Erna pergi,
Sri baru ingat pesan mbah Tamin, ia langsung bergegas bersiap menghentikan Erna, Sri lari mengejar Erna, untungnya, ia masih sempat mencengkram lengan Erna, mereka terdiam di depan pintu rumah.
suara ketukan itu, terdengar lagi, setiap ketukanya, terdiri dari 3 ketukan,
semakin lama, ketukanya semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat.
sampai, tidak ada ketukan lagi.
Erna dan Sri saling berpandangan, bingung, keheningan menenggelamkan mereka di dalam rumah itu, sebelum,
sesuatu, menggebrak pintu dengan keras, hingga membuat mereka tersentak
mereka hanya diam, berusaha tidak bersuara, lalu, dari belakang, seseorang melangkah masuk.
Dini melihat 2 temannya terlihat kacau balau. Ia bingung, kemudian berujar :
"ga krungu mbah Tamin nyelok ta, ndang di bukak lawange"
(kalian gak denger mbah tamin manggil, buka pintunya)"he, ojok ngawor koen" (jangan ngawur kamu) celoteh Erna, namun Dini memaksa, bahkan Sri yg memegang tanganya, Dini pelototi, sampe akhirnya mereka mengalah,
Dini membuka pintu, disana, mbah Tamin berdiri, ia hanya diam, menatap mereka semua, sebelum melangkah masuk ke rumah
Anehnya.... malam itu, wajah mbah Tamin tampak merah padam, ia tidak berbicara kepada mereka, tidak membahas kenapa pintunya tidak langsung di buka padahal ia sudah memanggil-manggil daritadi.
Namun Sri merasa, mbah Tamin tahu, bahwa ia baru saja lalai terhadap Dela.
Sri dan yang lain, mengikuti mbah Tamin. Beliau masuk ke dalam kamar Dela, lalu perlahan, ia membuka keranda bambu kuning, ia membukanya, kali ini tanpa mengikat Dela terlebih dahulu, seakan ingin mengulang kesalahan Sri.
Hanya Sri dan Erna, yang memandang hal itu dengan ngeri.
Sri mendekat perlahan, seakan ingin melihat lebih dekat apa yang orang tua itu lakukan, lalu, tiba-tiba, mata Dela terbuka, ia melihat mbah Tamin, menatapnya cukup lama, sebelum menangis meraung layaknya gadis kecil.
"Loro ki, loro" (sakit ki, sakit sekali)
Dela hanya menangis.
Mbah Tamin hanya bisa membelai rambut Dela, berusaha menenangkanya. Pemandangan itu seperti melihat seorang ayah dan anak yang saling mengasihi. Namun, Sri masih belum mengerti, kenapa seakan Dela yang ini berbeda dengan Dela yang Sri dan Erna temui tadi.
apa yang terjadi sebenarnya?
"sing sabar yo nduk, mari iki puncak lorohmu" (sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu) ucap mbah Tamin, ia masih mengelus rambut Dela.
Lalu, Dela melirik Sri dan yang lain, yang hanya diam mematung. Tatapanya, seakan mengucapkan "terimakasih sudah mau merawat saya"
Mbah Tamin lalu mengikat tangan dan tali Dela, tergambar wajah sedih disana, ia masuk ke dapur, mengambil sebuah kain putih besar, saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, ia berulang kali mengatkan.
"ojok ki, ojok balekno aku nang kono" (jangan ki, jangan kembalikan saya kesana)
Namun, mbah Tamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yang meronta-ronta. Terakhir, mbah Tamin membakar kemenyan, sebelum memegang kepala Dela dan terdengar, suara raungan yang mengguncangkan seisi rumah itu.
Sri dan Erna sampai beringsut mundur, sosok didalam kain itu terus meraung layaknya iblis yang Sri saksikan tadi. Kali ini, Dini tampak terguncang, bingung, ada apa sebenarnya disini.
Terdengar suara marah dari dalam kain. ia adalah wujud tadi yang Sri saksikan : "Menungso bejat"
(manusia berengsek).
.
.
Lanjut >>
KAMU SEDANG MEMBACA
SEWU DINO [1000 HARI]
TerrorMalam ini, gw akan menyajikan sebuah peristiwa kelam atau bisa di bilang pengalaman mengerikan dari seseorang yang berhasil gw ulik. Sebegitu kelamnya cerita ini, sampai gw janji gak akan membocorkan lokasi dan semua yang berhubungan dengan cerita i...