11

60 5 0
                                    

''Sungguh menakjubkan pada perkara seorang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang mukmin : jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.''
~(H.R Muslim)~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Keadaanku berangsur angsur membaik walaupun memang sudah ada gejala tetanus, untung saja penanganannya juga tepat dan cepat.

Semenjak perkenalanku dengan dokter muda yang membantuku di perpustakaan waktu itu, aku semakin dekat dengannya dan banyak belajar tentang kesehatan dan juga ia paham ilmu agama.

Riantika Pratama adalah nama dokter itu. Kami memanggilnya kak Riri. Aku dan Aisya juga sering berkunjung ke klinik tempat kak Riri membuka praktiknya.

Di hari libur biasanya kami sama sama mengikuti kajian. Ya, anggaplah itu hari libur yang produktif karena di isi dengan hal hal positif.

Hari ini sepulang sekolah aku akan mampir sebentar ke klinik kak Riri untuk meminjam bukunya tentang wanita. Namun, hari ini Aisya tidak bisa ikut. Ia harus menyiapkan tahlilan untuk harian Umminya di rumah Aldi setelah pulang sekolah.

''Jilbab panjang, tapi masih suka jalan dengan yang bukan mahromnya. Kerdus memang'' Ledek Khumaira saat berjalan di hadapanku.

Aku tak merasa sama sekali karena yang memakai jilbab panjang juga bukan hanya aku. Tapi wacana ini memang sudah terdengar beberapa hari belakangan ini. Istilah yang baru baru ini Aku dengar seperti KERDUS yang artinya Kerudung Dusta disematkan pada wanita yang menjadi gosip belakangan ini.

''Iya, yang penting jalan tross. Iya gak Fia.'' Timpal Gadisa sambil menarik jilbabku. Aku bingung apa sebenarnya maksud mereka berdua, kenapa jilbabku juga ditarik tarik.

''Maksudmu apa Dis?'' Tanya Aisya yang kini berdiri disampingku.

''Ya, iyalah. Kalian berdua suka jalan sama Aldi kan.'' Gadisa kembali menjawab dengan nada ketusnya. Kami sekelas tau bahwa Gadisa menaruh hati pada Aldi. Tetapi Aldi sama sekali tak menggubrisnya. Memang hampir semua teman teman sekelas tak tahu tentang Aldi dan Aisya.

''Nih si dua Kerdus yang viral ni.'' Teriak Khumaira sambil mendorong kami berdua hingga terpojok. Anak-anak mulai berkumpul karena mendengar Gadisa dan Khumaira yang tengah menuduh kami.

''Eh, kalian tau gak. Waktu itu Alifia di gudang olahraga sama Aldi aja loh.'' Nada suara Gadisa yang sengaja di tinggikan membuat anak anak sekelas menyorakiku.

''Astagfirullah Dis kamu salah paham.'' Aku berusaha menjelaskan padanya.

''Alah, gak usah sok suci deh.'' Gadisa mulai menyudutkanku. Emosiku memuncak dan berusaha bersabar walaupun air mata dimataku berhasil lolos.

''Apaan?'' Aldi menerobos kerumunan orang orang. Ia tampak mencari cari apa sebenarnya yang membahas ini.

''Eh bukannya waktu itu lu yang ngunci gudang olah raga ya.'' Arjun menimpali. Ia mengaku melihat Gadisa mengunci ruang olah raga.

Seketika Gadisa terdiam tak dapat membalas kata kata Arjun. Wajahnya memerah dan tak bergeming sedikitpun dari tempatnya.

''Dan satu hal lagi Aisya adalah adik gua. Puas kan semuanya, silahkan bubar.'' Aldi membubarkan kerumunan orang orang yang langsung mengikutinya.

''Kita keluar dulu yuk.''Ajak Aisya berusaha menenangkanku. Aku tak tau lagi bagaimana bisa seorang wanita dapat berperilaku buruk pada wanita lainnya.

''Sudah jangan pikirin lagi.'' Aisya berusaha membuatku agar tak begitu memikirkan hal tadi. Namun, itu terus mengganggu pikiranku. Entah bagaimana lagi. Semoga saja tak terulang lagi.

Aku mengajak Aisya untuk kembali kekelas. Dan pada saat menyusuri koridor Gadisa dan Khumaira berdiri dihadapan kami. Mereka menghalangi dan melarang kami lewat. Tapi, kali ini raut wajah mereka berubah. Tak seperti saat di kelas. Seperti raut wajah penyesalan.

''Fia, Sya. Aku minta maaf.'' Kata Gadisa sambil memegang tangan kamu berdua.

''Kenapa kamu seperti itu Dis?'' Tanyaku meminta penjelasan untuk gedung olah raga yang ia kunci. Lagi lagi air mata lolos dari pelupuk mataku. Gadisa menghapusnya dan kembali memegang tanganku.

''Aku tak senang lihat kamu bersama Aldi begitu akrab sedang bersamaku . . .'' Gadisa berusaha menjelaskan. Namun ia berhenti.

''Apa aku dimaafkan.'' Lanjut gadisa bertanya.

''Iya kalau aku sudah memaafkanmu. Kalau Aldi aku tak tahu. Dan seharusnya kamu tak perlu takut jika Aldi dekat dengan siapa saja. Karena jodoh itu bukan kita yang asal nunjuk orang buat jadi pendamping hidup kita. Semua takdir Allah, tugas kita sebagai wanita untuk memperbaiki diri juga menjaga kehormatan kita dan terus berdoa.''Gadisa mengangguk mendengarku.

Memang tak ada salahnya kita mencintai seseorang. Namun, jangan sampai kita melakukan hal hal yang merusak harga diri kita untuk mendapatkannya. Wanita itu berharga. Bahkan Allah pun memuliakannya dalam Al-Quran yaitu pada surat An-Nissa.



ALIFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang