kencan pertama

10.4K 68 0
                                    

Rahasia Janda bohay

Ke 9

Aku terus melamun sambil sesekali menatap keluar kaca mobil. Gelap. Hanya itu yang kutangkap.

Sedetik kulihat bayangan kain putih menggantung di pohon. "Hiii!" Aku bergidik, ngeri. Aneh aja melihat mereka yang notabenenya sebangsa denganku justru bergantungan di pohon. Eh tidak sama! Aku kan masih setengah manusia. Aku mulai tersenyum sendiri karena lamunan.

"Kenapa, Mbak?" tanya Gibran.

"Ah ... enggak," sahutku nyengir. Ia mengangkat alis melihat responku, menatap dengan tatapan aneh. Kemudian mengabaikan dan kembali berbincang dengan Adrian. Kubuang wajah ke samping dekat tas sekadar mencari tempat yang pas agar bisa melamun. Takut si Gibran mendapati lagi dan menyangka aku kurang waras.

"Turun di mana nih, Mbak?" tanya Adrian. Kuedarkan pandangan keluar kaca. Ternyata aku sudah sampai di desa.

"Depan ya, Bang. Blok D," pintaku pada Adrian.

"Oke, Mbak."

Ia lanjut menjalankan mobil lalu menurunkanku sesampainya di tempat yang kuminta.

Di sini ya, Mbak?"

"He-em." Kuraih tas dan segera turun dari mobil. Tampak Adrian membuka kaca depan lalu tersenyum padaku. Belum sempat Adrian bicara, spontan Gibran menyela. "Hati-hati ya, Mbak," ujarnya dengan memicingkan sebelah mata.

"Eddeh, keganjenan, Lu!" Adrian menggerutu sambil memonyongkan bibir.

"Iya, Masnya juga hati-hati yah. Makasih banyak atas tumpangannya."

"Sama-sama, Mbak," sahut mereka. "Saya permisi ya, Mbak. Mariii ...."

"Ya, mari, Mas!" Kulambaikan tangan sambil terus menatap mobil itu hingga tersisa bayangan.

Aku beranjak dari tempat berdiri setelah kupastikan mobil Adrian sudah tak terlihat. Sepanjang jalan aku terus memijat bahu yang terasa pegal. Mungkin akibat terpental tadi. Kususuri jalan yang gelap dengan hawa dingin menyeruak. Tak ada lagi warga yang melintas, benar-benar sepi. Mungkin karena sudah larut malam.

Kutatap jam yang melingkar di pergelangan. Benar saja, ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima puluh. Sudah hampir jam dua belas malam. Pos ronda yang tadi terlihat ramai di isi oleh lima warga itu kini tampak sepi. Hanya lampu yang masih setia menyala.

Kuhampiri pos itu, memastikan keadaan benar-benar sepi. Selangkah demi selangkah kuayun kaki hingga tinggal tiga meter. Aku menyipitkan mata. Terlihat lima pasang kaki terbujur di ujung teras. Juga terdengar suara seseorang tengah menepuk keras bagian tubuhnya.

Sepertinya malam ini para peronda sedang tertidur pulas. Hanya kadang terbangun saat digigit oleh serangga kecil sebangsa vampir penghisap darah. Oke baiklah! Ini saatnya aku kembali beraksi.

Bergegas aku pergi menuju rumah reot. Seperti malam-malam sebelumnya. Aku kembali beraksi mencari mangsa sepanjang malam dan kembali sebelum fajar. Walau bukan pesta atau duren runtuh yang kudapat. Tapi setidaknya bisa mengurangi sedikit rasa haus.

*****

Pagi itu aku kembali berjualan. Berkutat dengan teko panas dan wajan. Berbagai jajanan basah sudah tersaji dalam tiga wadah. "Selesai," gumamku setelah selesai berberes.

Kuraih tas yang sejak semalam tak tersentuh. Mencoba mencari benda layar datar lima inciku. Namun ternyata, tak ada di sana. "Ke mana benda itu?" gumamku.

Sedetik kemudian mataku tertuju pada kelompok ibu-ibu tukang gosip yang terlihat gaduh di depan sana. Kulihat mereka sibuk perang mulut. Mungkin membahas pasal Juki.

Rahasia Janda BohayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang