Minggu pagi adalah hari kartun bagi anak-anak, karena gw gak punya tv dan satu desa yang punya bisa di hitung jari, gw pergi ke rumah Vanus. Gw inget Vanus pamit mau ke warung, akhirnya cuma gw yang nonton tv di ruang tengah.
Eeng ada di kamar. Jarak antara ruang tengah dan kamar Eeng hanya beberapa langkah saja, pas gw lagi asyik-asyik nya nonton kartun, gw kaget waktu Eeng teriak kenceng. Si Eeng ini memang kerjaanya aneh-aneh. Gw gak sekali dua kali lihat dia ngomong sendiri, lompat-lompat sendiri dan sekarang teriak.
Akhirnya gw ngecek dan buka pintu kamarnya. Di rumah sedang kosong, pak Albert dan bu Eli ada acara di gereja. Begitu gw lihat apa yang terjadi, gw panik. Si Eeng seperti orang ayan dengan posisi tidur di lantai. Dia menjerit, kaki dan tangannya bergerak-gerak, gw yang kebingungan akhirnya lari mendekatinya. Begitu tepat di depan Eeng, punggung si Eeng tiba-tiba nekuk. Badannya gak normal. Asli, kaya ada tenaga yang gede nekuk badannya dia.
Gw akhirnya lari keluar rumah. Di depan, ada Vanus baru balik dari warung, gw langsung bilang. "Eeng.. kerasukan"
Kami masuk berbarengan, pas pintu di buka, gw lihat Eeng lagi tiduran di atas ranjang. Tampak gak terjadi apa-apa. Vanus, lihat gw dengan wajah bingung. Gw, lebih bingung lagi. Gw jelasin tapi Vanus cuma iya iya aja. Gw berencana mau cerita ke pak Albert, tapi kayanya dia gak bakal peduli. Toh dia yang ngebiarin Eeng maen-maen sama begituan.
Besoknya, gw denger berita mengejutkan. Pak Albert dan Bu Eli, mau cerai. Disini gw baru tau, ternyata dari semua orang yang tinggal di keluarga ini, rupanya bu Eli yang paling tersiksa dan sekarang gw paham, kenapa beliau sekarang jauh lebih kurus. Gw gak mau cari tau, tapi Vanus cerita kalau awalnya bu Eli ngajak pindah rumah lagi. Tapi pak Albert menolak keras-keras, beliau beralasan sudah nyaman tinggal di lingkungan ini. Bu Eli akhirnya mengalah, tapi bagai api dalam sekam, teror yang di lalui Bu Eli buat gw mikir lagi. Apa yang dilakukan bu Eli sehingga mereka menganggu sebegitu hebatnya sama beliau. Rupanya, ada sesuatu yang janggal dengan semua ini dan ini di mulai oleh Pak Albert sendiri.
Bu Eli mengancam akan pergi dengan Eeng, si Vanus akan ikut pak Albert. Rupanya ini di tentang lebih keras. Eeng tetap tinggal, Vanus boleh pergi dengan bu Eli, gw yang denger mereka selalu bertengkar, bikin gw gak nyaman. Terlebih Vanus merasa dirinya gak di inginkan, sedangkan adeknya yang memiliki kekurangan justru di perebutkan. Gw cuma bisa bersimpati.
Akhirnya Vanus dan Eeng tetap tinggal di tempat ini, gw akhirnya tanya apa yang membuat bu Eli gak nyaman. Rupanya, awalnya dari luka misterius di tubuh bu Eli. Gw yang denger langsung curiga, gejalanya mirip seperti bu Rombe, "Lebamnya dimana?" Kata gw.
"Di badan, biru-biru."
Pernah waktu pak Albert tidak di rumah. Bu Eli sedang mau beristirahat. Lalu, tepat saat dia merebahkan badannya, tubuhnya seperti di tekan dengan sangat keras. Sebegitu kerasnya sampai tidak bisa menjerit dan itu terjadi sampai pagi, pas pak Albert pulang, bu Eli menangis.
Bu Eli menceritakan semuanya. Tapi, Pak Abert hanya mengatakan mungkin efek kelelahan. Semua terus terjadi, sampai akhirnya setiap bu Eli tidur, mulai bermimpi aneh-aneh, salah satunya dia di kepung oleh makhluk hitam yang besar-besar. Bu Eli hanya bisa menjerit, melihat mereka marah.
Ini terus berlangsung, seperti teror yang tidak ada habisnya, yang membuat bu Eli akhirnya tidak kuat, ketika dia melihat Eeng badanya panas dan dari hidungnya keluar darah terus menerus. Setiap mau di bawa ke rumah sakit, pak Albert akan menolaknya, mengatakan ini hanya sakit biasa. Bu Eli akhirnya pergi setelah tidak sanggup lagi untuk tinggal.
Vanus akhirnya sadar, ketika dia mengatakan "ada yang gak beres sama rumah ini, setelah tinggal disini keluarga gw kaya tertimpa sial terus"
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH ROMBE
TerrorRUMAH ROMBE. Tidak ada yang tidak mengenal peristiwa ini, sebuah peristiwa yang dulu sempet membuat geger satu desa bahkan begitu mengerikannya tragedi ini, sehingga membuat banyak orang begidik ngeri tiap melihat saksi bisu peristiwa ini. Ya, ben...