukul 04.54

Kara terbangun sepagi ini karena saat ia tidur tadi,ia merasa ada pergerakan. Hal itu membuat tidurnya sedikit terganggu.

Kara melirik kekirinya. Ia tak mendapati ayna disana. Ia pun bangkit dari tidurnya,mengusap wajahnya lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Setelah dari kamar mandi ia masih tak melihat ayna di dalam kamarnya itu, Kara mencoba keluar kamar untuk mencari ayna.

"Ayna." Panggil Kara.

Tak ada jawaban. Kara melangkah menuruni anak tangga,ketika sampai dilantai bawah, ia melihat ayna tertidur dalam posisi duduk dengan kepalanya diatas meja.

Ayna sudah rapi dengan seragam batik hari rabu khas sekolah dasarnya. Namun yang Kara heran mengapa ayna tertidur sambil memegang pensil dan bukunyapun berada di bawah kepalanya.

Kara menghampiri adik perempuannya itu,lalu menepuk pelan pipi ayna.

"Ayna, bangun sayang." Ucap Kara lembut.

"Uhhhh" lenguh adiknya,perlahan matanya terbuka lalu kepalanya terangkat. Ia meletakkan pensilnya,lalu mengucek kedua matanya.

"Uh ayna tidur kak,hehe." Ucap ayna sangat polos,Kara menjadi gemas sendiri melihat adiknya itu.

"Kamu kenapa udah rapi?" Tanya kara membelai lembut rambut adiknya.

"Iya kak,ayna lupa buat pr. Jadinya ayna bangun pagi-pagi banget terus siap-siap, jadinya bisa ngerjain pr. Tapi ada 3 nomor lagi kak,yang ayna ga tau,susah banget. jadinya, ayna ketiduran deh."

"Mana sini kakak liat pr nya." Ayna pun memberikan bukunya kepada kara.

"Ohh ini,gini caranya." Ucap kara lalu menunjukkan cara jawab dari soal matematika yang menjadi pr ayna.

"Oh jadi dicari yang dalam kurung dulu ya kak? Pantesan ayna ga ketemu jawabannya." Ucap ayna dan kara hanya menjawab dengan senyumannya.

"Kalo yang dua lagi caranya sama juga,baru kamu tambah deh." Ucapnya lagi menulis deretan angka pada buku coret-coret ayna.

"Oh ayna paham,ini buku coret-coretnya kakak pegang,ayna mau coba sendiri di buku pr ayna." Ucap ayna bersemangat.

"Nah bener,pinter deh adiknya kak Kara ini." Puji kara kepada ayna.

Memang benar, ayna sangat pintar sama seperti abangnya dan dirinya. Ia rasa bakat otak cerdas ini turun dari kedua orang tuanya yang selalu menjadi juara kelas setiap tahunnya.

"Yaudah kakak mandi dulu,kamu bisa kan kerjain yang satu lagi?" Tanya Kara.

"Bisa dong kak,udah kakak mandi aja. Kakak bau acem soalnya."

"Ih,sembarangan kamu kalo ngomong. ni kakak cium nii." Ucap Kara lalu mencium pipi adiknya dengan gemas.

"Ihhhh kakak mandiii!"

***

Kara sudah berangkat dengan sepeda kesayangannya. ia selalu suka suasana ibukota di pagi hari ketika langit belum terang-terangnya. Terasa sejuk menusuk kulitnya.

Ia menelusuri jalanan dengan senyuman yang mengembang di sepanjang perjalanan,ia selalu mengingat ayahnya saat bersepeda. Ah,sosok itu sangat ia rindukan.

Namun sial bin naas, kayuhan sepedanya tiba-tiba melonggar sehingga sepedanya memelan kemudian berhenti. Ia melirik bagian bawah sepedanya. Sial, rantai sepedanya putus.

UNDETECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang