Shopping

1.3K 86 1
                                    

Aku benar-benar ingin membunuh Emily.

Dalam otakku tersusun berbagai macam skema pembunuhan tanpa meninggalkan jejak.

Bagaimana dengan menggantungnya di langit-langit koridor dan meninggalkan surat wasiat? Ah. Tidak. Orang pertama yang akan di interogasi adalah aku. Lagi pula bagaimana cara menggantungnya tanpa ketahuan CCTV.

Bagaimana dengan mensabotase mobilnya, membuatnya seolah-olah kecelakaan tunggal karena Emily lupa memeriksa kampas rem. Terdengar bagus. Tapi jika dia memaksa mengajakku berpergian tanpa bisa menolaknya. Aku juga akan mati.

Atau memberinya kopi sianida? Tapi butuh bantuan orang lain untuk meletakkan bubuk sianida di gagang cangkir kopinya. Meskipun dia mempunyai kebiasaan menjilat jarinya, tapi siapa yang tau dia akan memesan apa. Atau tidak memesan sama sekali? Kemudian dia meminum susu kotakku tanpa sepengetahuanku dan justru akulah yang akan berakhir di pemakaman.

Kim menarik lenganku hingga aku mengerang sakit dan berdoa semoga tidak harus ke dokter othopedi. Itu dilakukannya hanya untuk matanya yang melihat lebel diskon empat puluh persen. Lagi-lagi aku mengerang putus asa. Tidak bisakah meteor jatuh dan menghantam Manhattan hingga porak poranda? Aku bisa menerimanya dengan senang hati asal nyawaku masih utuh.

Emily sudah lebih dulu berada di kerumunan manusia yang mengantre di gerai Dior melambaikan tangannya tinggi sambil melompat kecil. Berusaha memunculkan rambut pirangnya yang tenggelam di antara kepala warna warni.

Seketika perutku seolah di aduk.

Amber, gadis berambut coklat yang tampak pendiam di sampingku memberi tatapan ibanya. Tau hal itu akan membuatku tidak nyaman. Dengan senyum tulus, dia menarik lengan cardigan Kim yang masih menyandera tanganku. Membuat gadis atau wanita? Atau entahlah. Itu menatapku dengan seksama.

"Aku akan menunggu di foodcourt saja bersama Amber."

Kim menggeleng tegas. "Aku membawamu kesini untuk menghabiskan waktu memanjakan tubuh yang menyedihkan ini. Bagaimana bisa aku membiarkan aset bagus ini sia-sia."

Katanya nakal sambil meremas dadaku.

Aku melotot dan langsung menyingkirkan lengan Kim jauh-jauh. Sialan. Jalang ini benar-benar ingin di hajar.

Aku menginjak sepatunya keras dan dia memekik seperti babi bibi Abby. Masih dengan menggerutu dan mengucapkan segala sumpah serapah nya, aku melenggang pergi meninggalkan nya.

"Persetan dengan mu."

Aku tidak merasakan kehadiran Amber sampai ketika aku mendengar seseorang menarik kursi di food court yang kupilih. Amber terlalu halus. Aku yakin dia bisa membunuh Emily saat gadis itu kebingungan memilih mainan mana yang akan dia pakai untuk selangkangannya.

"Kau tidak tertarik?"

"Dengan?"

"Saling meremas pantat wanita lain demi sehelai pakaian yang akan tercampakkan dan omong kosong disana?"

Amber tertawa halus mendengar pertanyaanku. Tipe wanita idaman untuk di nikahi pria manapun dengan dasi licin di lehernya.

"Tidak. Aku lebih suka belanja online sejujurnya."

Aku mengangguk paham. Kutu buku, mungkin introvert di depanku mengangkat tangannya yang halus berseru pada pramusaji. Sekilas kepercayaan diriku sebesar biji kenari menatapnya berbinar seolah coklat Lupin ada di setiap lapis kulitnya.

Amber benar-benar mengagumkan. Seharusnya ada lebih dari selusin pria di kampus yang mengantre untuk menyapanya. Nyatanya Emily memiliki pesona lain yang mungkin terlalu menyilaukan mata para bajingan di luar sana.

Secret Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang