Chapter 3: "PERTEMUAN DENGAN UTUSAN MAJAPAHIT"

28 0 0
                                    


Aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti perkataannya. Kami segera melesat menyusuri jalan setapak untuk segera keluar dari hutan. Percaya atau tidak, sekarang aku sedang menunggangi seekor harimau setinggi dua meter yang berlari sangat kencang. 

Aku sebenarnya tidak terlalu yakin ini harimau atau bukan, dilihat belangnya memang iya, tapi ukuran harimau ini sangat tidak masuk akal, dan harimau ini mempunyai surai seperti singa dan taring yang besar sampai keluar mulutnya.

"Pegangan yang erat, kita hampir sampai!"

"Apa?!" Aku tidak mendengar perkataannya dengan baik. Sialnya aku lambat menyadari bahwa pegangan erat yang maksud adalah pegangan agar aku tidak jatuh saat makhluk ini melompati lembah dengan jarak sekitar dua buah bus lintas Jawa-Sumatra. 

Nasibku sepertinya memang buruk, nyaris saja aku jatuh karena peganganku tidak terlalu kuat, untung anak itu cepat menangkap lenganku yang berusaha menggapai ke atas. 

Setelah kuperhatikan lagi, ada yang aneh dengan anak ini, seluruh rambutnya berwarna putih, dan mata berwarna biru langit. Satu lagi, pupil matanya tidak bulat, namun lancip tajam seperti pupil mata kucing.

"Kita sudah sampai."

Makhluk yang kami tunggangi menempelkan tubuhnya ke tanah agar kami bisa turun. Melompat dari ketinggian dua meter tentu saja sedikit merepotkan.

"Kita dimana?" Aku mulai memberanikan diri bertanya. Sepertinya itu adalah pertanyaan pertama untuk sederetan pertanyaan berikutnya. Aku benar-benar butuh jawaban. Apa memaksa diri untuk percaya bahwa ternyata makhluk yang baru saja kautunggangi tidak hanya satu. Ada belasan makhluk seperti itu di sekitarku.

"Kita ada di Sanggrahan. Kami akan bertemu dengan utusan Kerajaan Majapahit di sini."

"Majapahit? Maksudmu?" Wajahku tampak seperti orang bodoh yang dibodohi.

"Itu kerajaan kalian bukan? Buat apa bertanya? Kerajaan Majapahit sedang mengalami konflik dengan kerajaan Adhigana. Sejauh informasi yang beredar, Adhigana menuduh orang-orang dari kerajaanmu telah mencuri permata api di kaki gunung. 

Permata itu adalah simbol simbol kekuasaan dan batas wilayah kerjaaan Adhigana yang amat berharga. Sedangkan pihak kerajaanmu membantah bahwa orang-orang mereka telah mencurinya. Siapa pun yang memulai, seharunya kerajaan manusia tidak seharusnya punya masalah dengan para Adhigana

Orang-orang Adhigana dulunya adalah warga kerajaan Indurasmi yang merasa tidak cocok lagi dengan kepemimpinan ayahku yang menyatakan untuk hidup berdampingan dengan manusia. Mereka tidak setuju karena manusia adalah makhluk yang serakah, dan tentunya akan merugikan jika harus hidup berdampingan. 

Pada akhir perdebatan, ayahku tetap pada pendiriannya. Lalu terjadilah seperti sekarang, mereka yang keluar membentuk kerajaan sendiri, yaitu Adhigana. Pemimpin kerajaan itu sekarang adalah pamanku sendiri. Kabarnya Adhigana akan menabuh genderang perang dalam waktu dekat permata api itu tidak kuncung dikembalikan."

Cerita panjang namun sangat efektif. Aku mengangguk paham. Kerajaan majapahit? Aku benar-benar tidak bisa percaya bahwa sekarang aku tengah berada di salah satu tahun pada rentang 1293-1500 M. Ternyata ocehan Rima tentang sejarah juga cukup berguna.

"Oh iya, harusnya aku memperkenalkan diri lebih awal. Namaku Byakta, anak pertama dari raja Kerajaan Indurasmi. Namamu?"

Byakta menjulurkan tangannya.

"Aku Jaka. Sepertinya kita seumuran." Aku menjabat tangannya. Saat bersalaman aku juga baru menyadari ternyata Byakta mempunyai kuku jari yang meruncing.

"Seumuran? Tentu saja tidak. Ras Indurasmi mempunyai umur yang jauh lebih panjang dari manusia. Saat ini umurku sudah 1800 tahun. Kalau boleh tahu apa kau benar berasal dari Majapahit? Kenapa penampilanmu sedikit berbeda?" Wajah Byakta penasaran.

"Sebenarnya..." Aku sedikit ragu untuk menjawab. "Aku memang berasal dari dari sini, namun dari tahun yang berbeda."

"Maksudmu kau berasalah dari masa depan?"

Aku mengangguk.

Kukira Byakta tidak akan percaya, karena sangat sulit memposisikan diri siapa yang harus percaya dan siapa yang harus bergelak tawa sekarang. Berada di luar dugaanku, ternyata Byakta merespon jawabanku dengan sedikit kagum.

"Oh, benarkah? Aku tidak menyangka sihir lintas waktu bisa ternyata bisa dilakukan. Kau harus mengajariku suatu saat. Sepertinya pertemuannya akan dimualai. Ayo masuk!"

Aku mengikuti Byakta dari belakang.

Pertanyaan pertamaku pada Byakta terlontar hanya untuk memastikan. Aku kenal tempat ini. Tempat yang tidak terlalu jauh dari rumah kakek, dan aku juga sering mengunjunginya bersama Rima meski hanya ditemani sopir pribadi. Apa yang sedang kulihat adalah Candi Sanggrahan dalam wujud yang masih kokoh dan megah. Terlihat sangat indah disinari oleh cahaya rembulan setelah beberapa saat lalu hujan berhenti.

Pertemuan yang dikatakan Byakta dimulai.

Aku mengambil tempat paling belakang dan melebur bersama orang-orang Indurasmi. Jika aku duduk berdekatan dengan para utusan Majaphit, mereka pasti akan mencurigaiku. Aku tidak ingin dapat masalah lagi di sini.

"Pengintaian yang kami lakukan tidak berjalan dengan baik. Kilatan langit yang bergemuruh tidak menguntungkan kami untuk bersembunyi. Para penjaga Adhigana langsung mengejar, namun mereka tidak mengetahui siap identitas yang memata-matai mereka." Seorang Indurasmi dengan pedang di sampingnya menjelaskan.

"Terimakasih, Panglima Indurasmi. Paling tidak informasi yang kalian bawa sudah lebih dari cukup untuk persiapan perang." Utusan itu menanggapi hormat.

"Apa kalian yakin dengan keputusan ini?" 

Byakta menyela pembicaraan dan berdiri menghadap para utusan. 

"Sebagai putra mahkota kerajaan Indurasmi, aku mewakili ayahku untuk memberikan bantuan dalam perperangan ini. Meski tidak terlibat secara langsung dalam konflik, cepat atau lambat kerajaan Adhigana pasti juga akan menyusun kekuatan dan menyerang Indurasmi."

"Tapi pangeran, raja tidak menitahkan itu secara jelas apakah kita harus muncul di medan perang atau tidak, siapa tahu kita hanya menjadi pasukan bayangan untuk mengumpulkan informasi seperti ini." Panglima berusaha meyakinkan.

"Tidak panglima. Sangat tidak mungkin bagi kerajaan manusia untuk menghadapi ras Cahay Rembulan seperti kita, apalagi sekarang kerajaan Adhigana sudah berhasil menjinakkan puluhan Cayapata Hitam di kaki gunung. Mereka sangatlah kuat."

Panglima langsung diam membisu.

JIWA KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang