Jisung mondar-mandir di depan ruang ICU. Jaemin sudah mendapatkan penanganan saat baru sampai di Unit Gawat Darurat. Saat ini Jaemin butuh penanganan yang lebih serius. Akhirnya ia memutuskan untuk duduk di ruang tunggu, menundukkan kepalanya semoga Jaemin baik-baik saja.
"Kakak?" suara anak kecil membuat Jisung mengangkat lagi kepalanya. Gadis kecil berambut pirang itu memakai pakaian khas rumah sakit dan di tangan kecilnya masih tertempel bekas infus.
"Apa yang kau lakukan disini, manis?" gadis yang ditanya Jisung itu mulai terisak. "Hei, kenapa menangis?"
Jisung memangku gadis itu diatas pahanya. Tubuhnya panas. Jisung melepaskan jaketnya dan memakaikan ke tubuh si gadis kecil. Dengan lembut ia membisikkan kalimat-kalimat menenangkan. "Jangan menangis ya? Kakak antar ke kamarmu sekarang."
"J-jangan kak..." gadis itu menggeleng dengan cepat. Jisung menjadi panik saat kedua lubang hidung si gadis kecil mengalirkan darah segar.
"Millie!" Sebuah suara menggelegar dari perempuan paruh baya yang baru saja keluar dari lift. Ia menghampiri Jisung dan langsung mengambil alih si gadis kecil. "Dasar penculik! Akan ku laporkan kau ke polisi!"
Jisung hanya bisa diam. Gadis kecil yang bernama Millie masih terisak di gendongan perempuan itu. "Bibi, lepaskan aku! Aku tidak mau—" Belum selesai Millie berbicara, mulutnya sudah disekap si perempuan.
"Millie jangan banyak mengelak, bibi akan laporkan pria ini ke ayahmu." Si perempuan melemparkan jaket yang menempel di tubuh Millie ke wajah Jisung. Bekas basah darah tak sengaja menodai wajahnya. Kemudian si perempuan pergi membawa Millie ke dalam lift.
"Tuan Jung Jisung, pasien Jung Jaemin sudah siuman." Mendengar ucapan si perawat, Jisung ikut masuk ke dalam ruangan dimana Jaemin berada. Matanya menangkap pemandangan Jaemin dengan banyak alat yang terpasang di tubuh dan wajahnya yang bahkan Jisung tidak tahu namanya. Padahal sudah beberapa kali Jaemin begini.
"Ji-sung..." Suara yang pelan dan serak begitu saja keluar dari mulut lelaki yang baru saja sadarkan diri. Tangan kirinya meraih tangan kanan Jisung lalu menggenggamnya dengan lemah. "Jangan sampai kayak kakak ya?"
Jisung mengecup punggung tangan sang kakak, lalu melarutkan dirinya dalam pelukan. Entah indra penciumannya yang melemah, atau memang wangi manis kakaknya yang berkurang. Ia merasa ini hal yang sangat buruk.
"Tetaplah hidup, sekeras apapun hidupmu. Tunjukkan bahwa kamu lebih kuat untuk melunakkan hidupmu sendiri..." Jaemin tak berhenti mengusap rambut tebal adik kesayangannya. Ia sangat tahu betul bagaimana sang adik berusaha keras melawan hidupnya yang tak seberuntung hidupnya sendiri. Mata Jisung basah. Hanya Jaemin yang me-manusia-kannya.
"Jisung, lihat aku sekarang." Jisung memundurkan badannya, memperhatikan wajah kakaknya yang pucat pasi. Bibir kering itu masih bisa tersenyum. "Aku bangga punya adik kayak kamu. Yang masih sanggup bertahan sendirian. Maaf aku gak bisa—uhuk!"
Jisung panik melihat kakaknya tiba-tiba memegangi lehernya dengan nafas yang tercekat. Refleks Jisung ikut memegang leher Jaemin. "Kakak kenapa kak?!"
"Jisung! Kamu apakan Jaemin?!" Jisung rasanya ingin mati mendengar suara yang familiar itu. Pasalnya dia adalah orang yang tidak sengaja menjadi ayah Jisung kemudian tidak mau mengakui Jisung sebagai anaknya. Apapun yang Jisung lakukan terlihat salah.
"Kak Jaemin tiba-tiba begini, Ayah..." Persetan. Jisung yang biasanya terlihat tak acuh pada ayahnya, sekarang mulai mencoba percakapan lagi yang bahkan ia tau akan berujung perdebatan.
"Jelas-jelas kau mencekik kakakmu sendiri, Jisung! Alpha tidak tahu diri. Omega itu kakakmu sendiri! Tidak boleh ada yang merendahkan omega di keluarga kita. Ingat itu!" Jisung perlahan mundur. Ia pasti kalah. Tidak ada yang percaya bahkan peduli padanya, kecuali Jaemin, jadi untuk apa membunuh Jaemin? Jisung benci punya ayah yang terlihat sok pintar di depan karyawannya dan memperlihatkan kebodohannya pada dirinya sendiri.
Daripada mendengar suara aneh ayahnya, ia lebih memilih berlari ke ruangan dokter dan memanggilkan untuk Jaemin. Lalu pergi dari rumah sakit. Ia akan kembali setelah ayahnya pulang. Sial, ayahnya punya ikatan batin yang baik dengan kakaknya. Sedangkan Jisung? Sudah dibilang, hanya Jaemin yang Jisung punya. Jaemin adalah harta berharganya.
-----
"Sebenarnya apa tujuanku dihidupkan Tuhan? Untuk diberikan kesengsaraan? Untuk diberikan cobaan dan ujian yang tidak akan habis sebelum aku mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Good Liar
Short StoryJisung sudah terbiasa hidup sebagai angin, tak teranggap padahal ada. Jisung itu hidup, namun seperti bolak-balik di depan pintu kematian. Dan ini cerita Jisung sebelum nafas terakhirnya hilang. by. jaeminister