Perlu keberanian dan kemauan yang besar darimu, saat kau memutuskan untuk meraih serta menggenggam tanganku. Dan aku, tak 'kan pernah melepaskan genggaman tanganmu.
~Arganindra Mahameru B.~
.
.
.- 💖 - 💖 - 💖 -
.
.
.Mataku masih menatap lekat padanya. Membayangkan apa yang kini tengah kami pandangi, akan melekat dengan indah di tubuhnya.
Hingga tiba-tiba suaranya yang terdengar melengking membuyarkan lamunanku seketika."Mas. Mas ... Mas Andraaa!"
"Mas Andra lagi mikirin siapa, sih?" sungutnya dengan nada tinggi menjurus ke jengkel, dengan tingkah yang menggemaskan—menurut akalku.
Aku hanya menjawab dengan senyuman. Yang justru membuat Mitha kini merubah mimik wajahnya secara drastis.
"Haduh ... yang mau Mas nikahi ini, sensitif banget, sih!" ujarku sembari berusaha menjawil dagunya. Namun berhasil ditepisnya lebih dulu.
"Ish, gak usah pegang-pegang! Lagian, wujudnya di sini, tapi pikirannya shopping entah ke mana."
"Pikiranmu itu, loh, kok negatif terus. Bisa, kan, dikondisikan!?" bantahku sambil menjentikkan jari ke dahinya.
Itulah dinamika kebersamaan kami, saat mempersiapkan pernikahan. Jika tadi adalah saat kami tengah berada di sebuah butik ternama. Lain lagi, saat kami sedang dalam perjalanan menuju Rikes.
🎀
Sejak aku menjemputnya di rumah, atau sesaat setelah mobil ini mengaspal, Mitha lebih banyak diam dan menundukkan wajahnya.
"Ngantuk, sakit perut, sariawan, atau karpet mobil memang lebih menarik dibandingkan, Mas?!"
Aku memberondongnya dengan berbagi pertanyaan yang begitu saja terlontar. Sementara Mitha, hanya melirikku sekilas, lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Huufft ... Mas gak tau, sih, apa yang lagi aku rasain!?"
"Emang MyTha, kenapa?"
"TAKUT!"
Aku terheran mendengar cericitannya yang penuh dengah penekanan.
"Apa yang kamu takutkan, Nda?"
"Ehm ... ya pemeriksaannya, lah!"
"Maksudnya gimana?"
Aku yang masih dilanda kebingungan berusaha untuk tetap fokus mengendalikan kemudi.
"Ehm, itu ... pemeriksaannya ...."
"Iya ...."
Aku menanggapi lalu mencoba berpikir sejenak untuk mencari akar dari keresahannya.
"Pasti menyeluruh. Terus diperiksa sampe dalem-dalemnya, kan? AKU RISIH, MAS!" ungkapnya dengan wajah yang menggambarkan kerisauan.
"Kamu gak baca surat lampirannya?"
Mitha menggeleng cepat. Pantas saja, jika ia segusar ini.
"Baca nama dokter yang akan kita temui, sekarang!" ujarku dengan nada terkesan memerintah.
"RSPAD. Paviliun ... Letkol dr.Arimbi Swastika SpOG. Aku kira, dokternya ...."
"Apa, hmm ... kamu kira, dokternya laki-laki, begitu?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban ANDRA [Proses REVISI]
Roman d'amourMohon maaf atas ketidaknyamanan saat membaca. Cerita ini sedang berada dalam tahap REVISI. -Terima Kasih-🙏 - Ketika untuk pertama kalinya, aku kembali mendengar namamu. - Ketika namamu selalu kusebut dalam setiap do'aku. - Hingga saat takdir ILLAH...