01

194 26 0
                                    

Sesampainya di depan gedung dorm, ia menarik napas panjang, merasa lega karena hari yang melelahkan akhirnya hampir berakhir.

Begitu memasuki dorm, aroma masakan langsung menyambutnya. Di dapur kecil yang ada di ruang bersama, terlihat Iyyah sedang sibuk di depan kompor. Panci mendidih dan suara minyak yang berdesis membuat suasana dorm terasa hangat di tengah cuaca dingin.

Saliqah tersenyum dan melepaskan jaketnya, menggantungkannya di tempat biasa. "Hmm, ada yang masak nih, baunya enak banget!" ucapnya, menghampiri dapur.

Iyyah menoleh dan tersenyum lebar, "Eh, Sal! Aku lagi masak sayur sop dan ayam goreng nih. Mau ikut makan? Aku buat banyak."

Saliqah menatap panci di depan Iyyah, tampak tertarik dengan masakan yang sedang dimasak sahabatnya itu. "Wah, kebetulan banget, aku lapar! Kayaknya pas banget buat mengakhiri hari yang panjang dan dingin ini." jawabnya sambil duduk di kursi dekat meja dapur.

"Ya udah, duduk aja dulu. Aku hampir selesai masak. Nggak butuh waktu lama kok," ucap Iyyah sambil tetap fokus mengaduk panci berisi sayur itu.

Saliqah membuka laptopnya sebentar untuk mengecek email kampus, sementara suara desisan minyak dan aroma bawang putih memenuhi ruangan. Beberapa menit kemudian, Iyyah menyiapkan dua piring nasi lengkap dengan ayam goreng dan sayur sop di mangkuk yang tersusun rapih di atas meja.

"Sudah jadi! Ayo makan," ucap Iyyah sambil meletakkan piring di depannya.

Saliqah menutup laptopnya dan menyingkirkannya, dia mengambil piringnya, menyantap masakan lezat yang dibuat oleh sahabatnya itu.

"Oh ya, btw ku tadi dapat kabar dari grup PPI. Minggu depan bakal ada acara perkumpulan di pusat kota Heidelberg. Kita disuruh datang. Yuk Sal, kamu pertemuan kemarin nggak ikutan 'kan?" ucap Iyyah.

Saliqah mengangguk sambil menyendokkan nasi ke mulutnya. "PPI ya? Hmm, udah lama ya kita nggak ikutan acara mereka. Pentingnya apa sih? Ada acara khusus?"

"Kita? Kamu kali. Iya deh, selain buat silaturahmi, kayanya bakal diskusi yang acara kuliner itu nggak sih? Mungkin mereka mau ngatur jadwal atau nentuin siapa yang mau jadi panitianya," jelas Iyyah sambil menyeruput sayur sop hangat.

"Apa kita harus datang? Aku minggu depan kayaknya sibuk sama deadline tugas," tanya Saliqah.

Iyyah tertawa kecil. "Ah, ayolah Sal, kali ini sepertinya kita harus ikut. Nggak enak juga kalau jarang muncul, padahal kita kan mahasiswa Indonesia di sini. Sekali-kali ikut nimbrung lah."

Saliqah tersenyum, menyadari betul bahwa dia sudah lama tak aktif di kegiatan PPI karena kesibukan kuliah. "Iya, benar juga sih. Kapan acaranya? Di mana?"

"Sabtu depan, di pusat kota. Mereka bakal adain pertemuan di salah satu gedung sewa, terus katanya bakal ada makan-makan juga. Lumayan kan, bisa kumpul dan makan makanan Indonesia," ucap Iyyah sambil menyeringai.

Saliqah mengangguk setuju. "Oke deh, aku coba atur jadwal biar bisa ikut. Kalo dipikir kangen juga kumpul sama yang lain."

"Siap! Kita pergi bareng, ya!" Iyyah tampak bersemangat, sementara Saliqah tersenyum sambil menyendokkan suapan terakhir nasi ke mulutnya.

Malam itu berlalu dengan nyaman, keduanya mengobrol santai tentang kehidupan kuliah, rencana masa depan, dan tentunya rindu akan tanah air. Dorm yang biasanya sepi kini terasa hidup dengan suara tawa dan obrolan mereka.

***

Beberapa waktu kemudian, kini mereka berdua keluar dari dorm, dibalut jaket tebal untuk menghadapi dinginnya udara musim dingin Heidelberg. Bersiap untuk pergi menuju tempat yang akan diadakannya acara PPI.

Salju tipis menyelimuti jalanan, dan lampu-lampu di sepanjang Altstadt memberikan suasana hangat meskipun udara dingin menggigit.

Bangunan-bangunan bersejarah dengan arsitektur barok tampak indah dengan lapisan salju yang menghiasinya. Altstadt selalu memiliki daya tarik tersendiri, terutama saat musim dingin seperti ini, di mana suasana seakan membawa para pejalan kaki masuk ke dalam era yang berbeda.

Saat mereka sampai di Marktplatz, pusat dari Altstadt, area itu sudah mulai dipenuhi orang-orang. Saliqah melihat beberapa wajah yang familiar-mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang dia kenal dari acara sebelumnya. Mereka semua tampak senang bertemu di tengah suasana kota yang dingin, namun penuh semangat.

"Kita ke dalam ya, acaranya di aula di sana," ucap Iyyah sambil menunjuk bangunan tua yang telah diubah menjadi tempat kumpul mereka.

Mereka masuk ke dalam aula yang cukup hangat. Di dalam, sudah banyak mahasiswa Indonesia berkumpul. Suara obrolan bercampur tawa riuh mengisi ruangan, membuat atmosfer menjadi akrab dan menyenangkan.

"Sal, ayo ke sana! Itu ada si kembar," ucap Iyyah sambil menarik tangan Saliqah. Mereka berjalan mendekati sekelompok orang yang sedang berbicara serius di sudut ruangan.

Di tengah kerumunan, Saliqah melihat sosok yang dikenalnya.

"Rajas?" Saliqah menghampiri pria yang mengenakan jaket hitam dan syal abu-abu. Dia tersenyum saat melihat Saliqah.

"Eh, Saliqah 'kan! Apa kabar?" sapanya hangat.

"Baik, Alhamdulillah. Rajas, kenalin, ini Iyyah, sahabatku dari Aceh. Iyyah, ini Rajas, kita ketemu di perpustakaan kemarin," ucap Saliqah sambil memperkenalkan keduanya.

Iyyah tersenyum sambil berjabat tangan. "Salam kenal, Mas Rajas. Wah, ternyata kita makin banyak ketemu orang Indonesia di sini ya."

"Salam kenal juga, Iyyah. Iya, makin lama komunitas kita di Heidelberg makin besar," jawab Rajas dengan ramah.

"Loh kalian udah saling kenal?" ucap seseorang yang tiba-tiba ikut masuk dalam obrolan mereka.

"Pandu!" ucap Iyyah dan Saliqah bersamaan.

"Eh Pandu, lo kenal mereka?" tanya Rajas.

Pria yang bernama Pandu itu mengangguk. "Hai Iyyah, Saliqah, apa kabar?" sapanya kepada Iyyah dan Saliqah.

Kedua gadis ini tersenyum. "Baik Mas Pandu," ucapnya membalas sapaan Pandu.

"Iya kenal gue sama mereka, sering ketemu di acara PPI. Makanya lo sering ikutan Jas, biar kenal orang-orang," ucap Pandu.

"Hmmm." Rajas hanya berdehem, dasar Pandu! Ini bukan waktunya untuk dia menyindir Rajas.

Setelah berbasa-basi, mereka semua duduk untuk mengikuti diskusi yang dimulai tak lama kemudian. Topik utama diskusi adalah tentang pameran kuliner Indonesia yang akan diadakan beberapa minggu lagi di pusat kota Heidelberg. Panitia menjelaskan bahwa acara ini diharapkan bisa menarik perhatian masyarakat lokal dan internasional untuk lebih mengenal kuliner khas Indonesia.

"Pameran ini bakal seru banget. Nanti kita akan ajak mahasiswa-mahasiswa di sini untuk bantu masak dan menyiapkan stand," ucap salah satu panitia di depan ruangan.

Iyyah terlihat sangat antusias. "Aku pengen ikut, kita masak apa ya? Aku mau buat mie Aceh deh! Kamu buat Rawon aja Sal."

Saliqah tersenyum mendengar antusiasme sahabatnya. "Nggak dulu, rawon ribet ya Iyyah, jangan sok ngide." ucap Saliqah. Rawon memang makanan khas daerahnya dan Saliqah pandai memasaknya, tetapi tidak untuk memasak di negara ini, yang bahan juga alat perlengkapannya tidak lengkap.

"Gado-gado aja? Oh atau bakso?" Saliqah sekali lagi menggeleng.

"Nggak tahu, lihat nanti. Atau aku bantu kamu aja deh," ucap Saliqah.

Setelah diskusi selesai, mereka duduk bersama kelompok kecil dan mengobrol santai. Suasana ruangan terasa lebih hangat dengan keakraban para mahasiswa Indonesia yang saling berbagi cerita tentang kehidupan di Jerman, tantangan beradaptasi, hingga rindu akan makanan kampung halaman.

Author note: Selamat membaca. Semoga bacaan ini bisa menghibur para pembaca. Terima kasih juga karena sudah mau membaca cerita yang banyak kekurangannya ini, ambil baiknya, buang buruknya.


Simpul Dua Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang