07

101 21 0
                                    

Saliqah duduk di meja belajar, matanya fokus pada layar laptop. Ia tengah memeriksa laporan praktikum minggu lalu, ketika ia bertugas sebagai asisten laboratorium untuk kelas formula kosmetik. Berkas-berkas data hasil pengujian dan formulasi kosmetik memenuhi layar, dan ia mencatat temuan-temuan penting yang perlu dibagikan pada mahasiswa yang ia bimbing. 

Di sisi lain ruangan, Rajas duduk santai dengan sebuah buku tebal di tangannya. Ia tampak tenggelam dalam analisisnya, membaca tentang peradaban Islam dan pengaruhnya di Spanyol. Topik ini adalah salah satu yang telah lama Rajas kagumi. 

Merasa sudah selesai dengan laporan-laporan yang telah ia periksa, Saliqah berencana untuk beranjak dari perpustakaan, ia membereskan barang-berangnya. Saat berjalan ingin keluar, melewati sectiion bacaan sejarah dan sosial, ia melihat Rajas yang asyik membaca, Saliqah merasa tertarik. 

"Halo Rajas, kamu lagi baca apa?" tanya Saliqah tiba-tiba yang membuat Rajas sedikit terkejut

Rajas menurunkan bukunya. "Eh Saliqah, kirain siapa. Oh ya ini aku lagi baca tentang peradaban agama di Spanyol, sekarang lagi cari terkait peradaban Islam di Spanyol. Setelah aku baca-baca dari beberapa buku, Islam di Spanyol dulu menjadi pusat ilmu pengetahuan, seni, dan budaya. Bayangkan, pada abad pertengahan, Spanyol menjadi tempat bertemunya beragam ilmu, mulai dari matematika sampai astronomi, bahkan ilmu kedokteran."

Saliqah, yang sangat antusias dengan sejarah, semakin tertarik. "Jadi, Islam waktu itu benar-benar membawa pengaruh besar, ya? Aku sendiri belum tahu terkait perkembangan Islam di negara Spanyol."

Rajas mengangguk, melanjutkan. "Betul. Banyak yang lupa seberapa besar peran Islam di sana. Cordoba, misalnya, dulu adalah salah satu kota paling maju di Eropa. Mereka memiliki sistem perpustakaan yang sangat canggih, akademi yang mengajarkan banyak disiplin ilmu, dan masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu itu lalu diterjemahkan dan disebarluaskan, termasuk ke Eropa yang kemudian memanfaatkannya saat Renaisans."

"Wah, aku baru tahu kalau pengaruhnya sampai seluas itu," gumam Saliqah kagum. "Jadi bukan cuma agama, tapi pusat kemajuan ilmu juga."

"Betul," ujar Rajas. "Di masa itu, Islam lebih dari sekadar agama. Ada konsep 'iqra,' yang artinya 'bacalah' atau ajaran untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Itu kenapa Islam di Spanyol mendorong masyarakatnya untuk belajar banyak hal—matematika, filsafat, hingga seni kaligrafi."

Saliqah tersenyum sambil berpikir, menambahkan, "Aku pernah dengar kalau kontribusi Islam di Spanyol juga memengaruhi bahasa, terutama Bahasa Spanyol. Banyak kata yang asalnya dari Bahasa Arab, kan ya?"

Rajas tersenyum puas mendengar komentar kritis Saliqah. "Betul Sal! di buku ini dijelasin, ada ribuan kata dalam Bahasa Spanyol yang berasal dari Bahasa Arab. Misalnya 'almohada' yang artinya bantal, atau 'azúcar' yang artinya gula. Ini menunjukkan betapa luasnya pengaruh Islam terhadap budaya mereka."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati topik yang mengalir dengan lancar. Di tengah perbincangan mereka, Rajas melanjutkan dengan semangat. "Uniknya, di Cordoba dan kota-kota besar lainnya, umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan dan saling berbagi ilmu. Bahkan, para cendekiawan dari Eropa datang ke sana untuk belajar. Ilmuwan Muslim waktu itu nggak hanya membatasi diri pada satu disiplin ilmu saja. Misalnya, ada Al-Zahrawi, ahli bedah terkenal yang teknik-tekniknya masih digunakan sampai sekarang."

Saliqah semakin kagum. "Jadi, mereka bukan hanya maju dalam sains, tetapi juga punya toleransi tinggi antaragama, ya?"

Rajas mengangguk lagi. "Iya, toleransi ini yang jadi fondasi kuat. Di sana, orang-orang dari berbagai latar belakang agama bekerja bersama untuk memecahkan masalah, tanpa batasan keyakinan. Bayangkan, peradaban yang punya toleransi kuat seperti itu membuat Cordoba jadi tempat yang luar biasa."

Simpul Dua Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang