"Gimana perkembangan jenica?"tanya livia setelah pramusaji yang mengantarkan minuman mereka telah pergi.
"Kata dokter sapto, mulai ada sedikit kemajuan. Apalagi lingkungan sekitarnya sekarang memberikan support positif yang sangat berpengaruh terhadap terapi yang dijalaninya. Semoga saja semuanya berjalan lancar hingga terapi terakhir"sahut russell kemudian meminum jusnya.
"Apa jenica masih lama? Aku ingin bertemu klien jam 3 nanti"gumam mike seraya menatap jam tangannya.
"Paling sebentar lagi"Russell menatap sekelilingnya, berharap pandangannya dapat menjumpai jenica.
"Itu dia"ucap livia.Russell refleks berdiri lalu berbalik untuk menyambut jenica. Russell merasa ada yang tak beres dengan jenica, raut wajahnya terlihat lelah bercampur kesal. Tanpa basa-basi jenica langsung menubrukkan tubuhnya ke pelukan russell. Hanya dengan menghirup aroma coklat dari tubuh russell dan juga pelukan hangatnya, sekian persen rasa lelah dan kesal nya menguap entah kemana.
"Ada masalah hari ini, kiddo?"tanya russell lembut seraya mengusap pelan rambut jenica.
Jenica hanya mengangguk lalu mempererat pelukan nya pada russell. Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu hingga jenica sendiri yang melepaskan pelukan nya."Hi, jenica"sapa livia dengan senyum manis, yang tentu saja mengagetkan jenica karena ia tak menyadari livia dan mike yang sejak tadi berada disana.
"Kok gak bilang mau ketemu sama livia dan si plontos ini?"sebal jenica pada russell.
"Gue gak plontos lagi ya, bocah"sungut mike.
Russell hanya tertawa lalu menggiring jenica untuk duduk di kursinya tadi."Tadi ada masalah apa, sayang?"tanya russell seraya menggenggam tangan jenica.
"Aku kesel, russell. Masa tadi ada orangtua murid yang banding-bandingin aku sama rasa. Bilang aku gak kompeten lah, gak bisa ngajar lah, gak bisa ngurusin anak mereka lah. Padahal kan aku yang pertama ngurusin anak mereka, raisa mah enak anaknya udah pada penurut tinggal di ajarin aksara. Aku gak suka di banding-bandingin kayak gitu, apalagi sama partner kerja aku"curhat jenica menumpahkan segala hal yang mengganjal hatinya.Russell tersenyum tanpa berniat untuk mengejek ataupun membela jenica.
"Do you want to know a little thing?"tanya russell.
Jenica mengangguk kecil.
"Kalo kamu ngajar nya tulus, gak peduli omongan orang lain gimana, pasti akan bikin kamu masa bodoh sama omongan orang lain. Right?"Tepat setelah russell menyelesaikan ucapan nya, seorang anak kecil berusia sekitar 4 tahunan berlari ke arah mereka dan langsung memeluk jenica dengan erat.
"Bunda Jenicaaa"serunya riang, tak lupa senyum lebar yang memamerkan giginya yang mulai tanggal akibat makan makanan manis berlebihan."fateeh? Kok bisa disini? Sama siapa sayang?"tanya jenica yang berbalik menghadap anak itu.
"Sama mama, tapi tadi mamanya sibuk belanja. Aku tadi mau cari mainan, tapi liat bunda Jenica disini makanya aku samperin"celoteh anak manis itu.
"Mama kamu tahu gak kalo kamu kesini?"tanya livia yang ikut mendekati fateeh.
Fateeh hanya menggeleng."Eh? Rambutnya putih kayak kapas"gumam fateeh tak berkedip menatap russell.
"Apalagi yang warnanya putih selain kapas?"tanya russell.
"Banyak, awan juga putih. Baju oom itu juga putih. Tapi fateeh suka liat kakak"polos fateeh.Tak lama terlihat wanita berusia 30-an melihat kesana kemari seperti kehilangan sesuatu.
"Fateeh's mom"panggil jenica.
"Ya ampun fateeh.... kenapa kamu bisa sama bunda Jenica? Maaf ya bunda, anak saya ngerepotin bunda Jenica yang ada acara disini"sesal wanita itu.
"Gakpapa, kebetulan kita ketemu disini. Fateeh katanya mau cari mainan, tapi malah liat saya jadi dia samperin"
"Iya bunda, makasih ya udah jagain fateeh. Saya tadi khawatir, takut dia nyasar. Tapi syukurlah dia nyamperin bunda Jenica. Kami pamit ya bund"Fateeh terlihat benar-benar lengket dengan jenica, ia bahkan tak ingin melepaskan pelukan nya. Namun setelah melihat isyarat dari russell yang menyuruhnya untuk mematuhi ibunya, dengan gerakan lambat fateeh melepaskan jenica.
"Boleh pegang rambut kakak gak? Fateeh pengen pegang awan"pinta fateeh.
Russell mengangguk lalu berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka."Waaah, lembut ya. Dingin lagi"kagum fateeh.
"Hahaha, bunda juga suka pegang rambut dia fateeh. Kayak bulu kucing soalnya, nenangin"
"Makasih ya bunda, sama oom dan kakak-kakak yang udah nemenin fateeh. Kami pamit dulu"pamit ibu fateeh.Setelah fateeh dan ibunya pergi, mike bersungut-sungut.
"Hanya aku yang di panggil oom"kesalnya.
"Ya gakpapa lah mike, daripada di panggil tante?"celetuk russell yang langsung membuat mike bergidik."Ya sudahlah, kalian ada perlu apa sampai ngajakin ketemuan disini?"tanya russell bingung.
"Sebenarnya kami mau ngasih ini"ucap livia menyodorkan sebuah undangan.
"Oh my god.! Kalian mau nikah?"seru jenica antusias.
Mike mengangguk dengan wajah tersipu."Lo gak cocok masang tampang kek gitu mike, najis"ejek jenica.
"Ini beneran, liv?"tanya russell masih merasa tak percaya.
"Iyaaa. Kalian kok jadi kayak ngeraguin kami?"tanya livia heran.
"Ya... aneh aja liv, kamu sama eza dulu pacaran hampir sepuluh tahun sampai tunangan gagal nikah. Eh sama mike baru kenal beberapa tahun dan tanpa pacaran malah mau nikah aja"Mendengarnya, mike dan livia hanya saling melempar senyum.
"Takdir mungkin"gumam livia.
Jenica terlihat ingin kembali berdebat, namun kepalanya terasa berat."Kenapa, kiddo?"tanya russell tanggap ketika jenica memegangi kepalanya.
"Kepala aku pusing, russ"keluh jenica.
"Kamu udah minum obat?"
Jenica hanya menggeleng."Tadi bawa obat?"
"Ketinggalan di meja aku, disekolah"lirih jenica.
"Kalo gitu kita ke rumah sakit ya?"
"Gak mau, russ. Nanti mereka ngasih obat lebih banyak lagi"
"Ya udah, kita balik ya. Biar kamu bisa istirahat"bujuk russell lembut.
Jenica mengangguk."Liv, mike, kami duluan ya. Jenica harus istirahat penuh"pamit russell setelah ia dan jenica berdiri.
"Iya, mau dianterin?"tawar mike.
"Gak usah, tadi gue bawa mobil"tolak russell.
"Hati-hati ya russ, jen"pesan livia.
Russell hanya mengangguk sambil terus berjalan memapah jenica."Jenica beruntung ya punya russell"gumam livia.
"Kamu masih ada rasa sama russell?"
"Kok jadi kesana sih?"sebal livia.
"Aku cuma mau mastiin liv, sebelum kita terlanjur melangkah lebih jauh"
"Mike, itu dulu. Udah jadi masa lalu. Sekarang aku mau fokus sama hubungan kita. Nikah itu bukan permainan"
"Justru itu, aku gak mau jadi mainan kamu"Mendengarnya, livia menatap mike terlihat menatapnya dengan dalam.
"Kalo jenica beruntung punya russell sebagai pangeran nya, aku beruntung punya kamu sebagai malaikat ku. Aku gak akan menyesal memutuskan untuk hidup sama kamu, karenanya tolong jangan pernah membuat sesal itu ada mike"Mike menggenggam erat jemari livia seraya memejamkan matanya.
"Aku gak sempurna, liv. Dan gak akan pernah jadi sempurna. Tapi aku yakin kamu pasti akan jadi ratu kebahagiaan aku"
"Aku sayang sama kamu, mike"
"Mee too, my pleasure"

KAMU SEDANG MEMBACA
gombalan
Aléatoirehanya sekumpulan gombalan receh yang tiba-tiba terlintas. siapkan kantong muntah sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan! kenapa sampulnya jinyoung oraboenim? gakpapa cuma pengen aja, lagi imut soalnya