Special No. 10

8 2 0
                                    

Karena hal itu juga, banyak siswi yang sesekali melihatnya dengan tatapan dan ekspresi yang bervariasi, meskipun saat itu kelas tengah berlangsung.

Seakan-akan saja, siswi-siswi itu telah melihat suatu yang tidak biasa.
Asterisk, sebagai seseorang yang di berikan tatapan oleh para siswi, merasa terganggu.

" Tch! Siapa perempuan berambut ungu itu? "

Celetuk salah seorang siswi.

" Hm? yang mana, Rhine? "

Tanya salah seorang siswi yang duduk didekat kursi Rhine.

" Itu, yang di sana. "

Ucap siswi yang dipanggil Rhine.

" Aah, dia... Akan lebih baik kalau kau biarkan saja. "

Ujar siswi tersebut.

" Memangnya kenapa? "

Tanya Rhine pelan.

" Itu, karena dia baru. Jenis baru juga, jadi.. "

Jelasnya.

" Apa? Jenis baru? Sebenarnya apa yang kamu yang bicarakan?! "

Ujar Rhine dengan suara yang hampir terdengar seperti berteriak.

" Ah, Rhine! "

" Ahem! Kalian berdua kenapa malah ngobrol? Bukannya sekarang sedang jam belajar? Nona Rhine dan nona... "

" Uh, maaf Bu. Saya Rhine, minta maaf sama Bu gu- "

" Sama nyonya Lace. "

" Iya, saya sangat minta maaf sama nyonya Lace. "

Kata Rhine dengan ekspresi yang takut, bibir yang sedikit berkerut, serta tubuh yang bercucuran keringat dingin.

" Bagus "

Ujarnya sambil tersenyum lebar.

Asterisk tahu benar bahwa memang tidak pernah ada sebelumnya, seorang siswi atau seorang siswa dengan rambut serta mata berwarna ungu seperti dirinya, akan tetapi, lebih dari itu, ia tidak tahu.
Seperti alasan dibalik ketiadaan siswi atau siswa dengan warna ungu miliknya.
Dia juga tidak tahu alasan kenapa keluarganya sangat menyanyanginya, selalu mengkhawatirkannya, juga terkadang bersikap keras padanya. 

Ia hanya tahu, bahwa keluarganya bersikap keras padanya itu untuk kebaikannya.
Asterisk sama sekali tidak tahu bahwa  kehadiran dirinya itu sangat tidak biasa, keberadaannya di dunia adalah peristiwa yang ganjil, diri Asterisk bisa hidup dengan damai dirumah, itu juga karena perlindungan dan rasa cinta kedua orangtuanya, serta kedua kakaknya.
Untuk Asterisk, keluarganya rela melakukan apapun, demi Asterisk, agar dia dapat tumbuh normal, tanpa sedikitpun rasa khawatir, dan jauh dari bahaya.

Teng teng teng (suara bel berbunyi)

Jam mata pelajaran kedua pun di mulai, dan guru pun berganti.

Para siswi pun mulai merapikan meja.

Buku yang sudah selesai digunakan saat jam pertama pun mereka letakkan ke lemari kecil berkunci yang sudah sekolah sediakan, dan terletak disamping kelas.
Akan tetapi, orang yang meletakkan buku-buku tersebut bukanlah para siswi langsung, melainkan pelayan masing-masing.
Dengan warna, tinggi serta penampilan para siswi yang cukup beragam, mereka langsung menjetikkan jari tangan masing-masing, lalu para pelayan yang ada pun datang dan pergi sembari membawa buku juga peralatan belajar yang dibutuhkan.

Tiba-tiba saja, salah seorang siswi dengan rambut serta mata berwarna cokelat kehitaman dikelas berkata, 

" Hei, kau! Yang duduk di dekat jendela! "

The Girl's Sincerity Attracted Everyone's AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang