9; Lantana

682 166 19
                                    

Nagisa membuka buku pada halaman terakhir yang sengaja ia lipat sebagai tanda.

Menikmati roti kering camilan sembari menjagai anak didiknya, Nagisa menyadari bahwa buku yang katanya diberikan oleh Bara telah mencapai halaman terakhir.

Nagisa tersenyum kecil setelah melihat foto apa yang ditempelkan oleh Bara di halaman kali ini.

Turun dari foto, Nagisa membaca catatan yang Bara tinggalkan untuk memperjelas maksud foto yang ia sisipkan.

Nagisa tak mampu menyembunyikan bahagia yang membuncah di dadanya, “Iya, gue juga sayang sama lo.”

Pertanyaannya hari itu terjawab sudah.




memoria




“Rumah panti bakalan dijual. Anak-anak juga ikut semua ke Aussie, jadi, maaf ya, Nagisa."

Nagisa menatap Dara dengan tatapan tulusnya, “Iya, gak papa kok. Lagian anak-anak gak mungkin ditinggal di sini kan?”

Dara maju dan memeluk Nagisa, “Baru kenal sebentar sama lo aja udah bikin gue gak sanggup pergi, pantes ya, anak-anak sama Bara keliatan gak bisa banget ninggalin lo.”

Nagisa terkekeh pelan, “Gak juga kok, nanti pelan-pelan, kalian semua bisa lupain gue.”

Dara mendelik, “Ngomong apa sih? Ya enggak lah! Siapa yang mau lupain lo, ha? Siapa? Mana sini orangnya?”

“Nih, di sini.”


Nagisa dan Dara kompak menoleh ke arah sumber suara, mendapati Bara berdiri di sana dengan anak-anak panti berbaris  rapi di belakangnya.

“Sok banget lo mau lupain Nagisa,” cibir Dara sembari meninju lengannya main-main.

Bara tertawa jenaka, “Kalo dia sedih terus, bakalan gue lupain aja. Mampus, nangis terosss sana sampe kemasukan dedemit biar gue bisa lupain lo dengan gampang.”

Inilah kenapa Nagisa tidak mau menangis, Bara memang manusia termenyebalkan sedunia.


“Yang mau nangis siapa sih, sotak amatlu.”

Bara terkekeh, kemudian ia menoleh ke belakang tempat anak-anak panti mengerumun, “Sana, pamit sama Kak Nagisa.”

Diawali oleh Doni, si giant baby, yang melangkah ke arah Nagisa dengan terburu-buru.

“Kak Gisa, ikut aja yuk? Nanti di sana kalo Kak Bara usil, biar ada yang nimpuk.”

“Tenang aja, ada Kak Dara kok di sana. Kak Dara lebih galak daripada Kak Gisa, biar nanti Kak Bara digoreng sekalian,” Nagisa tersenyum sembari menarik Doni dan kemudian memeluknya erat, perasaan sedih dan haru bergerumul menjadi satu, air matanya menetes tanpa perintah.

Namun kali ini Bara tidak akan menganggap Nagisa cengeng, gadis itu menangis karena bahagia.


“KAK NAGISA, JANGAN LUPA SAMA KITA SEMUA,” lengan-lengan kecil itu berhambur, sekali lagi membawa Nagisa ke dalam sebuah group hug.

“Kakak gak bakalan lupa sama kalian kok,” Nagisa menyeka air matanya, “Kalo Kakak lupa, kalian boleh dateng ke mimpi Kakak. Hantuin Kakak sesuka hati kalian.”

Tidak ada yang mencibir ucapan Nagisa seperti biasa saat sedang menjahili Kakak kesayangan mereka ini.

Karena mereka tau, kali ini Nagisa tidak sedang bercanda.

Dara mengamati saudara kembarnya, dan gadis itu tersenyum maklum, “Anak-anak, ayo kita masuk ke pesawat.”

Anak-anak panti mendesah kecewa, satu persatu melepaskan group hug dan beralih untuk memeluk Nagisa satu persatu, lalu berlari ke arah Dara dan menghilang di balik pintu bandara.

[B] Memoria | 2Hyunjin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang