J_A - Kelima belas

82 20 37
                                    

***Diberitahukan kepada para READERS yang singgah, dimohon untuk meninggalkan jejak berupa 'VOTE' maupun 'KOMEN'.
Maaf atas Typo yang berserakan.
TERIMA KASIH ...📢

🚶🚶🚶

Surabaya, 18:30

Iring-iringan mobil meninggalkan hotel, menuju penthouse sebuah apartemen tempat keluarga Atmoko menginap.

Kalimat tasbih dan tahmid terus saja kubaca, guna meredam gejolak. Rasanya luar biasa tegang, namun tak separah tadi. Jujur aku sempat kalut. Karena sampai Maghrib pun, masih belum ada kabar tentang keberadaan Mitha.

Yaa Allah ... kuserahkan segalanya padaMU....

Dalam kepasrahanku, Allah kembali menunjukkan kekuasaanNYA. Pukul 18:06, Richie meneleponku untuk mengabarkan bahwa Mytha sudah datang dan akan segera merias diri.

Allahu Akbar! Alhamdulillah ... aku yang sedari tadi menepi dalam kamar sambil memandangi batik yang sudah disiapkan oleh Mama, kini bergegas mempersiapkan diri.

Jiwa taktisku sudah terasah. Dalam waktu sepuluh menit, aku sudah siap sedia.

Jadilah saat ini, aku sudah berada di dalam mobil bersama Papa, Mama, dan Dek Ardi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadilah saat ini, aku sudah berada di dalam mobil bersama Papa, Mama, dan Dek Ardi.

"Sudah mantap, Le?" tanya Papa memecah kebisuanku.

"Siap, Pa!"

"Bismillah ya, cah bagus! Semoga Allah melancarkan segalanya."

"Aamiin ...." Semua orang dalam mobil mengamini do'a yang baru saja diucapkan oleh Mama.

Empat puluh menit terasa cukup lama untukku yang tengah melayangkan pikir ke awang-awang. Saat tersadar bahwa mobil ini telah sampai di lobby apartemen, membuat dadaku kembali bergemuruh.

Astaghfirullah hal'azim...
Astaghfirullah hal'azim...
Astaghfirullah hal'azim...

Baru saja aku melangkah keluar dari dalam mobil, seseorang menepuk bahuku ....

"Mau melamar anak gadis orang atau baru terima SPRIN ke perbatasan, Desuh?!" tanya Bang Faris yang tampak gagah dengan Batik berwarna biru senada dengan keluarganya.

Aku hanya mampu mengulas senyum dan sebuah suara lain yang menyahuti ....

"Izin, Ndan. Ndak usah pake perenungan, lah! Sendirian terus dari tadi. Kita, 'kan bukan mau masuk hutan tanpa senjata." Kali ini Serka Rulli yang berkelakar

Mereka ini sarkas sekali. Apa karena wajahku yang terlihat tegang? Atau karena mereka mendengar bahwa, sedari sore aku mendekam dalam kamar ...?

"Terima kasih atas kesediaan Abang berdua!" ucapku sambil merangkul mereka.

Jawaban ANDRA [Proses REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang