g-7

16 1 0
                                    

"Raven ! Berhenti disana!"perintah abel.
Abel berlari menghampiri raven yang tak kunjung menghentikan langkahnya.
"Raven!"cegat abel.
Raven menghentakkan tangan abel yang memeganginya.
"Jangan pernah menyentuhku, aku sudah mengatakan nya sejak pertama kita bertemu kan?"ucap raven kesal.
"Dua tahun lalu. Senin, 21 september di jam yang sama dengan saat ini. Itu pertama kali kita bertemu kan?"tanya abel memastikan.
Raven sedikit tersentak, namun ia berusaha bersikap sewajarnya.

"Mungkin kamu salah orang"ucapnya lirih.
"Rania adiguna"
Tubuh raven bergetar hebat, ia tak menyangka bahwa sehebat itu respon tubuhnya saat orang yang dibenci nya menyebut nama rania.

"Kenapa dari awal kamu gak bilang kalo kamu adalah kakak dari pendonor mataku sekarang ini? Kenapa kamu pura-pura buta di depan semua orang ?!"bentak abel.
Raven terdiam dengan tangan terkepal. Ia menahan amarah yang nyaris ingin meledak.

"Aku suka kamu, raven. Sangat suka"
Abel memeluk tubuh raven sambil berjinjit. Kedua lengan nya melingkari leher raven dengan erat seakan tak ingin lepas.

"Dan aku membencimu"bisik raven penuh penekanan hingga abel langsung mundur beberapa langkah.
"K-kenapa? Apa karena aku tidak pantas untuk kamu? Apa karena ini mata ku sekarang?"

Raven menggeleng pelan.
"Rania meninggal dua tahun lalu karena menyelamatkan mu yang ingin bunuh diri. Ia bahkan mendonorkan matanya untuk mu. Tapi apa? Kamu tetap tidak berubah ! Kamu tidak pernah bersyukur atas semua yang tuhan berikan padamu. Kamu tetap membenci tuhan. Terus mengeluh tentang orang-orang yang memilih untuk tetap berada disisimu. Bahkan menghina warna mata rania!"
Abel tertunduk. Semua kata-kata raven benar adanya.

"Ini akan menjadi terakhir kali kita bertemu"ucap raven pelan.
Dengan langkah pasti ia mendekati abel, lalu memeluk gadis itu.

"Hidup lah dengan baik. Belajar lah untuk mulai menerima semua yang tuhan digariskan untukmu. Setidaknya dengan begitu aku bisa mulai menatap mu walau tak bisa membalas perasaanmu"

Dengan perlahan, raven melepaskan pelukannya dan mendaratkan ciuman kecil di kening abel.
"Selamat tinggal"
"Tunggu, raven ! Apa kita harus berpisah seperti ini? Tanpa mencoba semua nya dari awal?"

Raven tersenyum membelakangi abel.
"Malam tak seharusnya merindu siang. Mereka harus menjalani kehidupannya masing-masing tanpa rasa yang menjadi beban. Biar malam tetap dengan kegelapan nya dan siang dengan sinarnya. Tanpa rindu, tanpa rasa"

Abel kembali terisak. Itu adalah puisi yang pernah di temukannya dalam buku catatannya. Ia tak mengira bahwa puisi itu dari raven, sebagai salam perpisahannya.

Mereka takkan pernah menyatu. Luka masa lalu masih terasa perihnya bagi raven dan abel. Walau keduanya memiliki rasa, tapi itu tak dapat menjadi alasan untuk bersama.




Bersambung.....

Ini dimana gombalannya 😂

gombalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang