8

106 4 0
                                    

Hujan deras mengguyur seisi kota. Suaranya mengisi senyap malam. Membuat banyak orang semakin merengkuh di balik hangatnya selimut mereka.

Dan Aku sama sekali belum ngantuk. Mataku tak bisa kuajak kompromi kali ini. Menghabiskan waktu dengan membaca buku hingga merasa ngantuk.

Hanya saja entahlah sudah setengah dari buku ini telah kubaca dan malah membuatku penasaran dan sama sekali tak mengantuk.

Ting. . .
Notifikasi tanda pesan masuk mengalihkan perhatianku dari buku ini.

Entahlah, pesan dari nomor baru.

''Assalamuallaikum.
Aku di depan rumahmu.''

Isi pesan itu membuatku penasaran, tapi aku takut juga untuk keluar sendiri.

''Papa, iya Papa.'' Gumamku mendapatkan ide untuk memastikan kebenaran pesan ini.

''Assalamuallaikum.'' Terdengar orang tergesa gesa di depan pintu rumah.

''Waalaikum salam.'' Jawabku dan Papa langsung membukakannya pintu dengan rasa penasaran siapa yang datang di tengah malam dan hujan deras begini. 
Ternyata Aldi.

''Ada apa Al, kenapa basah kuyup begini?'' Tanyaku, ternyata Aldi sudah berdiri dari tadi disana. Aldi menghela napas, terlihat kesedihan di wajahnya.

''Ummi Aisya telah berpulang.'' Terucap pelan dari bibir Aldi.

''Innailahi wainnailahi rojiun.'' Sesak rasanya mendengar berita ini. Bagaimana dengan Aisya.

''Maaf pak, apa Fia boleh ikut saya. Aisya sangat membutuhkannya saat ini.'' Papa langsung menggangguk. Aku kembali ke kamar untuk mengambil jaketku dan bergegas keluar menuju mobil yang terparkir di depan.  Papa dan Mama akan menyusul kami nanti.

'' Sabuk pengamannya pake dulu.'' Kata Aldi dan aku langsung mengikuti perintahnya. Laju mobil dengan kecepatan stabil membelah jalan yang senyap. Tak sepatah katapun keluar, yang ku pikirkan sekarang bagaimana dengan Aisya.

***

Aisya terlihat sangat terpukul. Aku pilu melihatnya. Ia terus menangis dan mencium jasad ibunya yang telah terbujur kaku. Aisya tak menyadari ada aku di belakangnya.

Entah apa yang harus kulakukan sekarang. bahkan Akupun tak kuasa menahan air mataku dan terus berusaha tegar.

''Sya.'' Panggilku dengan lembut. Aisya pun menoleh dan langsung memelukku.

''Fia, Ummi sudah pergi kan. Ummi sudah gak sakit lagi.'' Ia bertanya seakan tak percaya dan memastikan bahwa Umminya telah pergi.

Aku menggangguk pelan dan terus menghapus air matanya.Pelukannya semakin erat, air mata terus menggalir. Aisya limbung, ia tak berdaya. kesadarannya perlahan menghilang.

''Sya. . .''

Aldi langsung menggendong Aisya dan merebahkannya di kamar. Aku terus memanggil manggil nama Aisya dan berharap ia segera sadar. Umminya adalah satu-satunya penyemangat hidupnya.








ALIFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang